Oleh Endah Sefria, S.E. (Pemerhati Ekonomi)
wacana-edukasi.com, OPINI— Sudah jatuh ketiban tangga. Begitu yang dirasakan oleh para mahasiswa kita. Seakan buntu untuk membayar biaya kuliah, maka jurus jitu adalah pinjaman online, yang anehnya jurus jitu yang menyesatkan ini justru direkomendasikan oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menilai adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi. Menko PMK Muhadjir Effendi meyakini keberadaan pinjol di ruang akademik membantu mahasiswa yang kesulitan membiayai pendidikannya (tirto.id, 03/07/2024).
Biaya pendidikan yang tinggi serta angka kemiskinan yang tinggi pula merupakan masalah yang tidak kunjung terselesaikan. Meski ada beberapa pihak yang seolah peduli tidak ternyata malah menjerumuskan ke dalam lubang buaya.
Sebenarnya pendidikan adalah fondasi dalam pembentukan peradaban yang besar. Namun, hari ini pendidikan dikomersialisasi sehingga hanya segelintir orang yang mampu mengecap pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Sehingga “kebodohan” terus dipelihara untuk menjaga eksistensi asing menguasai negeri kita.
Sangat memprihatinkan kondisi negeri ini, ingin pintar susah, ingin kaya lebih susah, mau bayar kuliah, malah disodorkan pinjol, sehingga jalan seakan buntu dalam menggapai cita-cita. Beginilah jika negara sudah abai terhadap kewajibannya. Salah satunya adalah menyediakan pendidikan gratis dan terjangkau serta berkualitas. Boro-boro pendidikan gratis, malah pendidikan kita jadi sarana untuk meraup keuntungan yang besar.
Bahkan investasi yang katanya paling terjamin adalah investasi dibidang pendidikan, karena pasti tetap ada peminat yang ingin mengecap pendidikan demi kehidupan yang lebih baik. Hal ini menjadikan nilai jual yang tinggi kepada rakyat. Akhirnya, rakyat rela membayar biaya kuliah yang melangit demi menggapai masa depan yang cerah. Meskipun belum tentu juga rakyat yang menyelesaikan studinya akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena masalah yang lain pun muncul, yakni masalah lapangan pekerjaan yang tidak memadai.
Karena rakyat dalam situasi yang terjepit, maka penawaran yang nyeleneh pun seperti angin segar. Seolah angin segar namun mengandung racun yang tak terlihat. Tawaran pinjol pada dasarnya berbunga ketika terlambat dalam pembayaran akan menjadi masalah yang lebih besar lagi.
Negara kita memang menganut sistem ribawi sehingga tidak terkejut jika ada pejabat yang merekomendasi pinjol bahkan untuk pendidikan yang sejatinya itu adalah hak rakyat. Bukannya diberikan pendidikan gratis, ini malah menawarkan sesuatu yang membahayakan karena banyak yang tidak mampu membayar pinjol beserta bunganya akhirnya menimbulkan dampak sosial yang buruk.
Sehingga bisa dikatakan mengatasi masalah dengan masalah. Betapa tega para kapitalis dalam memeras rakyat. Sudahlah tidak mengurusi malah membebani. Harusnya negara sebagai penyedia pendidikan, dan memfasilitasi pendidikan berkualitas untuk anak bangsa. Karena sejatinya mereka adalah estafet perjuangan untuk memajukan negeri ini.
Dalam sistem kapitalisme, perekonomian berputar dalam ribawi. Pinjol yang telah terdaftar di OJK dan dianggap legal adalah sesuatu yang lumrah. Bahkan disebutkan mereka bahwa pinjol yang legal bisa sangat membantu roda perekonomian masyarakat. Dan di dalam sistem kapitalisme juga, semua bisa dikomersialisasi. Sehingga wajar biaya pendidikan menjulang tinggi.
Nah, sehingga masalah ini bisa terlihat karena negeri ini menerapkan sistem kapitalisme yang pada hakikatnya memang merusak. Padahal besarnya suatu negara dilihat dari kualitas pendidikan anak bangsanya.
Berbeda dengan Islam. Karena pendidikan adalah hak setiap individu rakyat maka negara tidak boleh abai dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan juga gratis. Karena negara akan membutuhkan para tenaga ahli dan orang-orang yang pintar lainnya dalam mengisi peradaban Islam yang lahir dari dunia pendidikan. Sehingga untuk mewujudkan bangsa besar yang maju dan berkarakter memang membutuhkan orang-orang cerdas yang mampu menyelesaikan permasalahan negaranya.
Islam juga mengharamkan bentuk riba meski dikemas dengan bahasa “diuntungkan dan tidak merugikan”. Riba akan mempersulit dan mempersempit hidup seseorang. Siapa yang terjebak riba maka akan sulit untuk keluar dari lingkaran setan tersebut.
Keharaman ini akan menghilangkan keberkahan dalam kehidupan manusia yang terlibat di dalamnya. Dari sini jelas bahwa negara kita telah melakukan kezaliman yang besar kepada rakyatnya karena penerapan sistem kapitalisme.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme ini sudah kita rasakan dari berbagai lini kehidupan. Sudah saatnya kita memperbaiki semuanya dengan kembali kepada sistem yang benar. Sistem yang berasal dari Tuhan semesta alam yakni sistem Islam.
Sistem Islam memiliki aturan yang lengkap dalam menyelesaikan permasalahan. Mulai dari permasalahan kecil hingga permasalahan negara yang besar. Jika negara menerapkan sistem Islam secara sempurna, berarti negara memberikan pendidikan itu secara gratis tanpa pungutan biaya dari masyarakat dengan kualitas yang baik pula. Jadi bukan ditawarkan pinjol. Namun, bisa jadi diberikan uang saku karena mengingat bahwa pemasukan negara kita dari sumber daya alam melimpah ruah. Beda hal dengan sistem kapitalisme, maka sumber daya alam bebas dimiliki oleh asing sedangkan rakyatnya dibiarkan miskin dan disuruh berjuang sendiri. Dalam Islam negara tidak boleh abai. Karena abai adalah bentuk kezaliman.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَا لُوْۤا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَ حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ۗ فَمَنْ جَآءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَا نْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَ ۗ وَاَ مْرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَا دَ فَاُ ولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّا رِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275).
Wallahualam bissawab.
Views: 17
Comment here