Oleh: Khodijah Ummu Hannan
wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus bullying kembali memakan korban. Santri bernama Bintang Balqis Maulana (14), meregang nyawa, diduga karena telah mengalami penganiyaan oleh 4 seniornya. Bintang diketahui merupakan santri Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Bintang meninggal pada 23 Februari. Jenazah diantar ke rumahnya di Banyuwangi pada Sabtu 24/2 oleh pihak Pesantren dan sepupunya yang diduga sebagai salah satu pelaku penganiayaan. Pihak pesantren mengatakan Bintang meninggal karena jatuh di kamar mandi.
Namun saat jenazah dikeluarkan, darah mengucur dari keranda korban. Keluarga pun meminta agar kain kafan itu dibuka untuk melihat jenazah korban. Ketika dibuka, banyak luka lebam di sekujur tubuhnya. Selain itu, terdapat bekas jeratan di leher, hidungnya terlihat patah, matanya bengkak, di tubuh dan paha banyak bekas sundutan rokok.
Kini empat tersangka telah diamankan Polres Kediri. Adapun alasan mereka melakukan penganiayaan karena tidak taat aturan, seperti tidak mau ikut shalat berjamaah dan piket. Walaupun sudah diingatkan namun malah menjawab tidak nyambung sehingga pelaku tersulut emosi. Hal tersebut seperti disampaikan Rini Puspita Sari sebagai kuasa hukum empat tersangka (BBC.com 29/2/24).
Perlu Berbenah
Bullying adalah kasus yang sampai saat ini menjadi PR bagi semua pihak. Mengingat kasusnya terus berulang. Baik di sekolah umum ataupun di Pesantren.
Sungguh miris, banyak rentetan kejadian penganiayaan oleh senior atau pelecehan seksual yang terjadi di pesantren. Hal tersebut membuat sorotan publik mengarah kepada pesantren. Bahkan ada yang mengusulkan untuk membubarkan pesantren sebab kerap terjadi kasus kekerasan.
Padahal apabila dibandingkan jumlahnya kekerasan di pesantren lebih sedikit dibandingkan dengan yang terjadi di sekolah umum. Namun bukan berarti kita memakluminya dan melakukan pembiaran. Semua pihak tetap harus melakukan pembinaan.
Pesantren harus terus berbenah. Agar citranya tidak buruk. Jangan sampai noda setitik rusak air sebelanga. Sebab tidak bisa dipungkiri pesantren telah banyak menghasilkan lulusan terbaik. Mereka telah menyumbangkan kiprahnya untuk kemajuan negeri ini.
Dari pesantren juga banyak melahirkan para ulama penerus nabi. Keilmuannya menjadi penerang bagi umat. Sebuah hal yang dirindu dan dibutuhkan umat.
Salah Siapa?
Santri adalah orang yang dititipkan orang tuanya kepada pesantren untuk dibina ilmu agama. Tetapi dengan latar belakang keluarga dan pola asuh yang berbeda mereka hidup bersama. Mengingat saat ini kita hidup dalam sistem sekuler. Sehingga tidaklah heran ketika banyak orang tua yang menerapkan pola asuh sekuler pula.
Agama tidak menjadi pijakan dalam mendidik anaknya. Sehingga lahirlah anak yang “nakal” alias tidak mau diatur. Orang tua pun merasa tidak mampu mendidik anaknya, maka mereka menitipkan ke pesantren untuk diperbaiki akhlaknya. Maka tidak heran ketika terdapat santri yang melakukan kekerasan karena berasal dari pola asuh yang berbeda. Untuk mengubahnya, tentu membutuhkan proses yang tidak sebentar dan tidak bisa instan.
Ditambah, meskipun santri hidup di pondok, namun mereka tetap masih bisa mengakses media sosial. Baik saat perpulangan atau memang pondok membolehkan santrinya memegang gadget. Kita ketahui medsos berpengaruh besar terhadap pola pikir dan sikap. Apalagi, sekarang ini sangat mudah menemukan konten kekerasan ataupun seksual. Sehingga tidak heran ketika santri pun terpapar.
Diperparah dengan kurikulum yang ada. saat ini kurikulum pendidikan yang diterapkan adalah kurikulum sekuler. Sehingga hukum Islam sebatas pengetahuan tanpa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab-sebab di atas bermuara pada penerapan sistem sekulerisme kapitalisme yang menjadi pemicu orang melakukan kekerasan. Artinya inilah permasalahan sistemis yang hanya bisa diselesaikan dengan solusi sistematis pula.
Islam Solusinya
Penyebab banyaknya penganiayaan adalah akibat penerapan sistem sekuler yang gagal memberikan rasa aman. Maka tidak akan tuntas hanya dengan pemberian sanksi kepada pelaku. Karena meskipun sudah ada payung hukum namun tidak membuat jera. Terbukti dengan terus berulangnya masalah ini dari waktu ke waktu. Maka, untuk mewujudkan itu semua, negara wajib memberikan perlindungan menyeluruh bagi seluruh masyarakat dan terus mendorong agar tercipta ketakwaan yang totalitas.
Adapun untuk menciptakan ketakwaan Individu, negara mendorong dan memfasilitasi setiap individu supaya memiliki aqidah yang kuat. Salah satunya adalah dengan menerapkan kurikulum berbasis aqidah. Sehingga akan melahirkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam. Dengan bekal aqidah yang kuat maka setiap individu akan selalu merasa takut ketika melakukan kemaksiatan. Seperti kekerasan, penganiayaan, dan lain-lain. Hal itu juga akan menjadi bekal bagi setiap generasi muda. Ketika mereka menjadi orang tua akan menerapkan pola asuh yang Islami.
Sistem Islam juga akan mendorong terciptanya ketakwaan masyarakat. Yakni dengan kontrol masyarakat, saling melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat tidak akan membiarkan ketika ada kemaksiatan terlihat. Dengan sigap akan saling mengingatkan dan menasehati.
Negara Islam pun akan menerapkan sanksi tegas kepada pelaku kemaksiatan. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah supaya tidak terjadi kemaksiatan serupa. Selain itu, berfungsi juga sebagai penebus dosa bagi pelaku kejahatan. Untuk kasus penganiayaan sampai tewas, berarti berlaku hukum qisas (Al-baqarah:178).
Dalam menerapkan sistem pendidikan Islam, negara memberlakukan kurikulum berbasis aqidah Islam. Layanan pendidikan bagi setiap warga negara diberikan secara gratis. Fasilitasnya memadai, dengan guru yang memiliki kompetensi baik. Karena terus dibina agar memahami betul visi, misi dan kurikulumnya.
Meskipun boleh bagi individu mendirikan sekolah, namun tetap di bawah pengawasan dan bimbingan serta wajib menerapkan kurikulum Islam. Semua itu dilakukan oleh negara semata-mata karena ketundukan kepada Allah dan sebagai upaya mewujudkan syariat Allah secara sempurna. Sebab ketika beramal tanpa ilmu itu adalah sia-sia.
Maka sudah tergambar bahwa hanya solusi Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan kekerasan baik di Ponpes atau pun di sekolah umum. Untuk itu mari kita bersama-sama berjuang supaya Sistem Islam segera hadir di tengah umat. Sebagaimana dulu pernah berjaya selama belasan abad lamanya.
Wallahu A’lam bisshawab.
Views: 41
Comment here