Oleh Santy Mey
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Saat ini, fasiliitas umum seperti sekolah, rumah sakit, jalan dan pasar sering dijadikan ajang manfaat bagi segelintir orang salah satunya pasar, alih-alih direnovasi tetapi dibalik itu ada tujuan yang hendak dicapai yakni mencari keuntungan. Sehingga, wajar jika pada akhinya sering menimbulkan pro dan kontra.
Seperti yang terjadi baru-baru ini, proyek renovasi pasar Banjaran telah menimbulkan pro dan kontra, sebab revitalisasi tersebut dilakukan pada saat masih berlangsungnya proses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), ini berarti Pasar Banjaran masih status quo, namun kenyataannya para pedagang dipaksa untuk segera memindahkan barang dagangannya. (Detik Jabar, 05-06-2023)
Walaupun, Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan bahwa dalam proses pemindahan para pedagang Pasar Banjaran berjalan dengan baik dan lancar, sementara fakta dilapangan masih banyak pedagang yang merasa keberatan (kontra), sehingga mereka pun akhirnya harus mengajukan gugatan kepada PTUN, tetapi proses renovasi tetap berjalan.
Disini jelas adanya ketidakadilan yang diterima para pedagang, sebab ada hak yang dirampas bahkan tanpa kompromi lebih dulu, para pedagang dihimbau untuk segera mengosongkan lapaknya, padahal kios-kios tersebut murni milik para pedagang yang dibangun dengan modal sendiri.
Maka wajar, bila sebagian pedagang yang melakukan penolakan bila kiosnya harus dibongkar, dan salah satu penyebab timbulnya kontra yakni tidak adanya kompensasi dari pemerintah atas kepemilikan kios para pedagang yang telah direnovasi tersebut, padahal tidak sedikit modal yang dikeluarkan dalam mengupayakan pembuatan kios yang lama, sekarang kios tersebut harus dibongkar otomatis para pedagang mengalami kerugian.
Belum lagi, setelah dilakukan renovasi para pedagang dihadapkan pada masalah baru yakni akan mengalami kesulitan menebus kembali kios karena harganya tidak terjangkau, betapa tidak penghasilan yang didapat tidak cukup untuk menyewa kios apalagi keadaan saat ini situasi dan kondisi pasar sedang sepi pembeli.
Ditengah kegundahan dan kesulitan yang dialami para pedagang pasar Banjaran, situasi tersebut dimanfaatkan oleh Bank DKI dan PT Bangun Niaga Perkasa dengan bekerjasama untuk memberikan kemudahan kepada para pedagang dalam kepemilikan tempat berjualan, dengan dalih sebagai wujud dukungan dalam pengembangan UMKM serta memperkuat ekosistem bisnis lokal.(Jakarta,10-6-2024).
Dalam kerjasama tersebut, Bank DKI memberikan penawaran untuk kepemilikan kios dengan menyediakan fasilitas kredit, dimana batas tertinggi maksimal Rp 500 juta dengan tenor lima tahun. Namun hal tersebut, justru memberatkan para pedagang karena harus berurusan dengan praktek ribawi yang jelas-jelas hukumnya haram.
Kisruh seputar renovasi pasar kerap terjadi disistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme, sebab dalam pelaksanaanya memakai aturan dari manusia yang tolak ukurnya berdasarkan hawa nafsu hanya untuk kepentingan segelintir orang dan tentunya tidak sesuai dengan aturan agama yang berasal dari sang khaliq pemilik aturan yang qot’i.
Maka, akibat dari paradigma sistem kapitslisme yang berasaskan sekularisme, dalam memberikan solusi pun tidak berdasarkan halal ataupun haram, maka yang terjadi pengembang memberikan fasilitas dengan kredit ribawi, selain merupakan aktivitas haram tentu saja akan memberatkan para pedagang.
Namun, berbeda dengan Sistem Islam yang terikat pada hukum syara’ tentu akan memberikan solusi tuntas untuk mempermudah akses bisnis dengan pembiayaan yg terjangkau dan tentunya tanpa bunga. Sesuai dengan apa yang terkandung dalam surat Al-baqarah 275 bahwa Allah Swt menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Sementara, terkait dengan revitalisasi akan senantiasa dipersiapkan dengan matang, melalui prosedur yang jelas atas kesepakatan antara pengembang dan pedagang yang disetujui oleh pemerintah daerah. Adanya kesepakatan antara pihak yang terkait, adalah suatu keniscayaan dalam sistem Islam, sehingga tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan.
Karena itu, Khalifah sebagai junnah tidak akan luput sedikit pun dari tugas meriayah masyarakat. Sehingga, akan selalu berhati-hati dalam mengemban amanah, akan selalu mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat. maka sekalipun bila pada akhirnya pihak yang dirugikan akan senantiasa memberikan kompensasi dan hal itu suatu keharusan dalam Sisten Islam.
Wallahu’alam bishawab.
Views: 3
Comment here