Oleh : Ummu Rifazi, M.Si.
wacana-edukasi.com OPINI– Kasus judi online (judol) di Indonesia merajalela bak wabah penyakit di berbagai daerah dan juga menjerat berbagai kalangan, mulai dari rakyat jelata sampai para wakil rakyat. Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah yang paling banyak terpapar judol, dan Kota Bogor menduduki peringkat kedua di tingkat kabupaten/kota se-Indonesia dengan nilai transaksi fantastis Rp 612 Miliar. Sekaligus juga salah satu wilayahnya yaitu Kecamatan Bogor Selatan menempati peringkat pertama se-kecamatan dengan nilai transaksi Rp 349 Miliar (bandungraya.inews.id, 04/07/2024).
Buntut dari judol adalah para pelakunya banyak yang terjerat pinjaman online (pinjol) akibat kekurangan uang saat bermain judol. Alhasil yang terjadi adalah bukannya tagihan judol yang datang, melainkan tagihan dari pinjol yang akan menyengsarakan dan memiskinkan (megapolitan.kompas.com, 04/07/2024).
Jeratan Demokrasi Sekuler Kapitalisme
Dosen FISIB dan Pengamat Sosial Budaya dari UNPAK, Dr. Agnes Setyowati H M Hum menyampaikan bahwa ada beberapa faktor utama penyebab mewabahnya judol di Kota Bogor diantaranya adalah (1) kemudahan mengakses, (2) gencarnya promosi dan marketing judol, (3) kultur setempat yang mendukung penerimaan perjudian sebagai cara mendapatkan uang yang mudah dan cepat dan (4) ketidakstabilan ekonomi atau tingkat pengangguran tinggi yang mendorong kebutuhan mencari tambahan penghasilan melalui judol (voi.id/, 29/06/2024).
Dan yang makin membuat kita mengelus dada adalah bahwa diantara langkah yang diupayakan pemerintah untuk menyelesaikan kasus judol dan pinjol ini bukanlah memberantas tuntas secara sistemik sampai ke akarnya. Namun kebijakan yang akan diambil masih seputar upaya teknis yaitu melakukan sosialisasi bahaya judol dan himbauan untuk mengurangi jumlah pelakunya saja, serta rencana penyusunan kerangka hukum kerjasama dengan lembaga keuangan untuk memfasilitasi kemudahan kredit sebagai alternatif pinjaman yang lebih aman ketimbang pinjol (megapolitan.kompas.com, 04/07/2024).
Dari upaya penyelesaian tersebut terlihat bahwa pemerintah hanya fokus pada pelaku judol, sedangkan bandarnya tidak diburu. Padahal menurut pengamat, yang paling mudah adalah dengan cara menelusuri aliran uang para pengguna judol, sehingga bandarnya dapat ditangkap dan aktivitas judol dapat dihentikan. Seperti penuturan Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, bahwa kasus judol di Indonesia pada umumnya terhenti sampai di penyidikan polisi saja bahkan bisa berakhir secara damai, dan tidak tuntas sampai ke pengadilan. Dia menegaskan bahwa seharusnya para bandar dan kaki tangannya yang tertangkap harus dibawa ke pengadilan dan disidangkan supaya ada efek jera bagi masyarakat maupun bandarnya. Lebih lanjut dia mengingatkan agar semua pihak penegak hukum tidak tergoda menerima suap agar kasus judol bisa diberantas (megapolitan.kompas.com, 02/07/2024).
Upaya pemberantasan judol memang terkesan dilakukan ‘setengah hati’ karena meskipun judol secara resmi tidak diijinkan di Indonesia, namun ternyata beberapa pihak berpendapat bahwa dengan adanya regulasi tertentu, pemerintah dapat memperoleh pendapatan dari pajak aktivitas judol. Pendapatan dari pajak judol tersebut masih dipandang memberikan dampak positif bagi masyarakat karena nantinya dapat dialokasikan untuk program-program pelayanan umum (kompasiana.com, 27/04/2024).
Kesimpulannya adalah keadilan selamanya tidak akan pernah bisa ditegakkan dalam sistem Sistem Demokrasi Sekuler Liberalisme yang diterapkan di negeri ini. Karena walaupun judol merupakan kemaksiatan dalam pandangan Islam dan harus diberantas, namun selagi judol masih mendatangkan ‘keuntungan materi/uang’bagi negara, maka upaya penyelesainnya tidak akan pernah jauh dari sekedar meminimalisir dampak negatifnya saja.
*Memberantas Tuntas Kemaksiatan dengan Sistem Shahih*
Sistem Demokrasi Sekuler Kapitalisme merupakan hasil pemikiran manusia sebagai makhluk yang serba terbatas akal dan pikirannya, memandang kebaikan dan keburukan hanya dari sudut pandang duniawi, diantaranya berupa keuntungan materi dan kesenangan hidup di dunia. Sebaliknya, Islam adalah sistem kehidupan paripurna yang berasal dari Dzat Maha Kuasa dan Maha Baik Allah Azza wa Jalla. Oleh karena Islam mempunyai standar baku kebaikan dan keburukan dari sudut pandang akhirat, yaitu keberuntungan dan kesenangan hidup abadi di SurgaNya.
Jika dalam sistem Demokrasi Sekuler Kapitalis Judol masih mempunyai dipertimbangkan dalam mendatangkan keuntungan materi, maka sebaliknya dalam Islam, segala bentuk perjudian baik online maupun offline secara tegas dinyatakan sebagai sebuah kemaksiatan yang haram (dilarang) dilakukan. Diantaranya sebagaimana Firman Allah ta’alaa dalam QS Al Maidah ayat 90 bahwa bagi orang – orang yang beriman, khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah termasuk perbuatan syaithan. Orang-orang yang beriman diperintahkan Allah untuk menjauhi perbuatan tersebut, supaya mendapat keberuntungan (SurgaNya).
Penerapan aturan dan penegakan hukum terkait judol dan bentuk perjudian lainnya serta berbagai kemaksiatan lainnya dalam Sistem Demokrasi Sekuler Kapitalis pada prakteknya ‘mempunyai fleksibilitas tinggi’ tergantung ‘keuntungan materi yang masih bisa dihasilkan’. Sebaliknya Islam mempunyai aturan dan hukuman yang tegas dan menjerakan. Dalam Qonun Jinayah, hukuman bagi penjudi bisa berupa cambukan, penjara atau denda, tergantung besaran nilai materi yang dipertaruhkan.
Selain itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda bahwa orang yang berjudi sama seperti orang yang mencampakkan tangan atau kaki mereka dalam api (neraka). Karena sedemikian mengerikannya bahaya dari perjudian ini, maka pencegahan dan penjagaan terhadap perjudian dilakukan secara berlapis di level individu dan keluarga, masyarakat dan negara (sebagai pengatur dan pemberi sanksi), yang didasarkan kepada keimanan dan ketakwaan terhadap Dzat Maha Pengatur Allah Azza wa Jalla. Kesimpulannya adalah pencegahan dan penjagaan berlapis terhadap segala bentuk kemaksiatan hanya bisa dilakukan dalam negara yang menerapkan Sistem Islam secara menyeluruh.
Sudah saatnya kita campakkan sistem bathil yang merusak dan menghinakan kita. Mari kita perjuangkan sistem shahih yang memuliakan dan membawa keberkahan hakiki. Allahummanshuril bil Islam, laa hawlaa walaa quwwata illa billah, wallahu a’lam bisshowwab.
Views: 23
Comment here