Oleh : Linda Anggraini
wacana-edukasi.com, SYIAR ISLAM– Wahsyi bin Harb Al-Habsyi adalah seorang budak berkulit hitam. Berasal dari Habasyah Ethiopia yang mempunyai julukan Abi Dasamah saat menjadi budak Jubair bin Muth’im yaitu seorang bangsawan dari Quraisy. Nama Wahsyi mempunyai arti yang liar atau buas. Wahsyi pun mempunyai keahlian dalam menombak. Keahliannya dalam menombak pasti tepat mengenai sasaran yang diinginkannya.
Wahsyi dijanjikan menjadi orang yang merdeka oleh hindun dengan syarat harus membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib paman Nabi Muhammad yang dijuluki singa Allah pada saat perang Uhud. Bak gayung bersambut, Perjanjian itu diterimanya dengan sukacita karena Wahsyi pun menyimpan dendam pada Hamzah bin Abdul Muthalib karena telah membunuh pamannya Thu’aimah bin Adi saat perang Badar.
Ibarat setali tiga uang, Hindun binti Utbah yang menjanjikan kebebasan pada Wahsyi, Ternyata ia juga mempunyai dendam kesumat pada Hamzah bin Abdul Muthalib. Disebabkan kekalahan kaum Quraisy pada saat perang badar. Banyak keluarga Hindun yang tewas dalam peperangan itu termasuk Ayahnya Utbah bin Rabfah tewas ditangan Ubaidah bin Harits. Pamannya Syaibah bin Rabi’ah juga tewas ditangan
Hamzah bin Abdul Muthalib. Saudaranya Al Walid bin Utbah pun tewas ditangan Ali bin Abi Thalib.
Wahsyi pun akhirnya turut serta dalam peristiwa perang Uhud. Ia bergabung bersama pasukan Quraisy dengan misi untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib dengan tombaknya. Saat perang berlangsung ia bersembunyi dibalik pepohonan dan bebatuan mencoba mencari kesempatan untuk melemparkan tombak.
Hamzah yang mempunyai keahlian dalam menggunakan pedang membuat nyali lawannya ciut, sehingga ia dijuluki sebagai “Singa Allah”. Hamzah yang saat itu tengah bertarung dalam perang Uhud sibuk menebaskan pedangnya ke arah pasukan kafir Quraisy. Sehingga ia tidak memperhatikan bahwa ada seseorang yang mengintainya, mencari celah agar bisa melemparkan tombaknya ke arah Hamzah.
Hamzah pun akhirnya roboh saat tombak Wahsyi mengenai pinggangnya dan keluar di antara kedua kakinya. Hamzah yang saat itu ingin menyerang Wahsyi namun tak sanggup lagi untuk bergerak hingga Ajal menjemputnya.
Wahsyi pun memastikan kematian Hamzah dan kembali mengambil tombaknya.
Hindun pun senang setelah menerima kabar akan kematian Hamzah dan menepati janjinya untuk memerdekakan Wahsyi. Ia pun akhirnya hidup bebas dari perbudakan. Akan tetapi, kebebasan yang sudah diraihnya itu justru tak membuat hidupnya tenang.
Bagaimana tidak, kabar bahwa kekuatan pasukan muslim semakin hari semakin besar. Membuat dirinya ketakutan, khawatir menyergap dirinya bagaimana jika ia tertangkap. Sehingga peristiwa Fathu Mekkah yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 H saat pasukan Muslim memasuki kota Mekkah Wahsyi pun bergegas kabur berusaha menyelamatkan diri ke Thaif.
Wahsyi merupakan salah satu dari 12 orang yang darahnya halal untuk dibunuh. Padahal sejatinya apabila ia ingin selamat dari kematian maka ia harus menghadap Rasulullah SAW untuk meminta grasi.
Tak lama setelah ia menetap di Tha’if banyak penduduknya yang malah masuk Agama Islam. Wahsyi pun semakin dilanda kebingungan sehingga ia melarikan diri kembali ke Syam dan ke Yaman. Akan tetapi rasa ketakutan terus saja menghantuinya. Sampai seorang sahabat memberinya nasihat bahwa kemanapun engkau bersembunyi Wahsyi, pasti Rasulullah SAW akan menemukanmu. Datangilah Rasulullah SAW dan masuk Islam lah agar engkau diampuni.
Wahsyi pun akhirnya mengambil keputusan untuk mengirimkan pesan kepada Rasulullah SAW.,
“Muhammad, bagaimana bisa engkau mengajakku masuk Islam? Padahal engkau menyatakan bahwa orang yang membunuh, menyekutukan Allah, dan berzina akan mendapatkan dosa, pada hari kiamat nanti azab akan dilipatgandakan untuknya dan ia kekal di dalamnya? Bagaimana bisa engkau mengajakku memeluk agamamu, sedangkan aku melakukan semua perbuatan itu? Apakah ada ampunan untuk orang sepertiku didalam Agamamu? “.
Maka turunlah Firman Allah, ” Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun Maha Penyayang “.(Q.S Al-Furqon:70)
Lalu Wahsyi berkata, ” Muhammad, ini benar-benar persyaratan yang sulit, karena aku harus bertaubat, beriman, dan beramal sholih, sedangkan aku tidak yakin mampu mengerjakan semuanya.”
Kemudian turunlah ayat, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukanNya (syirik) dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (Q.S Annisa:48)
Akan tetapi hati Wahsyi tak kunjung tenang setelah mendengar ayat itu, ia kemudian berucap, “Berarti Tuhanmu mengampuni atas kehendak-Nya? aku masih tak tahu apakah Tuhanmu akan mengampuniku atau tidak. Adakah ayat lain yang menjelaskan tentang ini? ”
Maka turunlah ayat: ” Katakanlah Muhammad, wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah SWT. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh Dialah Zat yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (Q.S Zumar:53)
Akhirnya Wahsyi tak mempunyai pilihan lain, Ia lalu pergi menemui Rasulullah Saw dan mengucapkan syahadat dihadapan beliau. Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya.
“Apakah engkau yang bernama Wahsyi? ”
“Ya, wahai Rasulullah,” Jawab Wahsyi tanpa berani mengangkat wajahnya.
“Engkau yang membunuh pamanku. Ceritakan padaku bagaimana engkau bisa membunuhnya, ” kata Rasulullah Saw.
Wahsyi pun akhirnya menceritakan bagaimana cara ia membunuh Hamzah, lalu memanggil Hindun binti ‘Utbah yang kemudian merobek dadanya dan memakan jantungnya. Rasulullah Saw pun tertunduk Setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh Wahsyi. Air mata beliau pun bercucuran tak mampu lagi untuk ditahan.
Rasulullah SAW berkata “pergilah Wahsyi, jangan menampakkan wajahmu di depanku lagi sejak hari ini, “. Rasulullah Saw begitu enggan melihat wajah Wahsyi lantaran tak ingin hatinya tersayat mengingat kejadian yang menimpa pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib.
Wahsyi pun begitu sedih mendengar apa yang telah Rasulullah Saw katakan. Ia pun sungguh paham mengapa beliau tak mampu melihat wajahnya. Meski beliau telah bermurah hati memaafkan apa yang telah dilakukannya. Wahsyi pun hanya bisa mengikuti majelis taklim Rasulullah Saw dengan cara sembunyi-sembunyi.
Kepedihan pun terus menerus menggelayuti Wahsyi, karena Rasulullah Saw tak menginginkan melihat dirinya. Air mata penyesalan pun sering mengalir, akan tetapi Wahsyi tak dapat lagi kembali ke masa silam untuk mengubah keadaan. Akhirnya Wahsyi pun selalu memohon ampunan kepada Allah SWT serta memberinya kesempatan untuk menebus segala kesalahan yang telah diperbuatnya.
Wahsyi kini bergabung menjadi pasukan Islam. Ia mengangkat tombak untuk membasmi musuh-musuh Islam di medan perang.
Bertahun-tahun berlalu hingga Rasulullah Saw wafat. Saat kepemimpinan dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab muncullah nabi palsu yang bernama Musailamah al-khaddzab. Bersama dengan bani Hanifah mereka murtad keluar dari ajaran Islam. Umat Islam akhirnya berangkat untuk membasmi Musailamah dan pengikutnya.
Dalam hatinya, Wahsyi bertekad untuk membunuh Musailamah dengan tombak yang dulu pernah digunakannya untuk membunuh sebaik-baiknya manusia pengikut Rasulullah Saw yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib. Kini, tombak ini akan kugunakan untuk menumpas seburuk-buruk manusia yaitu Musailamah yang mengaku sebagai nabi.
Maka saat perang berlangsung Wahsyi mencari-cari kesempatan untuk melaksanakan niatnya. Akhirnya ia berhasil membunuh Musailamah dengan tombaknya. Wahsyi yang dulunya menentang Islam kini menjadi pembela Islam yang sangat mendambakan surga.
Penulis : Sebagian Kisah ini diambil dari buku
“Mentari Kasih Sayang Rasulullah SAW yang Meluluhkan Hati” yang ditulis oleh Dr. Rasyid Haylamaz.
“77 Cahaya Cinta di Madinah” yang ditulis oleh Ummu Rumaisha.
Views: 104
Comment here