Oleh Suryani (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Bupati Bandung Dadang Supriatna merasa optimis akan meraih target ke sembilan kalinya dalam meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Untuk mewujudkannya, ia meminta Inspektorat yang ada di wilayahnya menjadi lembaga yang memberikan early warning (peringatan dini) bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Dinas di lingkungan Pemkab setempat.
Hal tersebut disampaikan Bapak Bupati saat meresmikan gedung baru Inspektorat di lingkungan Pemkab Bandung. Ia menambahkan bahwa di bawah kepemimpinannya pemeritahan daerah terbukti membaik, hal ini nampak dari meningkatnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari 4,8 triliun menjadi 7 triliun. Menurutnya, Ini semua berkat kinerja seluruh OPD yang semakin baik. (AyoBandung, Rabu 24/01/2024)
Opini WTP atau yang disebut juga Unqualified opinion adalah Laporan Keuangan yang telah disajikan secara wajar dalam semua hal material, baik berupa posisi keuangan (neraca), hasil usaha, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), dan Arus Kas. Semuanya harus sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku umum.
Sekilas berita di atas membawa angin segar bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Bandung, karena kinerja pemerintahnya dinilai sangat baik. Namun jika dikaji lebih dalam apakah cukup ukuran baik atau tidaknya kinerja Pemkab, diukur dari raihan opini WTP atau tingginya PAD saja? Tentu seharusnya tidak sesederhana itu. Karena faktanya walaupun pendapatan tinggi namun jika belum berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, menjadi tidak bermakna.
Kenaikan PAD nyatanya belum disertai dengan kesejahteraan rakyat. Hal ini nampak saat harga kebutuhan pokok terus merangkak naik, di tengah daya beli masyarakat yang menurun akibat banyaknya para pengusaha yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya. Disamping harga kebutuhan pokok, kebutuhan lain tidak kalah memberatkan masyarakat, seperti listrik, pajak, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan yang lainnya.
Ada kesalahan mendasar disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme yang menitikberatkan kepada kepentingan materi telah mengukur keberhasilan terbatas pada angka-angka, penghargaan, juga penilaian, tanpa memikirkan bagaimana nasib rakyat individu per individu. Apalah artinya pendapatan besar tapi hidup rakyatnya tambah gusar.
Selain itu posisi penguasa dalam kapitalisme hanyalah sebagai regulator, yang seringkali menetapkan kebijakan yang pro kepada para pemilik modal. Lihat saja bagaimana UU omnibus law dibuat, semua hanya untuk memuluskan kepentingan para investor, tanpa mempedulikan penerimaan masyarakat, suka ataukah tidak. Contoh lain penetapan UU Minerba, semakin memberi peluang pada asing dalam mengeruk kekayaan alam sebanyak-banyaknya di negeri ini.
Sangat jauh berbeda dengan Islam, Pemimpin yang terpilih benar-benar memahami tugasnya sebagai pelayan rakyat. Kuatnya iman dan ketakwaan mampu mewujudkan tangung jawab tersebut. Sosok penguasa mencintai rakyatnya sebagaimana kecintaan orang tua terhadap anak kandungnya. Tolok ukur kebahagiaannya bukan dari capaian penilaian manusia, tetapi rida Allah Swt. terhadap dirinya.
Maka wajar jika kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utamanya. Seluruh program yang dibuat ditujukan untuk kemaslahatan umat secara keseluruhan bukan untuk sebagian pihak ataupun para korporat. Jadi baik buruk kinerja mereka hanya bisa dinilai oleh masyarakat, bukan lembaga tertentu apalagi hanya klaim semata.
Semua kebutuhan rakyat menjadi tanggung jawab negara. Dari mulai yang sangat mendasar seperti sandang, pangan dan papan. Pemenuhannya dilakukan melalui mekanisme tidak langsung, yakni memastikan setiap kepala keluarga mempunyai penghasilan atau pekerjaan untuk menafkahi tanggungannya. Maka pemerintah lah yang terdepan untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Kalau pun kepala keluarga tidak sanggup karena udzur syar’i, maka ia menjadi tanggungan negara.
Adapun untuk kebutuhan umum negara akan memastikan biaya pendidikan, kesehatan dan keamanan diperoleh rakyat secara gratis. Semua pembiayaan ditanggung baitul mal yang pendapatannya diperoleh dari kharaj, jizyah, fa’i dan ghanimah, juga harta milik umum seperti Sumber Daya Alam (SDA) yang dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat.
Demikianlah sistem Islam. Pendapatan daerah ataupun negara akan mengalami surplus, karena SDA negeri ini sangat melimpah ruah, dibarengi pula dengan distribusi yang benar maka semua rakyat akan merasakan keberkahannya. Mereka pun akan menilai baik pemerintahannya, dan menyadari betul bahwa hal itu dilakukan untuk mendapatkan rida Allah Swt. Ini semua karena pemangku kebijakan menerapkan aturan yang datang dariNya.
Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surah al-Araf ayat 96 yang berbunyi:
“Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….”
Waalahu alam bi as-sawwab.
Views: 7
Comment here