Oleh : Uswatun Hasanah, S.Pd.
wacana-edukasi.com, OPINI– Dunia saat ini menjadikan ekonomi sebagai titik ukur kemajuan suatu negara. Seolah jika negara memiliki pendapatan tinggi serta gedung-gedung pencakar langit yang berbaris maka ia layak disebut negara yang berkemajuan. Padahal kemajuan ekonomi adalah buah dari penerapan sistem yang benar dan adil tanpa ada campur tangan sistem yang zalim. Perempuan lah yang menjadi sasaran utama untuk mewujudkan kesejahteraan. Perempuan akan dihargai jika mampu menghasilkan uang dengan stempel sebagai wanita karir.
Dunia pariwisata menjadi incaran keterlibatan perempuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender dan mensejahterakan ekonomi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 sebesar 5,11% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy). Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan tetap kuat dalam kisaran 4,7-5,5% (yoy) didukung oleh permintaan domestik, terutama dari berlanjutnya pertumbuhan konsumsi dan investasi bangunan sejalan dengan berlanjutnya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Harus selalu kita ingat, bahwa kapitalisme hanya hidup demi kepentingan materi semata bagi sekelompok orang tanpa melihat bagaimana cara mendapatkanya. Penerapanya jauh dari keadilan, yang ada hanyalah kezaliman.
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal). Dimana segala bentuk kekayaan bisa dimiliki asalkan seseorang punya modal. Sederhananya, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi dan pertukaran dimana barang yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh sang pemilik modal untuk meraup keuntungan. Kebebasan individu merupakan tiang utama bagi kapitalisme, karena dengan kebebasan itu pula individu dapat melakukan segalanya mulai dari berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya. Alhasil kekayaan hanya akan dinikmati oleh sekelompok orang sedangkan kemiskinan semakin menggerogoti mereka yang tidak memiliki modal. Hal tersebut tentu akan membuat sifat individualis tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. Akan ada kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya, akan ada ketidakseimbangan antara kelas atas dan kelas bawah sehingga membuat mereka harus berjuang mempertahankan status sosial di tengah-tengah masyarakat. Padahal Allah swt. berfirman dalam Quran Surat Al-Ma’un وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ المِسْكِيْنِ “Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin”
Ayat tersebut menjelaskan tentang celakanya orang-orang yang tidak mau memberikan bantuan kepada orang miskin yang ada mereka berbuat riya dalam shalatnya bahkan menghardik anak yatim. Maka tiada lain itulah ancaman Allah bagi orang-orang yang individualisme.
Bagi perempuan yang dia tidak memiliki wali yang bisa menafkahinya atau ia sebenarnya memiliki orang yang bertanggung jawab menafkahinya namun yang dibebankan tanggung jawab tak mampu melakukanya dikarenakan sulitnya mendapati pekerjaan tetap bagi laki-laki, lagi-lagi akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang membuat masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan atau tidak memiliki modal untuk membangun usaha padahal ini menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan modal bagi siapapun yang ingin membangun usaha tapi tidak memiliki modal. Ditambah tuntutan hidup seakan tak ada habisnya dikarenakan banyak sekali biaya-biaya yang harus terpenuhi demi keberlangsungan hidup baik itu untuk pribadinya maupun untuk keluarganya. Hal ini tentu menimbulkan problem dan keresahan bagi perempuan apalagi seorang ibu dimana ada anak yang harus dia penuhi hidupnya. Akhirnya keadaan seperti itu membuat para perempuan terpaksa banting tulang meski hanya demi sesuap nasi.
Menjadikan perempuan sebagai alat penguatan ekonomi dengan dalih pemberdayaan perempuan hanya akan menjauhkan perempuan dari fitrah dan perannya sebagai seorang ibu yang seharusnya mendidik anak-anaknya dengan baik.
Kita tak bisa menutup mata dari kasus-kasus kriminal yang kebanyakan terjadi pada kaum remaja saat ini, itu tiada lain diakibatkan karena banyaknya remaja yang kehilangan peran ibu di rumahnya. Allah swt. telah menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai dengan kemampuan dan fitrahnya masing-masing.
Jika laki-laki Allah ciptakan sebagai pemimpin bagi wanita, ia memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan perempuan maka fitrahnya adalah bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Sedangkan perempuan dominan menggunakan hati dalam segala hal, cenderung berlemah lembut maka fitrahnya adalah menjadi pendidik bagi keluarganya. Oleh karena itu, jika memang ingin mensejahterakan ekonomi seharusnya yang difokuskan adalah pemberdayaan ekonomi terhadap kepala rumah tangga (laki-laki). Tentu hal ini harus dilakukan dengan cara-cara yang syar’i. Seperti tidak ada unsur riba jika dalam perniagaan, lapangan pekerjaan jauh dari hal-hal yang negatif dan tentu tidak merugikan pihak lain.
Sungguh amat salah jika pemberdayaan perempuan dilakukan dalam sektor ekonomi (pariwisata) sehingga seolah memaksa mereka menjadi tulang punggung padahal mereka adalah tulang rusuk.
Oleh karena itu, Perempuan mesti memahami fakta dan perannya dalam pandangan Islam. Menurut Islam hukum bekerja bagi perempuan adalah mubah (boleh-boleh saja). Dengan kata lain, jika menginginkan untuk tidak bekerja juga boleh karena dalam Islam, perempuan memiliki jaminan nafkah dari laki-laki. Jika ia belum menikah maka ayah lah yang memberinya nafkah, jika sudah menikah maka suaminya, jika janda yang wajib menafkahinya adalah ayahnya, saudara atau anak laki-lakinya. Jika tidak ada yang menafkahi sama sekali maka itu menjadi tanggung jawab negara. Adapun jika perempuan memiliki aktivitas di luar rumahnya hendaklah aktivitas itu diranahkan untuk dakwah dan pendidikan, sejatinya itulah pemberdayaan bagi perempuan.
Wallahua’lambisshowaab.
Views: 20
Comment here