Opini

Korupsi di PT Taspen, Buruknya Integritas SDM dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Misdalifah Suli, M.Pd. (Tim Pena Ideologis Maros)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Kasus korupsi mencuat lagi, kali ini melibatkan Dirut (Direktur Utama) PT Taspen, Antonius Kosasih. Kasus ini telah ditangani oleh lembaga anti korupsi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Dari hasil pengusutan KPK, kasus korupsi ini diperkirakan merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah (CNBC Indonesia.com, 09/03/2024).

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan penyidikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat. KPK menduga modus korupsi dalam kasus ini adalah kegiatan investasi fiktif yang dilakukan PT Taspen pada tahun anggaran 2019 dengan melibatkan perusahaan lainnya (CNBC Indonesia.com, 09/03/2024).

Di kutip dari detiknews, KPK telah menggeledah 7 lokasi di Jakarta terkait kasus ini diantaranya: 2 rumah yang berada di Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur; 1 rumah yang berada di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat; 1 rumah yang berada di kebayoran Lama, Jakarta Selatan; salah satu unit yang berada di Apartemen Belleza, Jakarta Selatan; Kantor pihak swasta yang berada di Office 8 Building SCBD, Jakarta Selatan; Kantor PT Taspen (Persero), Jakarta Pusat. Dari penggeledahan itu, KPK menyita bukti antara lain berupa dokumen-dokumen maupun catatan investasi keuangan, alat elektronik dan sejumlah uang dalam pecahan mata uang asing yang diduga nantinya dapat menerangkan dugaan perbuatan dari para tersangka (08/03/2024).

Buntut dari kasus korupsi ini adalah dinonaktifkannya Dirut Antonius Kosasih oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Keputusan ini sebagai upaya Kementerian BUMN mendukung KPK dalam proses kasus tersebut. Selain diberhentikan, Antonius Kosasih juga dilarang bepergian ke luar negeri atas permintaan KPK ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI (Kompas.com, 08/03/2024).

Dugaan korupsi Taspen dengan modus investasi fiktif menambah daftar panjang kasus penyelewengan dana asuransi oleh perusahaan milik negara hingga swasta di Indonesia. Buruknya integritas SDM menjadi salah satu penyebab korupsi. Berbicara SDM tentu tidak bisa dipisahkan dengan sistem pendidikan. Sistem pendidikan saat ini berasaskan sekularisme kapitalisme, sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan.

Akibatnya, generasi tidak paham standar hidup yang sesuai tuntunan agama tetapi justru memiliki pemahaman bahwa kekayaan materi adalah tolak ukur kesenangan dan keberhasilan. Pemahaman seperti ini menjadi bibit tindak korupsi ditambah lagi sistem politik demokrasi yang memiliki celah dapat menghantarkan kerusakan perilaku.

Legalitas kekuasaan diraih dengan modal yang besar untuk membeli kursi dan suara rakyat. Konsep politik yang demikian menjadikan suasana politik sebagai ajang memperkaya diri untuk mengembalikan modal.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang memiliki mekanisme yang ampuh meminimalisir tindak pidana korupsi. Islam memandang korupsi sebagai perbuatan khianat yang haram untuk dilakukan. Menurut Abdurrahman Al Maliki dalam kitab Nizhamul Uqubat, halaman 31, korupsi dikatakan sebagai perbuatan khianat karena korupsi adalah kegiatan penggelapan uang yang diamanahkan kepada seseorang.

Agar keharaman ini tidak terjadi, Islam memiliki mekanisme pencegahan. Islam memiliki sistem politik yang kuat yang akan menjaga individu untuk tetap dalam kejujuran ketika menjalankan amanahnya. Politik dalam Islam diartikan sebagai ri’ayah syu’unil ummah yakni mengurus urusan umat yang kelak akan dipertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (H.R. Al Bukhari)

Dengan konsep politik mafhum ra’awiyah, pejabat dituntut menjadi orang yang amanah dan jujur dalam setiap perbuatannya. Tuntutan yang demikian didukung dengan sistem pendidikan Islam. Penerapan sistem pendidikan Islam mampu mencetak SDM beriman, bertakwa, dan terampil. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari konsep kurikulum sistem pendidikan Islam itu sendiri.

Syaikh Atha’ bin Khalil dalam kitab Usus at Ta’lim fi Daulah al Khilafah menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan diarahkan untuk mencetak generasi berkepribadian Islam yakni pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) sesuai syariat Islam. Aqliyah dan nafsiyah Islam akan menuntun seseorang berpikir dan bersikap sesuai syariat. Ketika syariat menghukumi korupsi itu haram maka seseorang itu akan berpikir korupsi itu haram dan harus ditinggalkan segala sesuatu yang mengarah pada korupsi.

Selain itu, kurikulum pendidikan Islam membuat generasi memiliki keterampilan agar mereka siap menjalani dan mengarungi kehidupan. Karenanya, generasi juga akan disiapkan memilki keterampilan sebagai pemimpin sehingga ketika mereka menjabat mereka adalah orang-orang yang siap, profesional, amanah dan jujur.

Tak cukup hal itu, islam memiliki mekanisme untuk menjamin kehidupan sejahtera bagi pejabat dan keluarganya sebagaimana negara menjamin kehidupan rakyatnya. Dalam Islam, kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan akan dijamin secara tidak langsung yaitu dengan memudahkan laki-laki dalam mendapatkan pekerjaan dan menjamin harga kebutuhan pokok agar terjangkau sehingga mereka mudah memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya.

Adapun kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan akan dijamin langsung yakni Islam mewajibkan negara memberikan kebutuhan tersebut secara gratis kepada rakyat baik mereka muslim ataukah non muslim, kaya atau miskin, tua atau muda. Jaminan kesejahteraan rakyat yang demikian akan menghalangi tindak korupsi para pegawai negara.

Akan tetapi jika sudah melalui semua mekanisme tersebut tetapi masih ada oknum yang melakukan korupsi maka Islam memiliki sanksi tegas terhadap si pelaku. Korupsi termasuk perbuatan khianat, bukan mencuri (Isariqah) maka pelaku akan diberi sanksi ta’zir sesuai tingkat kejahatan yang mereka lakukan.

Sistem sanksi ini wajib dilakukan oleh negara agar menimbulkan efek jawabir atau sebagai penebus dosa pelaku di akhirat dan efek zawajir atau sebagai pencegah di masyarakat. Semua mekanisme ini akan berjalan jika ada negara yang menerapkan hukum syariat secara praktis yaitu Daulah Islamiyyah.

Wallahu a’lam Bishshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here