Oleh: Ummu Hanif
wacana-edukasi.com, OPINI— Semakin ke sini, berita tentang remaja sangat menyayat hati. Bagaimana tidak, berita yang ada banyak menyajikan tentang potret buruk kehidupan remaja. Remaja adalah generasi yang diharapkan oleh bangsa sebagai estafet membangun peradaban bangsa, justru sudah banyak kesandung masalah. Mirisnya, hal ini dilakukan remaja yang masih duduk dibangku sekolah.
Dilansir dari Bangkapos.com, Sabtu16/03/2024, bahwa dalam semalam 3 lokasi perang sarung antara remaja terjadi di Pangkalpinang. Lokasi perang sarung pertama terjadi di Jalan Gandaria 2, Kelurahan Kacangpedang, Pangkalpinang. Kemudian lokasi kedua perang sarung terjadi di Kelurahan Bukit Besar, sedangkan yang ketiga terjadi di Jembatan Jerambah Gantung. Mirisnya pelaku perang sarung tersebut mayoritas dilakukan oleh pelajar SMP hingga SMA.
Aksi perang sarung sesama pelajar juga terjadi di Kabupaten Bekasi. Satu orang tewas dalam tawuran ‘perang sarung’ yang terjadi di jalan arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Tawuran perang sarung itu terjadi sekitar pukul 00.30 WIB, Jumat (15/3). Salah satu korban tewas berinisial AA, pelajar berumur 17 tahun. Kapolsek Cikarang Barat Kompol Gurnald Patiran mengatakan aksi tawuran ‘perang sarung’ itu bermula dari ajakan korban melalui pesan WhatsApp (CNN Indonesia.com, 16/03/2024).
Tidak hanya aksi perang, tindakan kriminal seperti perilaku keji pemerkosaan terhadap seorang siswi SMP juga terjadi di Lampung. Enam dari total 10 pelaku sudah diamankan pihak kepolisian. Mirisnya, tiga dari enam orang pelaku yang sudah ditangkap polisi atas kasus pemerkosaan siswi SMP di Lampung ini masih memiliki usia di bawah umur (Tvonenews.com, 29/03/2024).
Dua kasus di atas jelas menambah deretan panjang bukti bobroknya generasi di bawah asuhan sistem sekuler kapitalis yang diemban oleh negeri ini. Kondisi generasi dengan tindakan kriminal, sadis, dan bengis sudah tidak bisa dianggap sepele. Hal ini seharusnya menjadi alarm peringatan bagi masyarakat dan negara, terutama dunia pendidikan.
Maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan mencerminkan rusaknya generasi. Sistem sekuler kapitalis harus bertanggungjawab atas kerusakan generasi. Sistem inilah yang menjauhkan generasi dari agama. Agama dijauhkan dari kehidupan, dan dipaksa memakai aturan buatan manusia. Aturan manusia diagungkan, sementara aturan Tuhan Sang Pencipta diasingkan. Inilah karakter sistem sekuler kapitalis, wajar kerusakan para remaja tak luput dari akibat diterapkannya sistem ini. Mereka dibelokkan kepada kemaksiatan dan tujuan hidup yang sebenarnya hanya untuk sekadar eksis semata.
Di sisi lain, menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas. Pendidikan dengan kurikulum yang bergonta-ganti, ternyata juga tidak memberikan perubahan positif bagi para pelajar. Justru, para pelajar dibuat jenuh dengan tugas tugas yang banyak. Kurikulum yang berasaskan sekularisme telah memberikan output pendidikan generasi amoral. Meskipun sudah ada sekolah yang berbasis agama (Islam), faktanya tidak mampu menghalau rusaknya generasi.
Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi. Masyarakat yang berfungsi sebagai pengontrol, dalam sistem ini cenderung menormalisasi perilaku yang sebenarnya bertentangan dengan syariat Islam. Seperti budaya pacaran, hedonis, pergaulan bebas, dan hidup liberal. Gaya hidup dan pemikiran ala barat layaknya virus yang sedang menjangkiti generasi saat ini.
Di tengah gempuran maraknya tayangan dengan konten kekerasan dan seksusal, hal ini menambah deretan faktor rusaknya remaja. Negara yang mempunyai kuasa untuk memblokir konten dan tayangan negatif, justru tak menjalankannya. Negara telah membiarkan rangsangan negatif disuntikkan ke generasi secara terus-menerus. Apa yang terjadi hari ini adalah buah dari negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalis.
Sebagai kaum muslim, tentu kita tak boleh acuh terhadap problem generasi. Agama adalah nasihat, sudah sepatutnya kita mencari solusi. Islam adalah agama sempurna, Islam tidak hanya mengatur ranah ibadah saja. Namun, Islam mengatur semua aspek kehidupan. Islam memiliki sistem yang kuat karena berasaskan pada akidah islam. Akidah melahirkan aturan yang berasal dari Sang Khalik. Hal ini telah terbukti membawa manusia hidup sesuai dengan jalur yang lurus sebagaimana hakikat penciptaan, yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt.
Sistem pendidikan Islam menggunakan metode talkiyan fikriyan akan mampu mencetak generasi yang beriman dan bertakwa. Dengan fikroh Islam yang diajarkan melalui pembinaan terus menerus, akan terbentuk pemikiran islami pada diri mereka. Pemikiran inilah yang akan mempengaruhi perasaan dan perbuatan mereka. Modal pemikiran yang kuat berasal dari akidah akan menjadikan mereka senantiasa berhati-hati dalam beraktivitas. Hal ini akan melahirkan generasi berkepribadian Islam. Sayangnya, hal tersebut bisa dicapai hanya dengan penerapan sistem Islam dalam semua aspek kehidupan. Maka, upaya untuk mewujudkannya tidak lain dengan mendakwahkan penerapan Islam kaffah. Islam menghantarkan generasi saat ini mengetahui hakikat kehidupan mereka dan menjadi manusia mulia.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ
“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran: 110).
Wallaahu’alam bish-shawwab.
Views: 36
Comment here