wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Momentum lebaran yang biasanya identik dengan perayaan hari raya Idulfitri. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, biasanya kaum Muslim merayakan lebaran. Namun, momentum Idulfitri ternyata menjadi momen obral remisi (pengurangan masa hukuman) untuk para narapidana (napi).
Sebagaimana terjadi pada 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus Idulfitri. Sebanyak 14 orang di antaranya langsung bebas. Warga binaan yang menerima remisi terdiri dari Remisi Khusus (RK) I dan RK II. Secara rinci, terdapat 5.917 warga binaan yang dapat RK I dan 14 warga binaan yang mendapatkan RK II ataupun langsung bebas, (CNNIndonesia.com, 11/4/24).
Tak hanya terjadi di Sulsel, sebanyak 16.336 narapidana di Jawa Barat mendapat remisi Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah, dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), pada Rabu (10/4). Bahkan, Terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP Setya Novanto kembali mendapatkan remisi khusus Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah alias remisi Lebaran. Eks Ketua DPR RI itu mendapatkan diskon masa tahanan bersama 240 narapidana korupsi lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.
Sungguh, remisi bagi para napi menunjukkan bahwa sanksi hukum di negeri ini tidak menjerakan. Kejahatan semakin merajalela, namun sanksi yang diberikan tidak membuat efek jera. Setelah dipenjara, momentum tertentu digunakan untuk memotong masa tahanan mereka.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah adanya remisi bagi pelaku korupsi. “Perampok” uang rakyat itu malah diberikan remisi tiap tahun. Wajar bila kasus korupsi tak pernah berhenti, karena sanksi tak seberat apa yang mereka miliki. Yang terbaru, korupsi pertambangan timah senilai 271 Triliun.
Oleh karena itu, pemberian remisi pada pelaku korupsi agaknya bukan tindakan tepat. Mengingat, korupsi adalah kejahatan luar biasa, yakni mengambil hak manusia. Ketidaktegasan ini justru berakibat akan munculnya kasus-kasus serupa. Sudah selayaknya pelaku kejahatan diberikan hukuman yang sebenar-benarnya.
Demikianlah Islam mensyariatkan bahwa sistem sanksi dalam Islam memenuhi dua aspek, yakni jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus) dosa. Pencegahan ini adalah agar mencegah kemaksiatan yang sama terjadi lagi.
Allah Swt. berfirman, وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan dalam hukuman kisas itu terdapat kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang mempunyai pikiran agar kalian bertakwa.”(QS Al-Baqarah: 179)
Di dalam Islam, tidak ada toleransi sedikit pun bagi pelaku korupsi. Hukuman korupsi di dalam Islam bisa berupa peringatan, penyitaan harta, pewartaan, cambuk hingga hukuman mati. Sanksi yang berlaku sesuai kadar korupsinya. Dengan ini, pelaku kejahatan akan terminimalisir.
Ismawati
Palembang, Sumatera Selatan
Views: 8
Comment here