wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Setelah beberapa hari Pontianak tidak diguyur hujan, terasa sekali kabut asap mulai menyelimuti. Ditambah sejumlah daerah di Kalbar sedang terjadi Karhutla. Tentu resiko gangguan kesehatan tak bisa terhindarkan Iritasi selaput lendir, seperti mata, hidung, tenggorokan, Sakit kepala, Mual, Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), Terganggunya kesehatan paru-paru dan jantung serta terganggunya jarak pandang pengendara.
Sebagaimana yang tampak di berita bahwa kapal patroli cepat KRI Siribua-859 berlayar di Sungai Kapuas yang diselimuti kabut asap di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (21/3/2024). BMKG Kalbar menyebutkan berdasarkan pantauan sensor VIIRS dan MODIS pada satelit polar per 20 Maret menunjukkan adanya 92 titik panas dari kebakaran hutan/lahan yang tersebar di Kalimantan Barat yaitu antara lain Kubu Raya, Sambas, Sanggau, Ketapang, Bengkayang dan Landak.
Anggota DPRD Kota Pontianak, Husin menyampaikan beberapa poin yang harus dilakukan pada Prabencana yakni sosialisasi tentang bencana karhutla kepada warga, pemasangan spanduk imbauan dilarang membakar, patroli lokasi rawan karhutla, dan Koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Dan kemudian pada saat bencana harus segera dilakukan pemadaman titik lokasi yang terbakar, dan koordinasi dengan damkar swasta. Menurutnya memang kurang tegas tindakan kepada warga yang menyebabkan sering terjadi kebakaran terutama di sekitar perbatasan kota pontianak (https://www.antaranews.com 21/03/2024).
Tak terkira juga kerugian yang dideteksi pada lokasi Karhutla. Dampaknya bisa meningkatnya potensi bencana alam, dengan terganggunya ekologi hutan akibat kebakaran akan meningkatkan potensi beberapa bencana alam lain seperti longsor, banjir hingga kekeringan. Hilangnya beberapa spesies akibat terbakarnya berbagai spesies endemik flora maupun fauna.
Selama ini mitigasi bencana dinilai sangat lemah. Potensi cuaca ekstrem pada peralihan musim harus diantisipasi dengan meningkatkan pengembangan mitigasi bencana yang mudah dipahami masyarakat luas. Baik dari sisi regulasi, kapasitas SDM, sarana dan prasarana peralatan dan kerja sama atau kolaborasi.
Permasalahan karhutla bukanlah persoalan teknis semata, tetapi sudah sistemis. Karhutla merupakan salah satu dampak kapitalisasi hutan atas nama konsesi. Izin konsesi hutan faktor utama karhutla terus terjadi. Pembukaan lahan gambut, termasuk deforestasi, juga masih terus berlangsung demi kepentingan bisnis kaum kapitalis.
UU yang berlaku membolehkan korporasi membakar hutan dan lahan meski dengan ketentuan dan syarat tertentu. Negara melegalisasi eksploitasi dan pemanfaatan hutan sehingga mendegradasi fungsi hutan menjadi ladang bisnis korporasi, padahal peran negara adalah memenuhi kebutuhan rakyat, tidak terkecuali menjaga mereka dari bahaya kebakaran hutan dan dampaknya.
Nabi saw., bersabda, “Manusia berserikat dalam kepemilikan atas tiga hal yakni, air, padang gembalaan, dan api.” (HR Imam Ahmad). Hadis ini memang tidak menyebutkan secara eksplisit tentang hutan, tetapi syariat tidak membatasi pada tiga aspek tersebut. Hutan adalah kepemilikan umum yang berarti tidak boleh dikuasai individu.
Islam memerintahkan kepemilikan umum ini hanya boleh dikelola negara dan hasilnya menjadi hak rakyat untuk memanfaatkannya. Negara tidak boleh memberikan kewenangan pengelolaan kepada swasta, tetapi negara boleh mempekerjakan swasta untuk mengelola hutan. Akad yang berlaku ialah akad kerja, bukan kontrak karya.***
Yeni
Pontianak-Kalbar
Views: 3
Comment here