Surat Pembaca

Berharap Pemimpin Adil dalam Demokrasi, Mungkinkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Alfiah, S.Si.

wacana-edukasi com, SURAT PEMBACA-– Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya telah memberikan keputusan hasil dari sengketa Pilpres. Institusi yang menjadi harapan terakhir bagi rakyat yang mendambakan keadilan justru memiberiksn keputusan yang melukai rasa keadilan. Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata menolak seluruh gugatan pihak Capres-Cawapres 01 (Anies-Muhaimin) dan 03 (Ganjar-Mahfud MD) atas dugaan kecurangan TSM (Terstruktur, Sistematis dan Massif) dalam Pilpres 2024. Jadilah keputusan MK ini melegitimasi kemenangan Pihak Capres-Cawapres 02 (Prabowo-Gibran)

Koalisi perubahan akhirnya bubar. Surya Paloh (pimpinan Nasdem) akhirnya merapat ke Prabowo Subianto. Padahal sebelumnya ia mendukung Capres-cawapres 01 (Anies-Muhaimin). Muhaimin Iskandar pun sudah memberi sinyal merapat ke Prabowo Subianto. Meski sampai saat ini belum tahu kejelasannya. PKS pun demikian. Jadilah Anies Baswedan ditinggal sendirian pasca kekalahan dalam Sidang Sengketa Pilpres. Bisa jadi sudah ada deal-deal politik untuk memberikan hiburan terhadap Anies Baswedan dalam kepemimpinan mendatang.

Perlu dipahami bahwa kecurangan dalam setiap pemilihan kepala negara atau kepala daerah adalah watak asli dalam sistem demokrasi-kapitalis. Politik demokrasi ditegakkan atas asas sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan masyarakat). Ini adalah bentuk kecurangan yang paling mendasar. Pasalnya, demokrasi mengakui keberadaan Tuhan (agama), tetapi menolak otoritas Tuhan (agama) dalam mengatur kehidupan manusia. Ini jelas curang.

Sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan) bertolak belakang dengan prinsip ajaran Islam. Islam melarang segala bentuk kecurangan. Jika untuk mengawali kepemimpinan diawali dengan cara-cara curang, maka bagaimana bisa rakyat percaya terhadap kepemimpinan kedepannya? Padahal menjadi pemimpin adalah amanah. Dan setiap amanah kelak akan dimintai pertanggungjawabannya

Apatah lagi memimpin sebuah negara yang pertanggungjawabannya cukup berat, tak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Memimpin sebuah negara bukanlah perkara yang mudah sehingga tidak semua orang layak dan mampu memimpin negara dan mengurusi urusan umat. Karena itulah ketika Khalifah Umar bin Khattab ra. diminta agar anaknya kelak yang menggantikan sepeninggal beliau, Umar menolak keras. Ia lebih suka anaknya hanya menjadi pedagang atau petani.

Dalam sistem demokrasi, kecurangan tidak hanya dari sisi asas tetapi juga dalam hal kedaulatan dan kekuasaan. Dalam sistem demokrasi diteorikan bahwa kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan rakyat. Namun kenyataanya kedaulatan dan kekuasaan ada pada segelintir orang yaitu para oligarki dan korporasi. Demokrasi yang mengklaim berpihak pada kepentingan rakyat, faktanya hanya berpihak pada kepentingan segelintir pemilik modal.

Berharap keadilan dalam sistem demokrasi kapitalis adalah ibarat pungguk merindukan bulan. Harapan hanya ada pada Islam. Islam tak hanya agama tetapi juga sistem kehidupan yang adil. Islam datang dari Tuhan yang Maha Adil, Allah SWT. Sementara demokrasi datang dari benak manusia yang lemah, terbatas dan serba kurang.

Seorang mukmin yang bertakwa justru akan takut diberi amanah kepemimpinan. Apalagi jika sistem yang diterapkan bukan Islam. Tentu tak akan ada harapan untuk bisa mewujudkan keadilan. Mukmin yang bertakwa, jika diberi amanah kepemimpinan akan khawatir tidak dapat berlaku adil. Ia takut akan nersikap zalim terhadap yang ia pimpin. Ia sama sekali tidak haus akan kepemimpinan apalagi meminta agar ia diberi amanah kepemimpinan. Padahal bisa jadi dialah yang paling layak untuk memimpin.

Tetapi bagi orang-orang yang haus akan jabatan dan kehidupan dunia justru berharap amanah kepemimpinan ada padanya. Bahkan orang yang haus akan kepemimpinan akan berusaha sekuat tenaga dan segenap kemampuan bagaimana agar amanah kepemimpinan berada di tangannya meski harus menghalalkan segala macam cara. Meski harus melakukan cara-cara curang dan penipuan. Sehingga wajar pada saat ia berhasil duduk dan berkuasa maka ia akan terus berlaku curang dan menipu demi menutupi kecurangan-kecurangan yang telah ia lakukan sebelumnya. Nauzubillahi min dzalik.

Padahal pemimpin yang curang telah mendapatkan ancaman melalui sabda Rasulullah SAW: ” Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga atasnya.” (Mutafaq alaihi)

Semoga kita dijauhkan dari pemimpin yang curang. Saatnya kita berjuang dan bersungguh-sungguh mewujudkan sistem Islam agar keadilan dan kesejahteraan terwujud. Wallahu a’lam bi ash shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here