Oleh Lilis Sumyati (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Saat ini kita hidup di zaman yang serba canggih. Semua hal terasa lebih mudah untuk dilakukan karena perkembangan teknologi yang begitu pesat. Begitu pun mengenai pinjam meminjam uang yang sangat mudah diakses yaitu dengan adanya platform penyedia jasa pinjaman secara digital atau biasa kita sebut dengan pinjaman online (pinjol).
Dengan kondisi perekonomian masyarakat yang semakin rendah, berutang menjadi salah satu solusi atasi masalah. Apalagi saat ini mudah sekali untuk mendapatkan pinjaman selain berutang ke bank, juga dipermudah dengan aplikasi online yang hilir mudik muncul di beranda gadget. Dibanding ke bank, aplikasi pinjaman ini bisa dibilang lebih mudah sehingga banyak yang tergiur untuk meminjam dengan jumlah yang cukup besar, meski kemudian banyak yang menyesal dan depresi karena jeratan bunga yang terus melambung jika sehari saja telat membayar cicilan. Korbannya, bukan saja kalangan ibu rumah tangga, tapi juga mahasiswa, guru, pedagang, tukang ojek, dan sebagainya.
Dilansir dari laman detik.com (24/11/2023), data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sebanyak 42% korban pinjol berprofesi sebagai guru. Guru menjadi profesi yang paling banyak terjerat pinjaman online hingga mencapai rata-rata puluhan juta per orang. Disusul dengan korban PHK 21%, ibu rumah tangga 18%, karyawan 9%, pedagang 4%, pelajar 3%, tukang pangkas rambut 2%, dan pengemudi ojek online 1%.
Lalu, mengapa banyak guru yang terjerat hutang pinjol? Apakah guru kurang sejahtera atau gaya hidup mereka saat ini yang sudah berubah, sehingga menyebabkan terjerat pinjol?
Faktanya, hari ini kesejahteraan guru memang mengalami ketimpangan, alias tidak merata antara guru ASN, P3K dengan guru honorer. Padahal seyogyanya kesejahteraan seorang guru tentu berpengaruh besar bagi kehidupannya.
Maraknya guru yang terjebak pinjol bisa dipastikan diakibatkan oleh minimnya kesejahteraan di kalangan guru terutama guru honorer. Gaji sebagai guru honorer yang tak seberapa, harus berhadapan dengan biaya hidup dan kebutuhan vital lainnya yang semakin mahal, ditambah keimanan yang kurang, akhirnya membuat para guru honorer terjebak pinjol lantaran harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa memikirkan pinjaman tersebut bersifat ribawi yang diharamkan Allah dan dampak apa yang akan ditimbulkan dari pinjaman online tersebut ketika tidak mampu menyicil sesuai waktu yang ditetapkan. Seperti diteror, data pribadi mereka disebar, dan lainnya.
Adapun guru yang menjadi ASN, meskipun hidup mereka dapat dikatakan sudah lebih baik dan sejahtera, tetapi faktanya tak sedikit dari mereka yang juga terjerat pinjaman online. Hal tersebut disebabkan berkembangnya paham hedonisme di tengah masyarakat yang lahir dari ideologi kapitalisme sekuler. Paham ini yang menjadikan para guru berlomba memenuhi gaya hidupnya, seperti membeli gadget mahal, barang branded, dan lainnya demi status sosial dan penghargaan.
Kondisi seperti ini tentunya akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini, yang tentunya akan berpengaruh pada masa depan anak bangsa. Selain itu guru adalah teladan yang harus digugu dan ditiru. Salah satu kunci keberhasilan pendidikan serta berkualitasnya suatu pendidikan adalah tergantung kepada guru.
Sejatinya maraknya guru yang terjebak pinjol tak lepas dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler di negeri ini yang tidak mampu mewujudkan kesejahteraan dan pemberian gaji yang layak bagi guru.
Sungguh, berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan memang hanya berujung penderitaan dan kesengsaraan. Alih-alih dapat menjadi solusi untuk mewujudkan kesejahteraan, penerapan sistem ini justru semakin mengukuhkan kezaliman, ketimpangan sosial, kemiskinan, bahkan penjajahan melalui penerapan sistem ekonomi ribawi. Dalam sistem ini praktik riba yang notabene diharamkan agama (Islam) pun demikian dimudahkan untuk diakses oleh rakyat.
Perbankan dan ribawi adalah jantungnya kapitalisme. Tanpa keduanya, perekonomian kapitalis akan hancur. Maka tidak mungkin pinjol dan sejenisnya bisa dihilangkan dari negeri ini termasuk dari aktivitas masyarakat selama kapitalisme masih dipercaya sebagai asas kehidupan, padahal telah menggerus keluhuran martabat seorang guru yang begitu mulia sebagai pendidik generasi bangsa.
Jasa besar para guru pun seolah tidak dihargai dalam sistem ini. Negara yang semestinya menjadi pihak pemberi jaminan kesejahteraan justru tidak menjalankan fungsinya, seolah lupa akan tugasnya sebagai pengurus rakyat. Hal ini disebabkan sistem kapitalisme sekuler memandang rakyat hanya sebelah mata dan hanya menjadi objek penderita. Sebaliknya kepentingan para kapitalislah yang diutamakan.
Berbeda halnya jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Islam memandang segala bentuk pinjaman yang ada kelebihannya sebagai hal yang diharamkan (riba). Allah Swt. dengan tegas melarang praktik riba. Bahkan, pelakunya dianggap menantang perang dengan Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang beriman. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kalian bertobat, maka kalian berhak atas pokok hartamu. Kalian tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 278-279)
Dalam aspek pendidikan, Islam pun sangat memuliakan para guru. Islam memandang guru sebagai profesi yang mulia. Guru aset berharga yang menyebarkan ilmu dan membangun karakter peserta didik sebagai agen perubahan dan calon pemimpin masa depan. Karena itu, Islam mengharuskan menjunjung tinggi para pendidik apalagi yang mengajarkan ilmu agama. Dalam Islam, gaji para guru tak ternilai harganya, tak dapat ditukar ataupun sebanding dengan materi apapun.
Islam memandang negara sebagai pihak yang diamanahi menjadi penyelenggara pendidikan terbaik bagi seluruh rakyatnya. Negara wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran dan lain-lain.
Negara juga akan dituntut mempersiapkan guru yang ahli di bidangnya serta memberikan gaji yang layak bagi mereka. Sehingga tidak akan ada lagi guru yang terjerat pinjaman online karena kekurangan materi untuk memenuhi kebutuhannya.
Sejarah mencatat bagaimana Islam demikian memuliakan para guru. Salah satu buktinya pada masa kejayaan Khilafah Abbasiyah yang memberikan gaji luar biasa bagi para guru dan ulama. Kala itu gaji para guru setara dengan Muazin yaitu 1000 dinar/tahun jika dikurskan dengan nilai rupiah saat ini sekitar 5,5 M/tahun yang artinya para pengajar mendapat gaji 460 jutaan/ bulan.
Demikianlah betapa hebatnya sistem Islam dalam mensejahterakan para guru dan menjaga umatnya dari perbuatan dosa riba. Sungguh kemuliaan dan kesejahteraan guru, hanya akan terwujud dengan diterapkannya aturan Islam secara kaffah di bawah naungan kepemimpinan Islam.
Wallahu’alam bi ash-Shawwab.
Views: 24
Comment here