Opini

Indonesia Darurat Judi Online

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Wisya Al-khadra

wacana-edukasi.com, OPINI– Indonesia darurat Judi Online (judol). Inilah kalimat awal yang tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, situs judi online begitu membludak dan beredar luas dapat diakses di berbagai platform dan sosial media. Pelakunya pun beragam, mulai dari masyarakat dengan ekonomi lemah maupun ekonomi menengah, dari kalangan mudah sampai kalangan orangtua. Mulai dari anak-anak, pelajar, mahasiswa, buruh, petani sampai kalangan ibu rumah tangga pun kecanduan judol.

Judi online tidak hanya menimpa rakyat biasa, bahkan para penegak hukum dan anggota DPR juga melakukan praktik judol ini. Baru baru ini kita dikagetkan oleh seorang istri yang membakar suaminya karena kecanduan judol di Mojokerto, pelaku dan korban adalah merupakan aparat penegak hukum. Bahkan anggota DPR juga terlibat praktik judol. Dalam data CNN.com disebutkan lebih dari 1000 orang di DPR RI hingga DPRD terlibat permainan judi online. Bahkan jumlah transaksi mencapai 63,000 dengan nilai transaksi mencapai 25 Miliar sampai ratusan Miliar. OMG!

Maka tak heran, jika Indonesia menjadi negara tertinggi peringkat pertama di dunia yang memainkan judi online. Mengutip data Kominfo, pemain judi online di Indonesia sudah berkisar 3,2 juta pada tahun 2024 bahkan ditaksir pada kuartal 1 perputaran uang transaksinya sudah mencapai Rp 600 Triliun. Ini jauh lebih besar nilainya dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp 327 Triliun perputaran transaksi judi online. OMG!

Fakta banyaknya pihak masyarakat dan keterlibatan penegak hukum dan anggota DPR sungguh sangat memprihatinkan. Sebab, mereka adalah representasi ummat dalam menegakkan hukum serta wakil rakyat yang sudah seharusnya memberi contoh dan teladan yang baik, namun justru mereka adalah pelaku kemaksiatan dan tindak kriminal yang melanggar konstitusi negara sendiri. Padahal jelas praktik judol di larang secara agama bahkan konstitusi sendiri.

Penyebab banyaknya pihak maupun masyarakat terutama ekonomi lemah tergiur dan terjerat judol adalah karena kerusakan cara berfikir yang dangkal. Mereka berharap bisa meningkatkan penghasilan besar tanpa harus kerja keras. Mereka berfikir bisa ikut taruhan tanpa perlu mengeluarkan modal besar. Padahal jelas, yang menguntungkan adalah para bandar judi. Para bandar ini menyihir masyarakat dengan iming-iming sukses dan bertambah kekayaan saat menang taruhan. Nyatanya, masyarakat hanya memperoleh dampak dari judol sendiri. Tak sedikit pelaku judol depresi dan stress, sering terlibat aksi kriminal seperti mencuri hingga membunuh. Bahkan terlilit pinjol karena terdesak, hutang yang mengcekik, menambah beban ekonomi bahkan keutuhan rumah tanggah dipertaruhkan akibat judol ini. Jelas ini sangat memprihatinkan bagi kehidupan bangsa.

Maka tak heran, untuk mengatasinya pemerintah pun membentuk Satgas Pemberantasan Perjudian Daring yang baru diresmikan pada Jumat 14/6/2024, dengan mengandalkan dua cara yaitu pertama: dengan upaya pencegahan dengan jalur edukasi dan literasi. Kedua penindakan terhadap situs judi online. Upaya tersebut sudah dilakukan namun belum efektif karena pemerintah masih pilih dan pilah dalam memberantas situs-situs tersebut.

Usaha pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo dalam memberantas judi online terkesan setengah hati dan bikin makan hati. Bagaimana tidak, pemblokiran atas situs-situs judol dilakukan tidak secara merata bahkan masih banyak situs-situs judol yang sampai saat ini masih mudah diakses. Ibaratnya ya, mati satu tumbuh seribu, blokir satu muncul seribu. OMG!

Inilah akibatnya, jika sistem kehidupan kita diatur dengan sistem kapitalisme yang asasnya sekularisme, penyebab utama maraknya judi online. Sistem ini, menghalalkan berbagai macam cara untuk menghasilkan cuan. Sekularisme juga yang menjadikan masyarakat jauh dari agama, bebas menentukan arah perbuatannya. Halal haram bukan menjadi tolak ukur dalam perbuatannya. Kapitaslisme juga yang menjadikan penguasa seolah mandul dan tidak mampu berbuat apa-apa.

Di sistem sekuler, judi online, miras maupun perbuatan haram lainnya sangat berpotensi menjadi aktivitas yang legal dan dibolehkan oleh negara selama mendatangkan manfaat dan menguntungkan. Di sistem sekuler pula, penindakan sanksi hukum atas pelaku dan bandar judol tidak memberikan efek jera bahkan acap kali mereka bebas berkeliaran bahkan kembali melakukan kejahatan yang sama. Inilah akibatnya jika tidak diatur dengan sistem Islam.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam jelas mengharamkan Judi. Firman Allah SWT “Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQ.S Al-Maidah:90).

Dalam sistem Islam, negara tidak akan mentoleransi segala bentuk kejahatan apapun termasuk judol. Negara akan memberantas judol sampai keakar-akarnya. Asas yang digunakan tentunya akidah Islam. Negara akan memastikan seluruh rakyatnya memiliki ketaqwaan individu yang di topang dengan pembinaan dan pendidikan Islam. Negara memastikan dakwah ke tengah masyarakat termasuk media massa maupun sosmed untuk membentuk pemahaman yang benar.

Negara akan memutus mata rantai dan jaringan judi online, menutup segala aksesnya sehingga tidak akan bisa masuk dalam jaringan negara. Negara juga akan memastikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku, pembuat maupun bandar judol ini dengan hukuman takzir yang memberi efek jera. Dan pastinya negara juga akan memberikan kehidupan yang layak serta mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat agar tidak terbesit dorongan melakukan judol karena kesulitan ekonomi. Beginilah negara Islam dalam memberantas judol secara tuntas. Wallahu’alam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 32

Comment here