Opini

Kebutuhan Papan Makin Tak Terjangkau, Mengapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sumariya (Anggota LISMA Bali)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok (papan) yang perlu dipenuhi setiap manusia. Namun, harga rumah yang terus mengalami kenaikan setiap tahun membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan tersebut. Dari survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), harga rumah primer kembali mengalami kenaikan di beberapa kota. Kenaikan harga rumah primer paling tinggi terjadi di Samarinda, Pontianak dan Denpasar. Dalam laporan tersebut, BI melakukan survei pada 18 kota yang ada di Indonesia. Hasilnya, 9 kota mengalami peningkatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR), 8 kota mengalami perlambatan dan 1 kota mengalami penurunan. (www.detik.com)

BI juga mencatat harga properti residensial di pasar primer mengalami peningkatan pada kuartal I 2024. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial yang mencapai 1,89 persen (yoy )pada kuartal I 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2023 yang sebesar 1,74 persen.(www.cnnindonesia.com)

Ada banyak faktor yang menyebabkan harga rumah terus naik setiap tahun, diantaranya adalah inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa yang menyebabkan nilai uang menurun. Selain itu, kenaikan jumlah penduduk dengan usia produktif yang terus meningkat, telah mengakibatkan tingginya permintaan terhadap properti hunian. Tingginya permintaan, membuat para penjual rumah berani memasang harga tinggi, ditambah lagi dengan semakin berkurangnya lahan untuk hunian, terutama di kota-kota besar dan sekitarnya telah menyebabkan harga properti semakin mahal.

Di Depok Jawa Barat misalnya, kini menjadi kawasan hunian kelas menengah atas. Harga properti di kawasan tersebut meningkat dari Rp 350 jutaan, menjadi minimal Rp 750 jutaan dalam waktu kurang dari lima tahun. (www.medcom.id)

Rumah aman dan nyaman yang dilengkapi dengan lingkungan perumahan yang memadai adalah kebutuhan pokok masyarakat, dalam hal ini adalah kebutuhan papan. Harga rumah yang terus melambung tinggi, tentu berimplikasi pada semakin bertambahnya rakyat yang tidak memiliki hunian. Pada tahun 2023 saja 12 juta rumah tangga belum memiliki rumah.

Minimnya akses masyarakat terhadap rumah layak, membuktikan gagalnya penguasa menjamin pemenuhan kebutuhan asasiyah rakyatnya. Padahal negara memiliki tanggung jawab utama dalam hal ini, sebab negara adalah pengurus rakyat. Namun, penerapan sistem Kapitalisme meniscayakan negara berlepas tangan dalam mengurus rakyatnya. Negara hanya membuat regulasi, kemudian menyerahkan mekanismenya pada rakyatnya sendiri. Dalam hal penyediaan perumahan, negara justru menyerahkan pengadaannya kepada pengembang atau pihak swasta sebagai konsekuensi dari liberalisasi ekonomi.

Memang benar di bawah Kementerian PUPR, pemerintah memiliki Program Sejuta Rumah (PSR) untuk menyediakan perumahan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MPR), hanya saja program yang bekerja sama dengan pihak swasta ini dinilai berorientasi profit, bukan melayani rakyat. Alhasil, harga rumah tetap tidak terjangkau oleh masyarakat. Hal ini diperparah dengan kemiskinan, buah penerapan sistem ekonomi Kapitalisme yang masih menghantui masyarakat.

Liberalisasi SDA, seperti sungai, gunung, bahan mineral, berupa bijih dan batuan dalam sistem Kapitalisme berdampak pada mahalnya harga bahan bangunan. Liberalisasi SDA meniscayakan sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat, boleh di swastanisasi dan dijadikan lahan bisnis.

Kondisi berbeda akan kita temui dalam kehidupan yang diatur oleh sistem Islam, yakni Khilafah. Negara dalam Islam diposisikan sebagai raa’in (pengurus rakyat). Salah satu tanggung jawab negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan rakyatnya, melalui mekanisme yang diatur oleh syariat Islam.

Negara Islam (Khilafah) memiliki tata kelola pembangunan perumahan yang memungkinkan rakyat memiliki rumah yang layak, aman dan nyaman. Pemenuhan kebutuhan rumah oleh para kepala keluarga dan para wali keluarga menjadi mudah dalam sistem Khilafah, karena negara Khilafah tidak hanya berperan sebagai regulator, namun juga memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam tata kelola perumahan. Alhasil, setiap orang mudah memenuhi kebutuhan perumahan, baik melalui usaha individu maupun dengan pemberian negara.

Tata kelola pembangunan perumahan Khilafah, didasarkan pada sudut pandang bahwa bumi ini milik Allah SWT, sehingga pemerintah dan masyarakat wajib terikat pada syariat Allah dalam penggunaannya. Sistem ekonomi Islam menafikkan liberalisasi SDA maupun lahan. Hal ini memudahkan rakyat dalam memperoleh lahan, pasalnya lahan mati baik yang belum pernah dihidupkan maupun yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun, kepemilikannya akan berpindah kepada siapa saja yang menghidupkan lahan tersebut, sekalipun lahan tersebut adalah milik pengembang properti. Termasuk menghidupkan tanah di sini adalah membangun rumah di atasnya.

Negara berkewajiban mengatur semua sektor perindustrian dan menangani langsung jenis industri yang termasuk dalam kepemilikan umum, sehingga industri yang mengelola kepemilikan umum mampu menyediakan bahan baku dasar konstruksi bagi masyarakat. Kebijakan ini meniscayakan SDA yang berlimpah ruah di negeri ini, seperti gunung kapur, hutan, migas, bauksit sumber aluminium, bijih besi laterit, limonit dan pasir besi titan, saprolit bijih nikel dan sebagainya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Alhasil, bahan baku, seperti semen, kayu, cat, fiber, bahan-bahan plastik dan polimer lainnya tersedia dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Rakyat pun dapat membangun rumah dengan harga murah, bahkan mudah mendapatkan lahan gratis.

Demikianlah pemenuhan perumahan yang layak, aman, nyaman dan murah bagi masyarakat, hanya dapat terwujud dalam Negara Islam (Khilafah).

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here