Opini

Mahasiswa Magang Berujung Malang, di Mana Tanggung Jawab Negara?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Alfiah, S.Si

wacana-edukasi.com, OPINI--Baru-baru ini dunia perguruan tinggi dihebohkan dengan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ironisnya yang menjadi korbannya adalah 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia. Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirim mahasiswa magang ke Jerman melalui program ferienjob. Bareskrim sendiri telah menetapkan lima tersangka, termasuk guru besar salah satu kampus di kota Medan. (news.detik.com, 22/03/2024)

Kasus ini tentunya menjadi catatan hitam dunia pendidikan di Indonesia terkhusus perguruan tinggi. Kampus yang harusnya menjadi tempat para intelektual dan pencetak generasi pemimpin masa depan tak lebih menjadi mesin pencetak buruh kasar di pabrik-pabrik kapital. Betapa tidak mampunya kampus mencegah malpraktik perdagangan mahasiswa di luar negeri. Padahal mahasiswa magang dipekerjakan secara ilegal dan dieksploitasi. Iming-iming akan mendapatkan sertifikat kerja dan mudahnya mendapatkan pekerjaan nyatanya jauh panggang dari api. Apakah tak ada perusahaan dalam negeri yang mau menerima magang mahasiswa sampai harus keluar negeri?

Terkuaknya kasus ini menunjukan betapa rapuh dan gagalnya kampus mencetak generasi yang berilmu dan pemimpin masa depan. Semata job oriented hanya akan menjadikan mahasiswa menjadi buruh di pasar global. Padahal filosofi dari magang adalah transfer knowledge atau transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan praktek magang saat ini nyatanya sudah keluar dari konsepnya menjadi mempekerjakan pekerja dengan gaji yang lebih rendah tetapi waktu kerjanya penuh dan eksploitatif.

Mahasiswa menjadi korban TPPO jelas akan mengalami masalah secara fisik dan psikis. Selama program magang mereka dipekerjakan secara non prosedural. Mereka bahkan mengalami pemecatan sepihak dan berulang-ulang, pemotongan gaji, jam kerja yang tidak manusiawi dan melakukan pekerjaan kasar yang tak sesuai dengan bidang keilmuan. (kompas.com, 26/03/2024)

Apalagi mahasiswa korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) rawan diintimidasi. Untuk itulah mereka mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kasus ini cukup massif dan melibatkan banyak pihak yang berpotensi melakukan intervensi dan intimidasi kepada para korban. Seperti salah satu korban, RM (mahasiswa Universitas Jambi) mengatakan bahwa dia masih ada utang di agensi PT SHB, yang memberikan dana talangan pembelian tiket PP Indonesia -Jerman. Ia mengaku terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pemotongan gaji. Akibat kasus ini, ia tak hanya dirugikan secara materi tapi juga psikis. Untuk itulah ia meminta perlindungan dari LPSK dan membutuhkan restitusi dari negara, ganti rugi untuk memulihkan hak-hak sebagai korban. (tempo co, 09/04/2024)

Negara dalam hal ini Kementerian Pendidikan tidak boleh tinggal diam atau saling melemparkan masalah. Harus ada solusi fundamental dan jangka panjang agar kasus ini tidak terulang lagi. Lembaga perguruan tinggi harus dikembalikan kepada fungsinya yaitu melahirkan sekumpulan politikus, para pakar ilmu pengetahuan, dan orang-orang yang mampu memberikan pengajaran dan ide-ide yang ditujuyuntuk mengurus kemaslahatan hidup umat dan penyusunan rencana jangka panjang (strategis) yang diperlukan negara dalam melayani kemaslahatan tersebut.

Tujuan Pendidikan Tinggi dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna sampai- sampai terkait pendidikan tinggi juga diatur. Yang paling utama tujuan pendidikan tinggi adalah membentuk kepribadian Islam secara intensif pada diri mahasiswa perguruan tinggi. Peningkatan kualitas kepribadian ini ditujukan agar mahasiswa bisa menjadi pemimpin dalam memantau permasalahan-permasalahan krusial pada umat; termasuk kemampuan mengatasinya.

Pendidikan tsaqofah Islam yang berkelanjutan juga akan diajarkan di semua jurusan di perguruan tinggi. Ini sebagai tambahan pendalaman dan pengkhususan dalam pendidikan tsaqofah Islam dengan seluruh cabang-cabangnya, seperti fiqih, hadits, tafsir, Ushul fiqh, dan lain-lain. Negara tentunya memerlukan para ulama, para Mujtahid, para pemimpin, para pemikir, para Qadhi (hakim), para ahli fiqih, ahli militer dan lain-lain, maka perguruan tinggilah gudangnya.
Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kalian bertanya kepadaku tentang keburukan, dan bertanyalah kepadaku tentang kebaikan. Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau berkata :”Ketahuilah sesungguhnya seburuk-buruknya keburukan adalah buruknya ulama, dan sebaik-baiknya kebaikan adalah baiknya ulama”. (HR ad Darimi dalam kitab al-Muqoddimah)

Perguruan tinggi dalam Islam dituntut untuk melahirkan para peneliti yang kompeten dalam ilmu dan praktek, untuk menciptakan berbagai sarana dan teknik yang terus berkembang di bidang pertanian, pengairan, keamanan, dan kemaslahatan hidup lainnya, sepanjang hal itu memungkinkan umat untuk senantiasa memiliki kendali atas urusannya sendiri. Oleh karena itu hendaknya dijauhkan agar tidak jatuh di bawah pengaruh negara-negara kafir. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan (menguasai) orang-orang beriman.” (TQS. An Nisa : 141)

Walhasil tanggung jawab perguruan tinggi amat besar untuk kemaslahatan rakyat dan negara. Tak sekedar agar mahasiswa mendapatkan pekerjaan yang layak namun mampu menyelesaikan masalah- masalah umat dan negara. Kalaulah mahasiswa saja sudah dibuat ruwet dengan persoalan pribadinya bagaimana mungkin mereka akan mampu menyelesaikan masalah umat dan negara. Sudah saatnya negeri ini kembali kepada sistem pendidikan Islam dalam bingkai Khilafah (Negara Islam). Wallahu a’lam bi ash shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here