Oleh : Nia Umma Zhafran
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Sejumlah warga Cileunyi, Kabupaten Bandung Curhat dan mengeluarkan unek-uneknya terkait pembuatan sertifikat tanah massal melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang konon katanya gratis, tapi kenyataannya harus mengeluarkan biaya Rp150 ribu.
Sebelumnya hal ini telah disosialisasikan oleh 6 desa di Kacamatan Cileunyi bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan unsur terkait di kecamatan dan desa, namun ada saja sejumlah warga curhat. Masyarakat dengan kriteria dan syarat tertentu yang dapat membuat sertifikat gratis. Dikenakan biaya seperti untuk pengadaan batas atau patok, dan operasional petugas yang berwenang serta penyiapan dokumen. Jadi, pembuatan sertifikat ini tidak benar-benar gratis sepenuhnya, sebab masih ada sejumlah prosedur yang memerlukan biaya. KejakimpolNews.com, Kamis (4/7/2024)
PTSL merupakan salah satu program pemerintahan untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan Sertifikat Tanah secara Gratis. PTSL bertujuan untuk menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari. Sertifikat merupakan hal penting bagi para pemilik tanah karena tanpa sertifikat sebagai bukti kepemilikan, tanah dapat diakui orang lain, bahkan oleh negara dengan dalih investasi.
Contoh nyata di pulau Rempang. Rakyat yang telah tinggal di sana selama puluhan tahun diusir oleh aparat dengan alasan mereka tidak memiliki sertifikat tanah. Tanah Rempang digunakan dalam pembangunan Rempang Eco City yang dibiayai pengusaha Cina. Ini terjadi karena negara masih menggunakan peraturan sepeninggalan Belanda yang mengatakan bahwa tanah yang tidak bersertifikat ialah milik negara.
Adanya pogram PTSL tentu disambut baik oleh masyarakat, karena mereka berharap tanahnya menjadi aman dengan adanya sertifikat, apalagi prosesnya gratis. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Program PTSL tidak tanpa biaya dan banyak warga yang mengatakan prosesnya ribet.
Permasalahan yang dihadapi umumnya adalah terkait masalah biaya pajak PPH dan BPHTB atau pajak penjual dan pembeli yang harus diselesaikan, dan PBB terutang beberapa tahun ke belakang juga harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses PTSL. Jadi, harapan ingin mendapatkan sertifikat gratis pun pupus. Yang ada malah terbebani dengan wajib membayar pajak-pajak terutang itu yang nilainya sampai jutaan rupiah.
Sering kali warga yang pernah ikut program sertifikat gratis juga mengeluhkan adanya kekeliruan data dalam sertifikat yang dia dapat, seperti keliru angka luas tanah, batas-batas tanah atau nama pemilik. Tentunya menjadi masalah baru, dimana harus mengurus perbaikan ke BPN setempat. Dan pastinya memakan biaya dan waktu. Belum lagi warga yang kehilangan bukti kepemilikan tanah asli berupa AJB atau kuitansi di desa saat pengumpulan berkas.
Semua kejadian di atas membuktikan tidak matangnya persiapan program dari pemerintah. Dan bukti setengah hatinya pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya. Dalam paradigma sistem kapitalisme, kepemilikan tanah bergantung pada adanya sertifikat meski sebenarnya tidak benar-benar menjadi solusi. Pemerintah selalu memberikan janji-janji manis untuk pencitraan pribadi penguasa, tetapi hasilnya menimbulkan masalah baru bagi masyarakat karena ketidaksiapan pelaksana di bawahnya.
Berbeda dengan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam terkait pengelolaan kepemilikan tanah. Allah Swt. yang memiliki dan memberikan tanah di bumi ini untuk dikelola manusia. Siapa saja yang bisa mengelola dan memanfaatkan tanah sesuai syariat Islam, maka boleh memilikinya, tidak ada keharusan membuat sertifikat.
Jenis kepemilikan tanah dalam Islam ada tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Ketiganya punya aturan yang jelas dan adil. Negara berperan menjalankan ketentuan syariat Islam yang menjamin ketiganya terwujud.
Ada enam cara hal kepemilikan individu dalam syariat Islam yakni melalui (1)jual beli, (2) mendapatkan waris, (3) hibah, (4) ihyaul mawat yaitu menghidupkan tanah mati, Menghidupkan tanah mati maksudnya memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya dengan cara membangun rumah diatasnya atau menanaminya dengan pohon.
Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itumenjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad)
(5) tahjir atau membuat batas pada tanah mati, (6) iqtha’ atau pemberian negara kepada rakyat.
Haram hukumnya bila negara mengambil paksa tanah milik individu, sekalipun untuk kepentingan umum. Setiap warga berhak memiliki tanah selama tanah itu bukan milik umum atau negara. Hanya dengan penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah yang akan mewujudkan keadilan bagi masyarakat.
WalLaahu a’lam bishshowwab
Views: 2
Comment here