Opini

Konsumsi Masyarakat Kian Defensif, Ekonomi Meningkat?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nisa Qomariyah,S.Pd. (Penulis dan Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Ramadan tahun ini diperkirakan tren konsumsi akan meningkat, terutama ditopang pada sektor makanan dan minuman. Data Mandiri Spending Index menunjukkan data masyarakat berbelanja ke supermarket dan ke restoran sudah mencapai lebih dari 40% menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro. Dari aspek konsumsi masyarakat makin defensif, yakni terkonsentrasi belanja pada sektor makanan tutur beliau.

Walau demikian, keuntungan para pengusaha makanan dan minuman kemungkinan akan tergerus papar Andry Asmoro. Hal ini terjadi karena di tengah lonjakan harga pangan menyebabkan mereka harus menjaga daya beli, sebab masyarakat agar tetap mengonsumsi produk makanan yang diproduksi oleh mereka. Apabila daya beli masyarakat turun, maka pendapatan mereka juga akan mengalami penurunan.

Beberapa waktu lalu muncul juga adanya fenomena “mantab”, yaitu ‘makan tabungan’ hanya demi memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu terjadi pada kelompok menengah ke bawah. Pergerakan tabungan pada kelompok tersebut terlihat melambat. Hal ini mengindikasikan bahwa kehidupan masyarakat makin susah, terlebih jika terjadi pendapatan yang menurun dan tidak tetap. Banyak kesenjangan yang terjadi di berbagai sektor. Akankah konsumsi masyarakat akan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi secara utuh?

Pendapatan Mandek, Pembelanjaan Melambung

Ramadan memang benar akan membawa berkah bagi semua kalangan, utamanya bagi para pengusaha dan pembisnis. Pesanan belanja konsumsi semakin melambung, seperti makanan, minuman, pakaian, sepatu, sandal, dan sebagainya pada momen ini terhadap usaha mereka. Melambung nya daya beli masyarakat atau budaya konsumsi yang terjadi akan mempercepat pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Sementara itu, terdapat kelompok masyarakat yang memang terbiasa dengan menerapkan gaya hidup konsumtif di tengah susahnya pendapatan. Ada yang menghabiskan tabungan bukan untuk memenuhi kebutuhan primer, namun untuk membeli barang-barang konsumtif lainnya, seperti belanja kosmetik, skincare, tas, sepatu, pakaian dan lainnya. Meskipun pemasukan mereka sudah cukup, akan tetapi tidak cukup untuk memenuhi tuntutan gaya hidup konsumtif yang mereka lakukan karena ajaran sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme juga membuat masyarakat yang ekonominya dibawah rata-rata terpaksa memakai uang tabungan demi memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dapat diibaratkan besar pasak daripada tiang. Ya begitulah yang terjadi ditengah masyarakat kelompok ekonomi ke bawah. Pemasukan mandek, biaya hidup kian melambung akibat kenaikan berbagai kebutuhan pokok.

Fenomena penurunan rasio tabungan terhadap pendapatan mencerminkan meningkatnya pengeluaran, penurunan pendapatan, atau kombinasi dari keduanya menurut kacamata Arianto Muditomo sebagai Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran. Beliau berkata jika rasio tersebut menurun, maka menunjukkan individu atau masyarakat lebih banyak mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran konsumtif daripada menabung.(Tirto, 26/12/2023).

Kebutuhan konsumsi meningkat dan rasio tabungan yang menurun disebabkan beberapa faktor, diantaranya:

Pertama, kebutuhan hidup meningkat, pendapatan tetap sehingga tidak ada celah untuk dapat menyisihkan pendapatan dalam tabungan. Kedua, kebutuhan hidup meningkat, sedangkan pendapatan menurun. Hal itulah di antara sebab fenomena “mantab” atau makan tabungan menjadi marak beberapa bulan yang lalu. Ketiga, biaya hidup dan gaya hidup tinggi, meski pendapatannya cukup. Menarik tabungan adalah cara jitu untuk memenuhi gaya hidup konsumtif menurut mereka.

Makanya dengan kejadian itu, banyak orang yang terjerat utang-piutang melalui pinjaman online, kripto, arisan berantai, dan sebagainya. Beginilah potret kehidupan masyarakat dalam pusaran sistem kapitalisme. Ada yang kebingungan mencari pendapatan, ada juga yang jor-joran demi memuaskan nafsu belanja konsumsi yang tiada henti. Lantas, apa yang harus dilakukan?

Peran Negara

Dalam sistem kapitalisme, momentum ramadan diajadikan ajang bagi para pengusaha untuk meraup untung sebanyak-banyaknya. Ya momen inilah, masyarakat akan cenderung membelanjakan hartanya untuk memenuhi kebutuhan selama puasa hingga menjelang Hari Raya, seperti belanja bahan pokok makanan, pakaian, sepatu/sandal, kue lebaran, bingkisan Hari Raya, bagi-bagi THR, dan lainnya.

Tetapi, mereka juga harus menghadapi kenyataan yang pahit dan sulit dalam meningkatkan pendapatan di tengah meningkatnya konsumsi tersebut. Semua itu tidak terlepas dari pengaruh gaya hidup konsumtif yang dijajakan ideologi kapitalisme yang tidak ada tanggungjawabnya dalam mengurusi setiap problem yang masyarakat hadapi.

Beda sekali dengan ideologi Islam, boleh berperilaku konsumtif tetapi harus memiliki batas yang sesuai syariat Islam. Islam mengajarkan agar tidak menghambur-hamburkan harta demi memenuhi nafsu atau keinginan belanja. Islam menganjurkan untuk anggaran pada kebutuhan primer diprioritaskan terlebih dahulu serta harus terpenuhinya kewajiban-kewajiban, seperti berzakat dan bersedekah bagi kaum muslim. Jika terdapat kelebihan harta, maka membelanjakan untuk kebutuhan sekunder dan tersier dibolehkan.

Negara memiliki kebijakan yakni menyediakan lapangan kerja yang luas agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara juga akan memberikan pelatihan hingga mereka dapat bekerja bagi yang tidak memiliki keahlian. Selain itu akan menstabilkan harga pangan agar masyarakat tidak terbebani.

Apabila negara mandiri pangan, tidak akan ada yang namanya beras atau bahan pokok lainnya mahal. Negara dapat melakukan swasembada pangan dengan membekali para petani melalui teknologi pertanian mutakhir dan keahlian yang mumpuni. Sehingga anggaran negara tidak terbebani dengan ketergantungan pada impor pangan seperti sistem saat ini.

Jika kekayaan SDA yang ada dikelola dengan baik, negara dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga murah serta pelayanan kesehatan dan pendidikan bisa didapatkan secara gratis. Dengan begitu, beban ekonomi yang dihadapi masyarakat akan berkurang. Semua kebijakan tersebut membutuhkan penerapan sistem Islam secara menyeluruh. Tanpa penerapan menyeluruh, berkah dan rahmat Islam tidak akan bisa dirasakan oleh masyarakat. Waallahu a’lam bishshawab. 

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here