Oleh: Nana Juwita, S. Si.
wacana-edukasi.com, OPINI-– Umat Islam di seluruh dunia, kembali merayakan Iduladha dengan waktu yang berbeda di Tahun ini, dikarenakan ada perbedaan cara menentukan yaitu dengan rukyatul hilal atau dengan melihat bulan dan Hisab yaitu perhitungan melalui astronomi. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Pelaksanaan Iduladha tahun ini terjadi perbedaan antara Indonesia dan Arab Saudi. Arab Saudi melaksanakan Iduladha pada minggu 16 Juni 2024 sementara Indonesia pada Senin 17 Juni 2024. Umat Islam mungkin bertanya mengapa iduladha umat Islam bisa berbeda-beda, dan bagaimana seharusnya umat menyikapi hal ini?
Saiful Rahmad selaku Wakil Menteri Agama RI, menanggapi terkait Adanya perbedaan penentuan Iduladha ini, Ia menyatakan bahwa, ini merupakan bagian dari sebuah proses yang tidak perlu dipermasalahkan, dan penetapan Iduladha ini sudah sesuai dengan kriteria MABIMS dan sudah disepakati bahwa tidak ada hal yang menjadi masalah utama kata Wakil Menteri Agama RI usai melakukan konferensi pers sidang Isbat di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jumat (7/6/2024). Saiful juga menjelaskan perbedaan itu terjadi karena berbagai faktor, mulai dari elongasi hingga perbedaan kondisi alam. Namun, ia menegaskan semua itu tak masalah selama masih sesuai kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). (https://news.detik.com)
Perbedaan memang merupakan hal yang lumrah terjadi, terlebih hal itu terkait masalah ibadah ataupun fikih, namun seharusnya umat Islam dan juga pemegang kebijakan negeri ini harusnya mengembalikan persoalan perbedaan penentuan iduladha ini dengan pandangan syariah, dengan merujuk pada kekuatan dalil syari’. Karena Islam memandang bahwa setiap perbuatan manusia harus terikat dengan hukum Allah SWT, dan hukum Allah Swt tidak akan pernah berubah dengan adanya perubahan waktu dan tempat karena landasannya tetap yaitu Al-quran dan Sunah, hanya sarananya saja yang berubah. Jika perbuatan manusia menyalahi hukum syara’ maka tertolaklah amalannya. Karena syarat diterimanya amal di sisi Allah SWT harus memenuhi dua syarat, yaitu: pertama: niat ikhlas karena Allah Swt dengan tujuan untuk mendapatkan ridho Allah Swt, bukan karena kepentingan dan kesepakatan semata, yang Ke-dua: Caranya haruslah benar, yaitu bersandar pada hukum syara’ bukan berdasarkan keputusan manusia yang tidak menggunakan Islam sebagai solusi sebuah permasalahan.
Akibat sekularisme dan nasionalisme, juga fanatisme golongan umat Islam terpecah-pecah dalam merayakan iduladha, padahal sejatinya setiap perbedaan jika merujuk pada hukum Islam maka kesatuan pemikiran akan terwujud di tengah-tengah masyarakat. Namun ketika umat tidak memahami Islam hanya bertaklid buta, dan tidak memiliki kemauan untuk mengkaji Islam kaffah, maka timbulah perbedaan. Padahal seharusnya dalam menentukan kapan 9 dan 10 Dzulhijah, mestinya harus merujuk pada ahlul Makkah. karena di sanalah puncak dilaksanakan nya ibadah haji oleh umat Islam seluruh dunia. Juga terkait dengan pelaksanaan puasa arafah bagi umat Islam yang belum berkesempatan pergi berhaji.
Oleh karena itu penentuan Iduladha yang berbeda ini, tidak sesuai dengan dalil yang menyatakan bahwa ’’(inti) dari ibadah haji adalah arafah’’ maka mestinya penetapan Iduladha harus mengikuti amir Makkah. Namun ini tidak diikuti oleh umat Muslim negeri ini, bahkan organisasi masyarakat yang berbasis Islam pun alih-alih meluruskan pemahaman umat, malah mengikuti keputusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui sidang isbat awal Zulhijah bahwa Idul Adha 2024 M jatuh pada tanggal 17 Juni 2024, dan hal ini sama dengan penetapan SKB 3 Menteri dan Muhammadiyah.
Sekularisme membuat umat terpecah-pecah sekalipun dalam hal perayaan Idul adha, ini disebabkan oleh karena umat tidak memiliki kepemimpinan yang satu yaitu Khilafah. Bahkan setelah runtuhnya Kekhilafahan Islamiyah umat terpecah belah lebih dari 50 negara bagian. Terbukti ketika islam di terapkan selama 13 abad lamanya, Khilafah mampu menyatukan perbedaan suku, ras,bangsa dan agama di hampir 2/3 belahan dunia, dari Maroko hingga Maroke, menembus jantung Eropa di Andalusia, Spanyol, mewujudkan rahmatan lil alamin melalui penerapan Syariah secara kaffah.
Sementara umat Islam saat ini lebih di dominasi oleh pemahaman sekularisme sehingga tidak menjadikan islam sebagai solusi dalam hal mengatasi suatu perbedaan. Khilafah lah yang mampu menjadikan pemikiran, perasaan , dan peraturan umat muslim menjadi sama, sehingga mampu membangkitkan umat muslim di seluruh dunia, menuju pada masa kejayaan Islam tempo dulu, untuk menerapkan Islam secara kaffah, sehingga kemuliaan Islam tampak, dan kewibawaan Islam menjadi nyata.
Sudah saatnya umat menyadari bahwa Khilafah sesuatu yang tidak dapat di tunda, seorang Khalifah akan memutuskan sesuatu perkara menurut Al-Quran dan As-sunah, jika ada perbedaan di tengah-tengah umat dalam hal yang terkait masalah hukum ataupun ibadah, maka Khalifah akan memutuskan perkara tersebut sesuai dengan dalil-dalil syariat tidak berdasarkan hawa nafsu ataupun fanatisme golongan. Umat Islam juga harus memahami bahwa sistem pemerintahan yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem Khilafah, dalil dari al-Kitab diantarnya bahwa Allah SWT telah berfirman dalam (TQS al-Maidah:48) yang artinya:
’’Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu’’. Wallahu A’lam Bisshawab
Views: 11
Comment here