Oleh: Anisa Rahmi Tania
wacana-edukasi.com, OPINI-– Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer. Setiap orang pasti membutuhkan rumah sebagai tempat bernaung dari terik matahari, dinginnya udara, atau derasnya air hujan. Akan tetapi, kebutuhan ini menjadi salah satu barang mahal yang tidak mampu dimiliki sebagian besar orang. Khususnya di negeri ini.
Dilansir dari ekonomi.bisnis.com (20/2/2024), kenaikan harga rumah di Indonesia terus terjadi. Hal ini terlihat pada laporan Indeks harga properti residensial (IHPR) yang mencatat pada kuartal IV/2023 harga properti naik 1,74% (yoy) dibanding dengan tahun sebelumnya. Kenaikan ini disebut sebagai dampak dari kenaikan harga properti tipe kecil yang meningkat 2,15%.
Harga Mahal, Apa yang Salah?
Faktor penyebab semakin mahalnya harga rumah salah satunya adalah karena semakin berkurangnya lahan tetapi jumlah penduduk semakin banyak. Maka, seiring dengan semakin sempitnya lahan, permintaan akan hunian semakin tinggi. Akhirnya harga jual tanah atau lahan semakin tinggi. Dalam teori ekonomi supply and demand, semakin tinggi permintaan maka semakin tinggi pula harga barang tersebut. Akhirnya semakin banyak orang yang tidak mampu mempunyai rumah.
Lantas mengapa lahan semakin sempit, sementara kebutuhan lahan tidak merata dimiliki oleh masyarakat? Jika melihat kenyataan di lapangan, seperti di perumahan-perumahan, tidak sedikit hunian yang telah dibangun tidak berpenghuni. Malah ditinggalkan begitu saja hingga kondisinya rusak dan tidak layak huni. Sebagaimana yang terjadi pada program rumah murah di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Dilansir dari laman finance.detik.com (2/5/2024), kondisi beberapa rumah di program rumah murah di era Pemerintahan Jokowi tampak banyak yang tidak berpenghuni. Misalnya di Blok GG, Villa Kencana Cikarang. Rumah tak berpenghuni ada hampir di setiap gang. Kondisinya rusak dan beberapa tertutup tanaman liat setinggi hampir 2 meter. Begitu pula di Blok DD, rumah kosong di Blok ini malah jauh lebih banyak.
Sungguh ironis. Satu sisi banyak rumah yang kosong, tidak berpenghuni bahkan rusak. Sementara di sisi lain banyak orang yang tidak mempunyai rumah. Hal ini terjadi lantaran program rumah murah dari pemerintah tetap saja mengacu pada sistem ekonomi saat ini. Yakni menjual dengan sistem KPR atau kredit kepada bank. Tentu dengan adanya bunga dan perjanjian lain yang notabene di luar syariat Islam. Meski ada kata murah di ujung program tersebut, nyatanya banyak rumah yang tidak laku. Masyarakat lebih memilih menyewa atau yang lainnya.
Jika melihat realitas tersebut, artinya ada kesalahan dalam pengaturan lahan yang selama ini terjadi. Negara dengan mudahnya memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal dalam membangun berbagai hal. Seperti mall, tempat wisata, perumahan mewah, dll. Sementara kebutuhan mendasar rakyat akan papan tidak diurusi.
Inilah karakter asli yang tampak dari sistem kapitalisme. Negara berlepas diri dari pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Lantas negara membiarkan rakyatnya mencari solusi atas pemenuhan kebutuhannya tersebut. Dengan anggapan sudah ada pihak-pihak yang telah membuat pemukiman yang siap huni, rakyat hanya tinggal memilih.
Alih-alih menyelesaikan masalah, keberadaan proyek pemukiman dari berbagai perusahaan swasta malah mencekik rakyat. Karena harganya tidak ramah di kantong. Dengan sistem KPR yang dicicil hingga puluhan tahun. Jangankan untuk membayar itu, untuk makan pun rakayat terseok-seok.
Buktinya perumahan proyek pemerintah pun yang digadang-gadang harganya murah, DP 0%, tetap berat di pundak rakyat. Karena beban rakyat bukan hanya masalah papan, tapi kebutuhan lain yang tidak bisa ditunda, seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.
Islam Menjamin Ketersediaan Rumah
Islam bukanlah sebatas agama ritual yang hari ini banyak dipahami masyarakat. Penyempitan makna ini seiring dengan semakin kentalnya paham sekularisme. Yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga agama hanya digunakan dan diakui keberadaannya dalam ibadah ritual saja.
Padahal Islam hakikatnya adalah ideologi. Sistem yang mengatur seluruh sendi kehidupan dari A sampai Z. Termasuk dalam pemenuhan kebutuhan papan masyarakat.
Dalam Islam, kebutuhan primer individu seperti sandang, pangan, dan papan wajib dipenuhi negara. Pemenuhan ini dengan mekanisme yang diatur oleh negara sesuai dengan syariat Islam. Berbeda dengan kebutuhan primer jamaah, seperti kemanan, kesehatan, dan pendidikan yang diberikan secara cuma-cuma oleh negara.
Kebutuhan sandang, pangan, dan papan dipenuhi oleh negara dengan tiga upaya. Pertama, negara senantiasa mendorong pada laki-laki untuk bekerja. Dorongan tersebut seiring dengan pembukaan lapangan pekerjaan yang luas disesuaikan dengan kemampuan setiap warga. Negara pun memberikan fasilitas lain seperti modal awal, peralatan, ataupun lahan untuk digarap. Sehingga dengan langkah ini ada upaya dari masyarakat untuk dapat memiliki rumah. Meski nantinya akan ada beragam rumah. Rumah sederhana hingga rumah mewah. Hal tersebut sesuai dengan tingkat kemampuan individu. Tetapi ada upaya negara untuk membuat masyarakat mampu memiliki hunian. Misal dengan memberikan kredit, dengan harga yang sesuai, tanpa riba dan sita.
Kedua, jika seseorang tidak mampu mempunyai rumah karena kondisinya yang sudah renta atau fisiknya yang lemah untuk bekerja. Maka, ada kewajiban bagi saudara, keluarga, atau kerabat untuk membantu sehingga bisa memiliki rumah. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda “Mulailah memberi nafkah kepada orang yang menjadi tanggunganmu, ibumu, ayahmu, saudara laki-laki, dan saudara perempuanmu, serta kerabatmu yang jauh.” (HR. An-Nasa’i)
Ketiga, jika seseorang sebatang kara. Kondisinya pun tidak memungkinkan baginya untuk bekerja, maka negara berkewajiban memberikannya rumah. Karena sudah menjadi kewajiban bagi negara dalam sistem Islam untuk memenuhi kebutuhan primer ini. Oleh karena itu, permasalahan kebutuhan hunian ini dapat terjawab dalam sistem Islam.
Wallahu’alam bisshawab.
Views: 15
Comment here