Oleh Endah Sefria, S.E. (Pemerhati Ekonomi)
wacana-edukasi.com, OPINI--Sebentar lagi umat Islam akan menyambut hari kemenangan yakni hari raya Idul Fitri dengan suka cita setelah berpuasa satu bulan penuh, yang membuat lebih bahagia adalah adanya THR yang setiap tahunnya keluar untuk merayakan hari raya. Tunjangan hari raya atau kita sebut THR adalah pendapatan nonupah yang diberikan kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan. Banyak keluarga khususnya muslim yang mengharapkan THRnya keluar. Karena mungkin setahun sekali mereka akan bersuka cita dengan membeli pakaian baru, memasak hidangan lebaran, untuk ongkos mudik, membeli bingkisan untuk keluarga dan sebagainya.
Walaupun seringnya setelah lebaran uang THR pun habis. Konon lagi berdekatan dengan anak-anak masuk sekolah. THR seringnya untuk pendaftaran anak sekolah, membeli baju sekolah, sepatu sekolah, perlengkapan sekolah, dan banyak lagi kebutuhan lainnya. Sehingga yang biasanya gaji hanya pas untuk kebutuhan sehari-hari, dengan adanya THR yang biasanya sebesar satu bulan gaji akan menutupi kebutuhan lebaran dan untuk anak sekolah. Namun, tidaklah semua mendapatkan THR yang diharapkan itu, yang menyedihkan kabar pemerintah memastikan perangkat desa dan honorer tidak mendapatkan THR dan gaji ke-13 tahun 2024 ini (antaranews.com, 14/03/2024).
Terdapat kesenjangan antara ASN, dengan perangkat desa dan honorer. Padahal, kerjanya sama-sama sebagai pengabdi negara, juga gaji dan tunjangan yang didapatkan ASN dengan honorer jauh berbeda. Bahkan, sebagian para honorer mendapatkan gaji yang tidak layak itu setiap tiga bulan sekali. THR diambil dari APBN yang notabenenya adalah uang rakyat. Namun, rakyat kecil nyaris tidak merasakannya. Malah para pejabat yang sudah kaya raya mendapatkan THR yang besar pula dari APBN. Ini logika terbalik.
Sejatinya kenapa sebagian besar masyarakat mengharapkan THR, itu karena mereka berharap setidaknya mereka bisa sedikit sejahtera di hari raya. Berarti di sini tingkat kesejahteraan adalah PR besar pemerintah. Hendaknya APBN hari ini yang pemasukannya sebagian besar dari pajak dan hutang itu diperuntukkan masyarakat demi kesejahteraannya. Namun, sepertinya jauh panggang dari api. Karena memang sistem kapitalisme tidak akan pernah serius memperhatikan tentang kemaslahatan dan kesejahteraan rakyatnya tanpa pandang bulu. Jangankan THR, malah rakyat menengah ke bawah harus dihadapkan pada tingkat inflasi yang tinggi menjelang lebaran dengan harga seluruh kebutuhan pokok yang menjulang tinggi.
Sistem ekonomi kapitalisme memang menciptakan kesenjangan ekonomi yang nyata. Bahkan kesejahteraan itu hanya bisa dinikmati oleh para pejabat dan para oligarki yang menguasai kekayaan alam Indonesia tercinta yang kaya raya. Mimpi bila mengharapkan keadilan dari sistem Kapitalis liberal hari ini. Karena konsepnya memang untuk melayani para kapital atau oligarki saja. Sedangkan “wong cilik” hanya sebagai “penonton” kerakusan mereka.
Islam Menjamin Kesejahteraan
Indahnya bila Allah Tuhan Semesta Alam mengatur segala lini kehidupan kita, termasuk dalam bernegara. Setiap masyarakatnya dijamin kebutuhan pokok maupun sekundernya dan juga memfasilitasi mereka dalam meraih kebutuhan tersier. Jadi yang dijamin dalam Islam adalah kebutuhan setiap individu rakyatnya, bukan hanya pegawai saja. Sehingga tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Pemerintah tidak akan memungut pajak secara permanen dengan dalih kesejahteraan rakyat. Apalagi hutang luar negeri. Sumber-sumber utama penerimaan kas Baitul mal seluruhnya telah digariskan oleh syariah Islam. Paling tidak ada tiga sumber utama, yaitu (a) Sektor kepemilikan individu, seperti: sedekah, hibah, zakat, dsb. (b) Sektor kepemilikan umum, seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan, dsb. dan (c) Sektor kepemilikan negara, seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa’I, ‘usyur, dsb.
Khalifah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos-pos pengeluarannya, dan besaran dana yang harus dialokasikan, dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya, berdasarkan pada ketentuan yang telah digariskan oleh syariah Islam, agar jangan sampai harta itu berputar di kalangan orang-orang kaya saja (QS. Al-Hasyr [59]: 7).
Adapun terkait pegawai negara, Khilafah akan menerapkan syariat Islam terkait pengupahan (ijarah). Allah Swt. berfirman, “Berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath-Thalaq ayat 6).
Para pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan akad yang mereka buat dengan negara. Akad itu mencakup jenis pekerjaan, jam kerja, tempat kerja, juga upah yang disepakati kedua belah pihak yang besarannya berbeda-beda sesuai besarnya tanggung jawab yang diemban. THR memang tidak wajib diberikan kepada para pekerja. Namun, negara menjamin kesejahteraan mereka keseluruhan pada setiap masa, termasuk hari raya. Untuk belanja negara dalam hal gaji para pegawai pemerintah, diambil dari sektor kepemilikan negara. Sedangkan untuk kemaslahatan rakyatnya diambil dari kepemilikan umum.
Bahkan negara akan memberikan secara cuma-cuma apa saja yang menurut negara diperlukan oleh individu rakyat untuk menjaga keseimbangan ekonomi. Karena memang pemasukan APBN negara khilafah sangatlah besar. Ini jauh berbeda dengan APBN konvensional sistem kapitalisme. Bahkan, para oligarki dengan bebas menguasai kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum untuk kantong-kantong pribadi mereka. Kesejahteraan hakiki hanya bisa kita rasakan dalam sistem Islam yang paripurna dalam naungan Khilafah. Kebahagiaan di hari raya dan juga kebahagiaan di sepanjang tahun.
Wallahualam bissawab.
Views: 20
Comment here