Opini

Nasib Guru dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ratih Ramadani, S.P. (Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Berkunjung ke Balaikota, Persatuan Guru Honorer Kota Samarinda bertemu Wali Kota Samarinda, Dr H Andi Harun. Pertemuan berlangsung di ruang rapat Wali Kota lantai II gedung Balaikota Samarinda, Senin (22/04/2024) sore.

Mengawali arahannya, Wali Kota Samarinda mengucapkan selamat kepada tenaga guru honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Untuk diketahui, pada akhir tahun 2023, sebanyak 782 guru honorer yang telah diangkat menjadi PPPK.

Merdeka Belajar Mengukuhkan Liberalisasi dan Kapitalisasi Pendidikan

Setelah menilik dasar pijakannya dan konsep yang diusung, tidak heran jika Merdeka Belajar justru makin menguatkan liberalisasi pendidikan di Indonesia. Dalam pidato Hardiknas 2019, yang merupakan awal pengenalan istilah Merdeka Belajar, Nadiem menyatakan bahwa Merdeka Belajar bermakna bahwa sekolah, murid, dan guru memiliki kebebasan untuk berinovasi, serta belajar dengan mandiri dan kreatif. Kebebasan dalam membangun minat tanpa batasan jelas ini sangat berpotensi menjadi celah masuknya pemikiran dan budaya yang merusak generasi, serta menggerus pemahaman Islam.

Tanpa dasar akidah Islam yang kuat, pendidikan juga akan mengedepankan materi dan berorientasi pada keuntungan. Pemerintah tidak mau mengeluarkan dana banyak untuk menggaji guru sesuai standar dengan menambah jumlah ASN. Orientasi pada materi membuat pemerintah lebih memikirkan penghematan anggaran dan menutup mata terhadap kebutuhan guru daripada berusaha membantu mereka untuk lepas dari beban ekonomi dan tingginya jam mengajar.

Guru juga dipaksa dan dibebani dengan proyek digitalisasi yang datanya dijual kepada pihak ketiga. Akhirnya, perusahaan edutech muncul sebagai perantara antara guru dan siswa, termasuk di antaranya menguasai pasar pelatihan guru.

Guru bahkan perlu mengikuti pelatihan berbayar yang disediakan oleh pihak ketiga karena komunitas pembelajaran dan pelatihan yang difasilitasi pemerintah tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Padahal, guru membutuhkan pelatihan dan fasilitas untuk bisa mencapai harapan kurikulum. Ini berarti kebijakan digitalisasi mengorbankan guru untuk memuluskan kepentingan korporasi.

Selain itu, Kurikulum Merdeka juga memperkuat konsep kapitalistik dalam tata kelola pendidikan. Ini terlihat dari penerapan konsep otonomi sekolah melalui model pengelolaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Tumpuan besar penyelenggaraan pendidikan menjadi ada pada sekolah dan guru, sedangkan negara berlepas diri dari tanggung jawabnya dalam menjamin kebutuhan pelayanan pendidikan.

Dengan demikian, beban guru tidak akan pernah menjadi lebih ringan dengan Kurikulum Merdeka. Pendidikan akan terus terkungkung oleh sistem kapitalistik yang membuat negara abai terhadap kondisi guru. Walhasil, kebebasan bagi guru untuk bisa berinovasi dan menjalankan pembelajaran yang bermutu, masih menjadi angan-angan. Untuk itu dalam sistem kapitalisme Guru tidak akan pernah sejahtera, gaji ratusan pemenuhan kebutuhan pas-pasan. Dengan pengangkatan honorer menjadi PPPK masih tidak menjamin sejahtera. Tuntutan ketika menjadi guru PPPK membuat guru berkutat birokrasi dan administrasi.

Islam Memerdekakan Guru

Islam memiliki makna khas tentang kemerdekaan. Merdeka dalam Islam adalah membebaskan diri dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah Taala. Allah Swt. berfirman dalam QS Adz-Dzariyat [51]: 56.

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menghambakan diri kepada-Ku.”

Dengan demikian, sistem pendidikan Islam akan mendukung guru menjadi hamba yang merdeka, juga menghasilkan anak didik yang juga merdeka dengan hanya menghambakan diri kepada Allah, bukan yang lainnya.

Pertama, guru diberikan kesempatan dan kebebasan seluas-luasnya, bahkan didorong untuk dapat menjalankan perannya dalam mendidik generasi yang bersyahsiah Islam, sebagaimana tujuan pendidikan Islam.

Dalam menjalankan peran tersebut, guru bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga mendorong perubahan umat dengan mengaitkan keilmuannya dengan persoalan umat, serta mendorong kemajuan peradaban Islam

Kedua, segala hal yang dapat menghambat tugas tersebut akan disingkirkan sejauh-jauhnya. Guru akan dibina dengan pemahaman tentang visi pendidikan yang benar sehingga tidak ada di dalam benak guru bahwa mengejar dan menjalankan amanah dalam pendidikan semata-mata untuk mengejar materi.

Demikian juga dalam mengarahkan siswanya, guru tidak akan menjadikan materi sebagai tujuan utama proses pembelajaran. Guru juga hanya akan mengerjakan berbagai tugas yang mendukung terbentuknya pelajar yang berkualitas, serta tidak akan terbebani dengan tugas yang berhubungan dengan kepentingan korporasi dan pihak lain (yang berusaha mengambil untung dari bisnis pendidikan).

Ketiga, kurikulum akan ditetapkan secara baku sesuai visi pendidikan Islam. Tersebab konsepnya sudah jelas, tidak akan ada banyak perubahan yang menyita waktu dan membebani, ataupun membuat guru tidak fokus pada pengajaran.

Meskipun sistem pendidikannya baku, masih ada ruang untuk melakukan kontekstualisasi dan penentuan aspek teknis sesuai kebutuhan wilayah. Namun, proses kontekstualisasi ini tidak akan sering dilakukan karena perubahan dalam suatu wilayah pasti membutuhkan waktu yang cukup lama, bukan seperti periode pemilu seperti saat ini. Dengan demikian, perubahan teknis ini tidak akan membebani guru.

Keempat, adanya jaminan penuh dari negara terhadap kebutuhan pelayanan pendidikan, baik operasional maupun fasilitas. Di antara kebutuhan operasional adalah penyediaan guru yang cukup dengan tunjangan yang memadai sehingga guru leluasa untuk mengembangkan kualitas pembelajaran tanpa harus terganggu untuk memikirkan cara bertahan hidup. Sedangkan fasilitas mencakup penyediaan infrastruktur dan dimaksudkan untuk pendidikan dan pengembangan kualitas guru.

Hanya saja, semua hal tersebut dapat terlaksana jika aturan Islam diterapkan dalam hal pendidikan serta aspek yang lain. Penerapan Islam secara menyeluruh ini juga perlu dukungan negara yang menerapkan syariat Islam kafah, yaitu Khilafah.

Wallahu’alam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here