Opini

Pendidikan Merata dan Berkualitas dengan Zonasi, Mungkinkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Fitriani, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah ramai di sekolah-sekolah, menandai masuknya awal tahun ajaran baru. Dimulainya kembali perjuangan ribuan siswa dan orang tua dalam mencari tempat terbaik untuk melanjutkan pendidikan.

Dalam beberapa tahun terakhir, sistem zonasi telah diimplementasikan sebagai bagian dari reformasi pendidikan, untuk menciptakan akses yang lebih adil dan merata bagi seluruh siswa. Sistem zonasi bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan, dengan memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah di lembaga pendidikan negeri terdekat dari tempat tinggal mereka. Selanjutnya, sistem zonasi bertujuan untuk mengurangi penumpukan siswa di beberapa sekolah favorit dan sebaliknya, mendorong pemerataan jumlah siswa di berbagai sekolah, sehingga setiap sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.

Di tahun ajaran ini 2024/2025, penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terdapat perbedaan aturan mengenai jalur zonasi untuk SD, SMP, SMA dan SMK. Perubahan kebijakan itu mengacu pada Keputusan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ristek RI Nomor: 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021.

Dalam PPDB 2024 jalur zonasi, terdapat ketentuan khusus untuk perhitungan jarak dari rumah ke sekolah. Jika sebelumnya penentuan zona didasarkan pada jarak dalam wilayah kabupaten atau kota, maka sekarang penentuan zona dilakukan berdasarkan wilayah kelurahan atau desa. Selain jalur Zonasi, diterapkan juga jalur afirmasi yang diperuntukkan bagi peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dan anak penyandang disabilitas, jalur prestasi dan Jalur perpindahan tugas orangtua atau wali.

Harapan pendidikan merata dan berkualitas dengan zonasi ternyata bias. Sebaliknya, penerapan sistem zonasi membawah banyak praktik buruk yang mengarah pada tindakan diskriminasi. Terbukti banyak kecurangan-kecurangan dalam PPDB yang dikeluhkan dan diajukan oleh para murid dan orang tua murid. Terhitung per 20 Juni 2024 JPPI mendapat 162 laporan pengaduan dan pemantauan lain terkait pelanggaran dan kecurangan, baik yang dilakukan orang tua maupun oknum.

Dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta – Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di DKI Jakarta jalur zonasi masih berpotensi mengalami kecurangan seperti tahun sebelumnya. Ubaid memprediksi, kecurangan itu seperti memindahkan, memalsukan, dan menitipkan Kartu Keluarga (KK) ke daerah sekolah pilihan. Ubaid Matraji menilai kecurangan pada penerimaan peserta didik baru atau PPDB akan terus berulang di tahun-tahun berikutnya. Ubaid mengatakan kecurangan itu bisa dalam bentuk gratifikasi di semua jalur.

Kisruh PPDB menambah rentetan masalah dalam dunia pendidikan. Alasan zonasi untuk pemerataan dan ketersediaan pendidikan yang berkualitas layak ditinjau ulang, mengingat realita di lapangan yang justru membawa banyak praktik buruk. Apalagi faktanya, pemerataan dan kualitas pendidikan yang didengungkan pun tak kunjung nyata. Sangat jelas permasalahan ini didasarkan pada penerapan sistem pendidikan sekuler kapitalis. Sistem sekuler yang membatasi peran negara sebatas sebagai regulasi saja.

Dalam sejarah Islam, pendidikan mengalami perkembangan yang begitu pesat pada masa Dinasti Ayyubiyah di Damaskus, antara abad ke-12 hingga abad ke-13. Selain di Damaskus, pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan juga berada di Kairo, Yaman, dan Palestina. Pemerintahan Daulah Ayyubiyah mendirikan lembaga pendidikan hampir di setiap kota. Dengan berbagai kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan. Sehingga tidak akan ada perbedaan status sekolah favorit dan tidak favorit karena semua sekolah sudah dilengkapi fasilitas yang sama.

Perhatian besar yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Ayyubiyah, demi perkembangan dan kemajuan bidang pendidikan adalah mengadakan alokasi anggaran khusus. Anggaran tersebut bersumber dari Baitul mal yang berasal dari hasil pengelolaan SDA, zakat, ganimah dan lain-lain. Anggaran ini digunakan dengan amanah oleh negara untuk biaya pendidikan bagi siswa, juga memberikan gaji besar untuk tenaga pengajar. Kesejahteraan guru dan siswa sangat diperhatikan oleh pemerintah Daulah Ayyubiyah. Selain dibayar, guru dan siswa diberikan fasilitas tempat tinggal berupa asrama, agar kegiatan belajar mengajar semakin intens.

Penerapan sistem pendidikan Islam melahirkan banyak ilmuwan dan cendekiawan yang memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Diantaranya, Ibnu Sina (Avicenna) (980-1037 M) bidang kedokteran, Al-Khawarizmi (780-850 M) bidang matematika, astronomis, Al-Razi (Rhazes) (865-925 M) bidang kimia, Al-Farabi (872-950 M) bidang filsafat, Ibnu Khaldun (1332-1406 M) bidang Sejarah dan Sosiologi dan masih banyak lagi pakar Islam lainnya.

Demikianlah peran besar negara dalam mengatur tata kelola pendidikan. Mengingat bahwa pendidikan adalah salah satu dari kebutuhan dasar manusia. Sehingga untuk menyelesaikan kisruh PPDB, maka seharusnya mengubah paradigma pendidikan sekuler kapitalis menjadi paradigma Islam. selanjutnya menerapkan kurikulum dengan dasar aqidah Islam.

Mari satukan pemikiran dan perasaan untuk menerapkan sistem pendidikan Islam. Sebab hanya sistem Islam satu-satunya sistem shahih yang bersumber dari Allah swt. Wallahu A’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here