Surat Pembaca

Gen Z Susah Cari Kerja, Salah Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pengangguran di kalangan gen Z semakin meningkat. Hal ini diakui oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh pemuda usia 18-24 tahun yang baru lulus dari SMA/sederajat dan perguruan tinggi (20/5).

Menurut Ida, faktor utama tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda adalah karena kurang sinkronnya antara pendidikan dan permintaan tenaga kerja. Selain itu, faktor lain penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan gen Z ialah lapangan kerja sektor formal yang semakin menyempit. Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tersedia di sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang. Pada periode tahun 2014-2019 angkanya menurun menjadi 8,5 juta orang, dan merosot kembali pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang saja (22/5).

Kurikulum pendidikan yang diterapkan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Sehingga ketika lulus, kompetensi yang dimiliki gen Z tidak sinkron dengan permintaan lapangan kerja dan menyebabkan pengangguran semakin meningkat.

Sempitnya lapangan kerja ini menunjukkan bahwa negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang memadai dan sesuai dengan kemampuan gen Z. Apalagi dengan adanya UU Cipta Kerja yang bertujuan memudahkan para investor menanamkan investasi, baik investor asing maupun investor dalam negeri. Hal ini dilakukan oleh negara karena menganggap investasi merupakan satu-satunya cara membuka lapangan kerja.

Bertambahnya investor asing memudahkan pekerja mereka juga masuk ke Indonesia. Hadirnya mereka menambah kompetitor bagi gen Z dalam mencari lapangan kerja.

Berbeda dengan sistem negara saat ini, Islam memiliki empat langkah besar untuk menyerap tenaga kerja.

Pertama, dalam sistem Islam amat sangat dilarang adanya praktik ribawi, karena riba ini membuat harta bertambah tanpa disertai pertumbuhan barang dan jasa.

Kedua, mengoptimalkan posisi baitul mal sebagai sistem keuangan negara. Adanya baitul mal ini untuk memberikan pinjaman modal tanpa riba atau memberikan bantuan berupa hibah dari negara.

Langkah ketiga, menata ulang sistem kepemilikan harta, yakni kepemilikan pribadi, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Sumber daya alam yang melimpah jika dikelola langsung oleh negara dengan tidak memprivatisasinya, maka disitulah negara bisa mengambil langkah strategis, yakni menyusun proyek padat karya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.

Langkah terakhir, negara turun tangan langsung dalam mengatur sistem pendidikan tinggi. Berbeda dengan saat ini, perguruan tinggi langsung membuat kerja sama dengan industri sehingga negara tidak mengerti strategisnya posisi pendidikan tinggi dengan potensi intelektual yang ada di dalamnya. Padahal dengan berbagai riset yang dilakukan oleh para intelektual, negara bisa tahu dan menghubungkan apa yang dibutuhkan dunia kerja dengan apa yang harus disiapkan oleh perguruan tinggi.

Nuraeni

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 63

Comment here