Oleh : Nur Octafian Nalbiah L. S.Tr. Gz.
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) seakan tak ada habisnya, bak sebuah pepatah “mati satu tumbuh seribu”. Setiap harinya ada saja kasus terkait KDRT di wartakan melalui media sosial ataupun media massa.
Salah satunya seperti yang di kutip dari laman (Kompas[dot] com, 22/3/24) seorang istri berinisial RFB mengalami KDRT yang dilakukan oleh suaminya seorang mantan Perwira Brimob berinisial MRF. RFB telah mengalami KDRT berulang kali oleh suaminya sejak 2020 dan kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat. RFB diketahui mengalami luka fisik hingga psikologis. Bahkan akibat KDRT tersebuat korban mengalami pendarahan hingga keguguran pada usia kandungan 4 bulan.
Kasus serupa juga terjadi di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumut, seorang menantu laki-laki bernama Joni Sing (49 tahun) tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya. (Kumparannews 22/3/24)
Kasus diatas hanya beberapa dari banyaknya kasus KDRT yang tidak terekspos. Maraknya kasus KDRT menunjukkan betapa rapuhnya ketahanan keluarga, salah satunya karena fungsi perlindungan tidak terwujud. Hal ini sungguh membuat miris, KDRT bukanlah hal yang sepele, mengingat tindak KDRT yang terjadi untuk beberapa kasus berujung pada hilangnya nyawa.
Padahal regulasi yang di buat dan di sahkan di negeri ini sudah banyak, contohnya undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU-PKDRT) yang sudah skitar 20 tahun di sahkan dan di klaim mampu memangkas kasus KDRT, namun faktanya belum juga memberikan efek yang signifikan, hal ini makin diperparah dengan sistem sekularisme yang dianut saat ini yang menjadikan agama tersekat dari kehidupan.
Kehidupan sekuler kapitalistik yang menjunjung tinggi kebebasan, menjadikan manusia hidup tanpa aturan yang jelas, sehingga interaksi antara laki-laki dan perempuan serba bebas. Sistem ini yang mengubah cara pandang manusia yang implikasinya adalah sikap dan pandangan setiap individu terhadap hubungan keluarga berubah drastis. Belum lagi sistem ini telah melahirkan dan merawat kerusakan sistemik seperti kemiskinan, sehingga makin memperburuk kondisi masyarakat.
Tak heran sistem ini telah merusak fungsi keluarga sebagai pelindung yang penuh kasih sayang.
Jauh berbeda dengan sistem Islam dimana aturan yang digunakan di ambil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang memiliki seperangkat aturan baku dan rinci terkait keluarga. Maka penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan jelas mampu mewujudkan fungsi keluarga secara utuh.
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dengan perbedaan peran antara keduanya dalam rumah tangga, hal ini merupakan wujud harmonisasi dan sinergi antara laki-laki dan perempuan dalam memainkan peran masing-masing sesuai fitrah beserta potensi yang diberikan Allah kepada hambanya.
Islam memandang wanita sangat mulia, Allah menjadikan wanita seorang ibu dengan fitrah kasih sayangnya dan kelembutannya sebagai sebuah kehormatan tertinggi baginya. Sedang laki-laki Allah tegaskan ia sebagai pemimpin dalam keluarga yang akan menjamin dan menjadi benteng bagi keluarganya, tetapi seorang laki-laki tidak dibiarkan mengklaim dirinya memiliki derajat lebih tinggi dibanding perempuan, kecuali ia mengungguli nya dalam segi ketakwaan.
Islam juga melarang keras laki-laki yang bersikap otoriter. Dalam Islam negara berkewajiban menjaga agama rakyatnya supaya tetap dalam aqidah Islam dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan menerapkan sistem pergaulan dan sosial di tengah masyarakat. Disamping itu juga Islam menjadikan negara sebagai pelindung, pengayom, dan pengatur urusan umat. Dimana negara berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pokok umatnya, baik kebutuhan sandang, pangan, papan, dengan penerapan sistem ekonomi Islam.
Selain itu kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, keamanan mudah di akses. Negara yang menerapkan sistem Islam akan menutup rapat pintu-pintu yang memicu tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Jika masih ada pelanggaran negara akan menegakkan sistem sanksi sesuai syariat Islam. Dan hanya negara Islam yang menerapkan sistem Islamlah yang mampu mewujudkan fungsi keluarga secara utuh.
Wallahu a’lam bishowab[]
Views: 7
Comment here