Opini

Judi Online, Will Not End in Capitalist System

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ilma Mahali Asuyuti

wacana-edukasi.com, OPINI– Tidak ada kerusakan yang tidak mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme. Salah satunya adalah semakin maraknya judi online, bahkan sudah sampai pada wakil rakyat. Wakil rakyat yang lebih fokus pada judi online daripada kondisi rakyat mencerminkan buruknya tanggung jawab dia sebagai penguasa kepada rakyat.

Mengutip Pikiran rakyat.com, terungkap lebih dari 1.000 orang di lembaga Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), terlibat judi online.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024.

Ivan menyebutkan, angka yang dipotret PPATK itu terdiri dari legislator yang duduk di DPR dan DPRD. Begitupun mereka yang bekerja di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR maupun DPRD.

Jumlah uang dan transaksi judi online di lingkungan DPR dan DPRD tersebut sangat fantastis, yaitu mencapai lebih dari 63.000 transaksi dengan normal perputaran hingga Rp 25 Miliar.
(Pikiranrakyat.com, Jumat, 26 Juni 2024)

Anggota dewan bisa terlibat judi online sebenarnya bukan hal yang aneh lagi, karena sistem hari ini yaitu Kapitalisme sekuler memaksa setiap orang bahkan para penguasa untuk melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu mereka raih demi gaya hidup hedonisme.

Salah satunya adalah judi online. Dalam pandangan mereka, judi termasuk salah satu bahkan satu-satunya cara untuk meraih keuntungan yang besar dengan cara yang instan. Padahal jika kita berpikir, ketika dapat keuntungan itu (menang dalam permainan) justru modal yang dikeluarkan jauh lebih besar, apalagi hal itu membuat pengguna kecanduan dan berakhir melakukan segala cara untuk bisa melakukan judi tersebut sampai puas. Bahkan tak sedikit harta benda mereka habis untuk berjudi.

Tapi kenapa justru mereka masih mau terlibat dengan hal itu? Karena mereka mencari kesenangan dan tidak tahu tujuan hidup mereka. Padahal mereka adalah salah satu pejabat yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Tetapi mereka (para penguasa) malah bersenang-senang dan melalaikan kepentingan rakyatnya.

Jika saja para penguasa mau berpikir, urusan mereka bukan hanya mencari-cari cara untuk mendapat materi, tapi seharusnya mencari cara supaya rakyatnya bisa terurus dan terpenuhi segala kebutuhannya. Dari segi harta pun padahal mereka akan dimintai pertanggung jawaban, dari mana dan untuk apa harta mereka gunakan.

Para penguasa yang lebih fokus pada judi online daripada urusan rakyat, mencerminkan buruknya perilaku dia sebagai wakil rakyat yang seharusnya memberi teladan yang baik kepada rakyatnya. Sejak awal kesalahannya ada pada sistem yang tidak benar dalam merekrut pejabat negara, yang menggunakan Kapitalisme sekuler demokrasi, melegalkan kecurangan maupun cara kotor apapun dalam memilih pejabat yang sesungguhnya telah ditentukan oleh para pengusaha elit global.

Sistem demokrasi ini memungkinkan masyarakat umum hanya memilih orang-orang yang telah ditentukan oleh mereka saja, sehingga tidak benar-benar bebas dalam arti sesungguhnya.

Sedangkan Islam memandang bahwa pemilihan atau perekrutan pejabat sebagai sesuatu yang sangat penting, dimana setiap pejabat negara wajib menjadi pelayan (pengurus) umat. Jangankan seorang Khalifah, gubernur saja pun wajib mengutamakan kepentingan rakyatnya sebelum mengutamakan kepentingan pribadi. Sehingga dalam Islam dipastikan terlebih dahulu apakah seseorang itu pantas menerima jabatan atau tidak, apakah dia bisa dipercaya atau tidak dan terutama apakah dia mampu bertanggung jawab atas setiap urusan rakyat atau tidak. Serta apakah ia bersedia untuk menjalankan amanah pemerintahan dengan aturan Allah yang sebenar-benarnya.

Tapi pada kenyataannya, baik yang merekrut maupun yang direkrut sama-sama menjadikan jabatan sebagai salah satu jalan untuk menghasilkan keuntungan, karena mereka terjerat kapitalisme yang segala sesuatu harus menghasilkan keuntungan.

Jika sistem yang digunakan masih keukeuh dengan Kapitalisme demokrasi, akan tampak banyak sekali keburukan yang terjadi. Terbukti saat ini banyak sekali kebijakan-kebijakan atas nama rakyat, padahal di balik itu semua ada tujuan pribadi mereka untuk meraih keuntungan dari rakyat. Ini juga membuktikan bahwa mereka tidak serius terhadap urusan-urusan rakyat.

Ketika mendengar kesulitan rakyat, mereka seolah tutup mata dan tutup telinga, tidak bersedia menanggapi kesulitan yang dihadapi rakyat. Belum lagi terkait amanah, banyak saat ini kasus korupsi justru terjadi di kalangan para penguasa.

Itulah sebabnya dalam Islam, pejabat negara wajib mampu untuk menjaga penerapan hukum syara. Karena jika hukum syara mampu dia jaga, maka tidak akan terjadi kerusakan-kerusakan yang terjadi saat ini.

Termasuk judi online, dalam Islam hukumnya haram dan telah jelas Allah berfirman dalam Al Quran terkait keharamannya ini.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat. Maka tidakkah kamu mau berhenti?”
(QS Al Maidah : 90-91).

Dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP juga ada ancaman terkait judi, yaitu hukuman 10 tahun penjara. Terdapat juga dalam UU ITE Pasal 27 ayat (2) dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

Selain itu, akan sangat berbahaya jika wakil rakyat (para penguasa) terus menerus terlibat judi online, karena bisa mempengaruhi keberpihakan mereka terhadap regulasi judi online. Sedangkan UU ada di tangan mereka, maka akan mudah bagi mereka untuk semakin melegalkan perjudian demi mengamankan aktivitas mereka.

Ini bukti rusaknya negara yang menerapkan sistem demokrasi kapitalisme. Sistem demokrasi membiarkan aturan bisa diubah-ubah sesuai kepentingan mereka sendiri. Sistem kapitalisme juga membuat para penguasa gila harta yang hanya memikirkan keuntungan pribadi saat membuat keputusan. Sekularisme juga tak lupa mereka terapkan, mengabaikan aturan agama untuk keuntungan pribadi.

Maka untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah hanya dengan menerapkan sistem Islam, yang semua aturannya bersumber dari hukum syara (Al Quran dan As Sunnah). Menjadikan hukum syara sebagai satu-satunya pegangan dalam berbuat sesuatu dan menyesuaikan setiap perbuatan agar sesuai dengan hukum syara.

Islam dengan tegas mengharamkan segala bentuk judi dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya. Dalam sistem Islam, negara akan memberantas segala unsur yang bisa menyebabkan pada perilaku maksiat, baik di dunia nyata maupun di media sosial demi menjaga ketaqwaan dan keimanan para penguasa maupun rakyatnya.

Negara juga akan menindak tegas setiap orang yang terlibat perjudian, baik pelaku maupun bandar akan mendapatkan sanksi takzir yang menjerakan yaitu berupa hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain.

Dalam Islam, negara juga akan merekrut aparat dan pejabat yang adil dan taat syari’at saja untuk menduduki posisi dalam pemerintahan. Tidak membiarkan orang fasik yang gemar bermaksiat untuk menduduki jabatan.

Wallahu’alam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 21

Comment here