Oleh : Rines Reso
(Pemerhati Masalah Sosial)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Penistaan terhadap agama Islam terjadi lagi. Sebagaimana yang di kutip TribunNews.com, Beredar video seorang pria menginjak Al-Quran saat bersumpah di hadapan istrinya. Setelah ditelusuri, pria yang ada dalam video adalah pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang bertugas sebagai Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Cecep Kurniawan, menyatakan sebelum dilaporkan atas kasus penistaan agama, Asep Kosasih juga dilaporkan atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), (18/05/2024).
Kejadian semacam ini bukan yang pertama terjadi di negeri ini. Hal ini tentu sangat mengiris hati umat Islam terkhusus di negeri ini, mengapa tidak? Pelaku-pelaku yang sudah menginjak-injak marwah dan wibawa sejatinya mengindikasikan bahwa perangkat hukum yang ada tidak berefek jera bagi pelaku. Berkaca dari kasus penistaan agama yang sudah pernah terjadi, negara cenderung pasif. Terkadang, pihak aparat baru menindak jika kasus tersebut viral dan menjadi perbincangan publik.
Apalagi posisi umat Islam serba salah. Jika ada muslim yang melaporkan penistaan agama, sebagian pihak menangkisnya dengan dalih umat Islam tidak boleh terprovokasi dan terpancing. Jika penistaan agama dibiarkan, perbuatan tersebut berpotensi kembali berulang dengan pelaku yang berbeda-beda. Jika Islam dihina dan menjadi bahan olok-olokan, umat Islam yang kerap diminta sabar dan tidak tersulut amarah. Melapor dipersalahkan, tidak melapor juga salah.
Sejauh ini juga, hukuman yang ada belum berefek jera bagi pelaku. Terkadang, para penista yang menebar kebencian terhadap Islam hanya cukup meminta maaf secara tertulis atau melalui media elektronik. Sudah banyak kasus penistaan yang mengandung ujaran kebencian hanya berakhir dengan permintaan maaf.
Undang-undang (UU) yang diterapkan dalam negeri ini tak berdiri sendiri. Ada sebuah ideologi yang menaungi seluruh UU yang tercipta, yaitu ideologi sekularisme dan kapitalisme. Sehingga negara tidak menempatkan agama dalam posisi yang mulia. Dalam kacamata sekuler, agama hanya diposisikan sebagai salah satu dari sekian nilai/norma yang menjadi rujukan dalam pembuatan UU. Keberadaan agama bukanlah satu-satunya rujukan dalam mengatur kehidupan manusia. Wajar akhirnya agama dapat dinistakan. Padahal, seharusnya agama menjadi satu-satunya sumber konstitusi dan perundang-undangan, dan agama harus menjadi arah pandang kehidupan umat manusia.
Jika Islam tidak diposisikan sebagai landasan konstitusi dan arah pandang manusia, tetapi hanya sebatas salah satu nilai yang ada di masyarakat, maka jangan pernah berharap pelecehan terhadap agama berhenti. Begitupun ideologi kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Telah mendorong manusia untuk mendapatkan materi dengan segala cara, tak peduli halal atau tidak, termasuk menghina agama.
Oleh karena itu, sudah bisa dipastikan, penghinaan terhadap ajaran Islam akan tetap ada jika sistem sekuler dan kapitalisme masih bercokol di negeri ini. Di mana agama hanya sebagai ritual belaka, bukan agama yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sungguh, kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah mempraktikkan sekularisme dengan sempurna. Benar saja, negeri ini memang memisahkan agama dalam pengaturan kehidupan. Dari sekularisme ini, kemudian lahir paham lainnya, yakni liberalisme, pluralisme, dan demokrasi yang menganggap agama bukan sesuatu yang sakral yang wajib dijaga. Jika umat melakukan aksi menuntut hukuman tegas bagi penista agama, umat Islam diminta bersabar dan memberi maaf.
Tentu saja kondisi saat ini bertolak belakang dengan kondisi saat Islam diterapkan dalam kehidupan. Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Pasalnya, salah satu tujuan diterapkannya syariat Islam adalah menjaga dan melindungi agama. Negara tidak akan membiarkan para penista tumbuh subur dalam sistem Islam. Negara tak segan untuk menerapkan sanksi tegas kepada para penista agar memberi efek jera bagi yang lainnya.
Ketegasan Islam terhadap penista agama terbukti dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespon Prancis yang hendak menayangkan teater berisi pelecehan kepada Rasulullah saw. Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis dan meminta penjelasan atas niat Prancis yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi saw. Khalifah Abdul Hamid bahkan mengancam duta tersebut untuk menghancurkan tempat di sekitar mereka jika teater itu tetap berlangsung.
Demikianlah seharusnya sikap tegas pemimpin kaum muslim. Pemimpin dalam Islam akan tegas dan berwibawa menjaga agama agar Islam dan kaum muslim tidak dihina. Sejarah telah membuktikan, hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah, agama ini akan mulia dan terlindungi. Maka dari itu, seruan penegakan syariat Islam harus terus disuarakan. Saatnya kaum muslim mencampakkan kapitalisme yang melahirkan liberalisme.
Wallahu a’lam bisshawab.
Views: 13
Comment here