Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Seringkali kita larut berselancar di dunia maya. Tapi pernahkah kita menghitung, berapa lama kita berselancarnya? Aplikasi apa yang sering kita buka?
Mengacu data katadata terbaru, orang Indonesia internet-an lebih dari 7 jam/ sehari (databooks.katadata.co.id, 1 Februari 2023) (1). Paling sering membuka Whatsapp dan Instagram. Sehingga sekarang banyak orang mengidap “Chronically Online”, sebutan pola pikir orang yang sering terdistorsi karena yak pernah lepas dari gawai. Dikatakan kronis karena merasa harus terlibat pada semua pembicaraan yang ada pada medsos. Bahkan hal sekecil apa pun, akan diperdebatkan karena dianggap problematik. Suka memposting apa pun sehingga tidak ada lagi ranah pribadi. Mengapa ini bisa terjadi?
Ini karena perilaku manusia berdasarkan paradigmanya. Karena saat ini paradigmanya sekuler kapitalisme, maka yang dikejar dalam hidupnya adalah materi; agama tidak lagi dijadikan sebagai standar perbuatan. Materi ini tidak selalu uang atau harta, tapi bisa berbentuk kepuasan pribadi. Setiap orang berhak berbuat seliberal mungkin, tak peduli halal dan haram. Di medsos memposting apa pun, berkomentar apa pun, menghujat apa pun; semuanya bebas. Juga bebas berselancar, scroling-scroling sepanjang malam; tanpa mengenal batasan waktu. Tapi begitu diajak pengajian beralasan nggak bisa karena nggak enak badan, padahal aslinya ngantuk karena semalam nggak tidur. Parahnya malah melewatkan salat.
Hal ini diperparah dengan adanya konten-konten liar yang rusak dan merusak. Karena begitulah dalam sistem sekuler kapitalisme, negara malah membebaskan dan menfasilitasi hal ini atas nama HAM (Hak Asasi Manusia) dan kebebasan berekspresi. Siapa pun boleh membuat konten apa pun, asal bisa mendatangkan uang. Konten hedon (hanya memuaskam hawa nafsu), flexing (pamer barang lux dan gaya hidup mewah) yang semua menjual impian dan membuat orang menjauhi kehidupan nyata yang berat.
Sistem pendidikan saat ini pun bercorak sekularisme kapitalistik, yang hanya mengejar materi; hanya sebatas nilai dan prestasi akademis untuk mendapat pekerjaan prestis bergaji tinggi. Sistem pendidikan sekuler gagal. Sedangkan pelajaran agama tersisihkan. Tidak ada pelajaran yang mengajarkan ketaatan pada Allah dan nilai-nilai Islam.
Harusnya seorang muslim berparadigma Islam. Artinya hidupnya adalah untuk ibadah, standar perilakunya halal-haram. Seperti firman Allah :
“Tidak kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” (Az-Zariyat 56).
Sehingga dia selalu memperhatikan batasan aturan dalam Islam, termasuk dalam hal penggunaan medsos dan internet. Penggunaannya hanya dalam rangka melakukan ketaatan pada Allah, untuk ibadah dan menyebarkan syiar Islam. Secara penggunaan mubah saja alias boleh, tapi jangan sampai melalaikan kewajiban kepada Allah.
Pengendalian internet dan media sosial membutuhkan peran negara. Dan hanya negara Khilafah yang menerapkan Islam secara sempurnalah yang bisa mengendalikan internet dan media sosial. Karena hanya Khilafah yang mengizinkan internet dan media sosial untuk hal-hal yang bermanfaat, yang tidak bertentangan dengan Syariat.
Maka jenis konten internet yang mendominasi dalam naungan Khilafah adalah seperti untuk kepentingan dakwah, menambah ilmu Islam dan ilmu umum, untuk sarana meningkatkan ketaatan pada Allah serta untuk syiar dan edukasi Islam. Sedangkan konten-konten unfaedah, yang mengajak ke hal-hal negatif dan bisa menjerumuskan pada kemaksitaan, yang bisa membuat orang “Chronically Online” dan terjebak di dunia maya; tidak akan ditemukan lagi. Karena semua konten yang ada akan mengarahkan kita untuk taat dan takut pada Allah, ingat hari hisab dan memperjuangkan Syariat Allah.
Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam, di mana diaplikasikan kurikulum pendidikan Islam, berdasarkan akidah Islam. Ini akan membentuk anak didik mempunyai kepribadian Islam, di mana pola pikir dan pola sikapnya Islami. Dengan demikian akan terbentuk individu dan masyarakat Islami yang paham bahwa setiap aktivitas mereka harus dalam rangka ibadah, sehingga setiap saat takut melakukan dosa dan berupaya selalu taat syariat. Masyarakat Islami ini yang akan melakukan kontrol sosial, saling menasehati dan mengingatkan bahwa bermedsos jangan melanggar syariat agar berkah.
Khilafah juga akan menerapkan sanksi yang tegas bagi mereka para pengguna internet yang mengakses dan memuat konten yang tidak bermanfaat dan melanggar Syariat. Ini akan menjaga masyarakat untuk taat Allah dan berinternet, yang berawal dari rasa takut akan ancaman sanksi yang semakin memperkuat iman mereka.
Inilah antisipasi yang dilakukan Islam lewat Khilafah, agar masyarakat terlindungi dari ”Chronically Online”. Sehingga hidup mereka lebih produktif, fokus untuk melakukan hal-hal yang diwajibkan pada mereka selaku hamba Allah. Ini akan mengalihkan mereka untuk memikirkan hal-hal negatif, sampai tak akan terbersit dalam benak mereka untuk melakukan kemaksiatan. Dengan demikian untuk membangun peradaban yang cemerlang dan mulia seperti dulu masa kejayaannya selama 13 abad lamanya telah berhasil menjadi mercusuar dunia, tidak lagi sebatas impian.
Wallahualam Bisawab
Catatan Kaki :
(1) https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/02/01/berapa-lama-warga-ri-gunakan-internet-per-hari-ini-surveinya
Views: 9
Comment here