Opini

Pulau Sampah, Benarkah Solusi Tuntas Masalah Sampah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Khaziyah Naflah (Freelance Writer)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Sampah masih menjadi PR bagi pemerintah negeri ini. Pasalnya, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbunan sampah plastik nasional mencapai 17,4 juta ton pada tahun 2023. Sedangkan sebanyak 33,5% dari total sampah tersebut masih belum terkelola dengan baik. Bahkan disebutkan dalam data lingkungan PBB, Indonesia juga menempati posisi kedua penghasil sampah terbesar di dunia setelah Tiongkok.

Dalam mengatasi masalah sampah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana untuk membangun pulau sampah di wilayah Kepulauan Seribu yang akan digunakan sebagai tempat pengelolaan sampah.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi, mengungkapkan bahwa saat ini lahan untuk pengelolaan sampah dan hasil akhir sampah di daratan Jabodetabek sangat terbatas. Oleh karenanya, dibutuhkan lahan untuk mengelola sampah. Ia juga mengatakan bahwa pulau sampah ini nantinya bukan hanya untuk Jakarta saja, tetapi juga bisa daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan daerah lainnya (kompas.com, 17-05-2024).

Bukan Solusi

Pembangunan pulau sampah yang direncanakan oleh pemerintah Jakarta sejatinya bukanlah solusi bagi problem sampah di daerah Jakarta. Bahkan, solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar masalah. Pemerintahan hanya sibuk untuk menyelesaikan masalah sampah pada hulu saja, yakni mencari cara agar sampah dapat dikelola dengan baik. Namun, melupakan aspek penyebab utama meningkatkan sampah di negeri ini.

Hal di atas pun sejalan dengan pendapat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta yang mengkritisi rencana Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi untuk membuat pulau sampan. Ia menganggap bahwa pembangunan pulau sampah bukan solusi yang tepat. Menurut Pengkampanye Walhi Jakarta, Muhammad Aminullah mengatakan, pembangunan pulau sampah hanya berparadigma untuk menghilangkan sampah dari pandangan mata, bukan untuk menekan produksi sampah. Padahal, masalah menumpuknya sampah di negeri ini yakni akibat dari produksi sampah plastik yang terus meningkatkan setiap harinya. Menurut laporan data Walhi setiap harinya produksi sampah mencapai 8000 ton.

Menurutnya Pemerintah Jakarta harus lebih fokus pada solusi yang komprehensif, bukan solusi pragmatis. Pemerintah harusnya memiliki gagasan untuk fokus menekan produksi sampah, bukan hanya sibuk mencari lahan untuk menghilangkan sampah dari pandangan mata. Sebab, ketika produksi sampah tidak ditekan, maka sampah akan terus menumpuk. Apalagi saat ini gaya hidup konsumtif telah menghantui masyarakat negeri ini.

Pemerintahan harusnya bisa fokus pada tujuan untuk mengurangi masalah sampah dengan mengklasifikasikan kategori sampah, seperti sampah organik dipisah dengan sampah nonorganik. Pengelolaan sampah organik bisa dilakukan dengan metode sederhana seperti pembuatan kompos/ maggot.

Akar Masalah

Masalah pengelolaan sampah yang tidak kunjung selesai di negeri ini bukan hanya sekadar masalah teknis, tetapi masalah ini berkaitan erat dengan ideologi yang diemban oleh suatu negara. Indonesia menerapkan ideologi kapitalisme. Ideologi ini sejatinya melahirkan manusia dengan sikap individualisme yang sangat kental, di mana sikap ini membuat manusia hanya fokus pada diri sendiri tanpa melihat orang lain ataupun lingkungan sekitarnya. Sikap individualisme ini memunculkan sifat abai, termasuk abai terhadap masalah kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Di sisi lain, pola hidup konsumtif pun ikut andil besar dalam masalah sampah ini. Bagaimana tidak, hanya karena ingin mengikuti tren atau mode viral, masyarakat berbondong-bondong membeli barang yang bukan menjadi kebutuhan hidupnya. Hal ini menyebabkan makin banyaknya barang yang tidak berguna yang akan menjadi sampah. Kemudian, pola hidup konsumtif dimanfaatkan oleh para oligarki untuk memenuhi hidup masyarakat dengan sesuatu yang serba praktis. Alhasil, sampah plastik makin tidak terbendung.

Selain melahirkan sikap individualisme, ideologi kapitalisme nyatanya juga menjauhkan peran negara dalam pengurusan urusan rakyat. Negara hanya sebatas regulator, bukan pengurus urusan rakyatnya. Padahal dalam masalah pengelolaan sampah sangat dibutuhkan peran negara yang bukan sekadar memberikan edukasi, tetapi mencari akar masalah dari problem yang tak kunjung tuntas tersebut.

Pemerintahan harus melihat akar masalah sampah ini berasal dari produksi plastik yang terus meningkat akibat kecanggihan teknologi. Hanya saja, kecanggihan tersebut tidak dibarengi dengan edukasi dan pengelolaan yang baik, alhasil menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup manusia. Hal ini wajar dalam sistem kapitalisme, sebab mereka memandang bahwa semua disandarkan pada keuntungan. Ketika sebuah keuntungan didapatkan, mereka tidak peduli bahwa apa yang mereka akan merusak lingkungan ataukah tidak.

Islam Sebagai Solusi

Sampah merupakan bahaya nyata bagi keberlangsungan hidup manusia dan alam semesta. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan manusia untuk menjaga lingkungan hidup dari sampah dengan menjaga kebersihan. Rasulullah bersabda, “Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Benar-benar tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih.” (HR. Baihaqi).

Dalam penanganan sampah, seorang khalifah mengerahkan seluruh elemen, mulai dari individu, masyarakat, serta negara. Sebab, masalah sampah merupakan masalah yang saling keterkaitan antara ketiga elemen tersebut.

Ada beberapa yang dilakukan Islam dalam menjaga lingkungan agar tetap bersih dan lestari, yaitu sebagai berikut:

Pertama, Islam mendorong setiap individu masyarakat agar selalu memiliki kepekaan terhadap lingkungan hidup mereka. Kemudian, edukasi pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan mengelola sampah agar tidak mencemari lingkungan. Kedisiplinan individu yang bersih akan terbentuk ketika mereka memahami bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari menggapai rida Allah.

Di sisi lain, negara pun mengedukasi masyarakat agar tidak mengikuti gaya hidup hedonis dan konsumtif. Membeli barang yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupannya. Ketika masyarakat telah memahami pentingnya kebersihan maka akan dengan mudah mengontrol sampah.

Kedua, kontrol masyarakat harus terus dilakukan. Hal ini agar mereka bisa saling mengingatkan ketika ada individu yang lalai dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan cara membuang sampah sembarangan.

Ketiga, kehadiran negara di tengah-tengah masyarakat sebagai periayahan urusan rakyat. Negara juga tidak memberikan biaya kepada masyarakat untuk membuang sampah sebagaimana yang dilakukan sistem kapitalisme saat ini. Sebab hal ini sebagai bentuk tanggung jawab negara sebagai periayah urusan rakyat.

Di sisi lain, negara akan melakukan pengelolaan sampah dengan kecanggihan teknologi saat ini. Memisahkan antara sampai plastik dan sampah organik agar dapat diolah dengan benar dan tidak mencemari lingkungan. Selain itu, negara juga memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang melakukan pencemaran lingkungan dan membuang sampah sembarangan. Sistem sanksi dalam Islam dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa negeri ini akan bebas dari sampah ketika Islam diterapkan dalam seluruh sendi kehidupan manusia. Wallahu A’lam Bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here