Oleh: Lulu Nugroho
wacana-edukasi.com, OPINI-– Sebanyak 5,5 juta anak di Indonesia menjadi korban pornografi. Jumlah ini mencakup anak dalam jenjang SD, SMP, SMA bahkan PAUD dan disabilitas. Fakta ini sangat mengerikan. Bagaimana bisa, anak-anak yang mutlak berada dalam perlindungan kita, malah terancam bahaya. Mirisnya lagi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto melanjutkan, “Dan pelakunya adalah justru orang yang dikenal atau orang dekat.”
Berdasarkan data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), konten kasus pornografi anak Indonesia selama 4 tahun mencapai 5.566.015 kasus. Jumlah ini merupakan yang terbanyak ke-4 di dunia dan ke-2 di region ASEAN. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan, tapi perlu segera melakukan langkah-langkah antisipasi.
Pemerintah sendiri akan membentuk Satgas Penanganan Pornografi untuk melakukan langkah penanganan secara sinergi mulai dari tahap pencegahan, penanganan, penegakan hukum, dan pasca-kejadian. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga menyiapkan beberapa langkah sebagai cara untuk menghapuskan eksistensi pornografi anak di ruang digital.
Hal tersebut tentu patut mendapat apresiasi, sebab perlindungan terhadap anak-anak bangsa harus dilakukan sesegera mungkin dengan penanganan sistemis. Pun tak cukup hanya menangkapi pelaku kejahatan, tanpa membasmi akar masalahnya. Sebab pada faktanya, kasus ini telah terjadi sejak lama, dan belum menampakkan hasil yang signifikan. Bahkan bisa jadi malah muncul pelaku-pelaku baru dengan modus yang beraneka ragam.
Inilah kelemahan sekularisme. Dengan kebebasan berekspresinya, membuat manusia merasa boleh berbuat semaunya tanpa mengindahkan nilai-nilai agama. Bahkan mengumbar syahwat hingga menjerumuskan anak-anak, yang sejatinya mereka dipersiapkan sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpinan.
Sekularisme membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Beredarnya pornografi dan pornoaksi di dunia maya, pun diikuti dengan fakta yang terjadi di dunia nyata. Demi cuan, produksi konten porno akan terus dilakukan, selama ada permintaan.
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa produksi pornografi termasuk shadow economy yaitu transaksi ekonomi yang dianggap ilegal, baik karena barang atau jasa yang diperdagangkan melanggar hukum, atau karena transaksi tidak memenuhi persyaratan pelaporan pemerintah (Investopedia). Namun selama mendatangkan profit, maka akan dibiarkan, atau bahkan terus dipelihara.
Di sisi lain, sistem hari ini tidak mampu menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan (termasuk kejahatan seksual) tidak merajalela di masyarakat. Padahal negara sangat mampu memberangus kerusakan dan menciptakan lingkungan yang baik dan kondusif bagi masyarakat.
Termasuk peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, tidak menyentuh akar persoalan. Begitu pula dengan sistem sanksi, tidak menimbulkan efek jera. Maka sekularisme tidak layak digunakan sebagai pengatur urusan kehidupan, dan perlu diganti dengan sistem kehidupan yang sahih, yang lahir dari Sang Pencipta yang Maha Mengatur.
Pornografi dalam Pandangan Islam
Islam memandang pornografi adalah kemaksiatan, yaitu kejahatan yang harus dihentikan. Termasuk industri maksiat, jelas haram hukumnya, meskipun mendatangkan banyak uang dan mendongkrak perekonomian negara. Sumber-sumber pemasukan negara telah diatur oleh Asy-Syari’ dan perlu kita imani sebagai kewajiban yang mengikat kita.
Islam pun memiliki mekanisme untuk memberantas kemaksiatan melalui sistem sanksi yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir). Alhasil persanksian bersifat tegas dan mampu memberantas pelanggaran terhadap hukum Allah, secara tuntas.
Sementara itu, anak-anak juga perlu mendapat penjagaan, agar mereka tumbuh dan berkembang dengan baik didukung dengan sistem penunjang (support system) yang tepat, mulai dari keluarga, masyarakat, sampai ke level negara.
Mereka perlu mendapatkan pengasuhan yang baik dari orang tua yang memiliki keimanan dan keilmuan yang tepat. Termasuk lingkungan masyarakat yang kondusif yang senantiasa menciptakan suasana keimanan. Kondisi ini sangat ideal bagi tumbuh kembang anak.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,
أدب ابنك فإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته وهو مسؤول عن برك وطواعيته لك
“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.” (Tuhfah al Maudud hal. 123)
Negara pun tak luput berperan maksimal, mengerahkan segenap daya dan pengaruhnya untuk melahirkan generasi pemimpin. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menegakkan aturan Allah SWT secara menyeluruh. Sebab sejatinya, melalui penerapan Islam kaffah akan melahirkan rahmatan lil a’lamin.
Maka dari sini jelas, negara tidak hanya memperbaiki konten apa yang layak beredar di tengah masyarakat, tetapi juga wajib menciptakan kehidupan Islam, serta menerapkan seluruh syariat Allah SWT sebagai tanda ketundukan kita terhadap Al-Mudabbir .
Inilah yang akan menjaga anak-anak, dan melindungi mereka dari berbagai mara bahaya, serta mempersiapkan mereka menjadi pemimpin-pemimpin besar, yang beriman, berilmu, menguasai permasalahan umat, dan mampu menyelesaikannya dengan baik. Hanya Islam yang mampu membentuk generasi emas, yang akan mengantarkan umat pada peradaban gemilang. Allahumma ahyanaa bil Islam.
Views: 68
Comment here