Oleh: Nana Juwita, S.Si.
wacana-edukasi.com, OPINI– Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia, sehingga sudah menjadi tanggung jawab negara untuk dapat menjamin pendidikan setiap warga negara Indonesia. Namun mahalnya biaya pendidikan terkadang menjadi kendala bagi masyarakat untuk dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka. Terlebih di sistem sekuler hari ini menganggap pendidikan tinggi merupakan suatu kebutuhan tersier (pilihan) semata, karena wajib belajar di negeri ini hanya dibatasi selama 12 Tahun saja. Alih-alih meringankan beban umat dalam mengatasi masalah pendidikan, penguasa negeri ini makin menambah beban hidup rakyat dengan memberikan solusi pinjol bagi masyarakat yang kesulitan untuk membayar uang kuliah bagi anak-anak mereka. Bahkan mahasiswa juga didorong untuk melakukan pinjaman online.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, yang menganggap adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi. Muhadjir menyampaikankan bahwa pinjaman online tidak bisa disamakan dengan judi online yang memang ada pelarangan di atas hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam hal ini juga turut mengawasi pemanfaatan pinjaman online bagi penggunaan di ruang akademik. Muhadjir meyakini keberadaan pinjol di lingkungan akademik bisa membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan membiayai pendidikannya, (tirto.id. 3/7).
Viralnya pernyataan Menteri terkait pembayaran kuliah dengan pinjol, sebagai bentuk inovasi teknologi, ini menggambarkan sikap pejabat yang demikian menunjukkan rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme yang malah mendukung pengusaha pinjol, yang menghantarkan kerusakan dan merusak masyarakat. Juga membuktikan lepasnya tanggungjawab negara dalam tercapainya tujuan pendidikan. Jika sudah begini bagaimana akan dapat menghasilkan generasi yang handal dan mumpuni, sementara dalam penyelenggaraan pendidikan penguasa lepas tanggung jawab.
Padahal jelas dikatakan pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun adanya UUD 1945 tidak mampu membuat penguasa menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan secara adil dan merata bagi masyarakat.
Di sisi lain, juga menggambarkan rusaknya masyarakat dan pragmatisme akibat kemiskinan dan gagalnya negara mensejahterakan rakyat. Inilah gambaran masyarakat yang lahir dari sistem sekulerisme kapitalistik, yang menghalalkan segala cara dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa berfikir halal ataupun haram. Masyarakat yang baik akan lahir dari sistem yang baik pula, yaitu sistem atau aturan yang berasal dari Tuhan pencipta alam semesta yaitu Allah SWT. bahkan masyarakat yang Islami akan memiliki pemahaman bahwa pinjol adalah sesuatu yang dilarang di dalam Islam sekalipun pinjol tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, karena melibatkan transaksi riba. Sementara penggunaan teknologi adalah hal yang dibolehkan ketika tidak mengarahkan umat untuk bermaksiat kepada Allah SWT. jadi sesuatu yang mengandung riba, baik pinjol dan judol ke dua-duanya adalah sesuatu yang dilarang di dalam Islam.
Itulah perbedaan kapitalisme dengan Islam, Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyat dalam semua bidang kehidupan, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mewujudkan tujuan Pendidikan. Karena Islam memiliki sumber pemasukan yang jelas yaitu salah satunya dari pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah di negeri ini, jika saja ini semua tidak di privatisasi oleh asing ataupun aseng maka akan mampu menjamin kesejahteraan umat negeri ini, tanpa harus bergantung pada sistem ribawi. Yang jelas-jelas di larang di dalam Al-quran (Ar-Rum ayat:39) yang Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Islam juga menetapkan pejabat adalah teladan umat, pemimpin umat yang senantiasa taat syariat, dan menjadikan pemanfaatan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat, bukan sekedar untuk maraih keuntungan semata. Di mana pemanfaatan teknologi di dalam Islam diperuntukkan bagi hal-hal yang positif yaitu untuk penyebaran dakwah Islam, mendidik umat ini untuk dapat taat terhadap aturan Islam secara kaffah. Selain hal ini maka penggunaan teknologi yang mengarah pada pelanggaran syariat Islam maka negara akan memberikan sanksi yang tegas bagi si pengguna dan juga pencipta segala bentuk aplikasi teknologi yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat. Sementara itu sistem Islam juga akan melahirkan pejabat-pejabat negara yang takut akan datangnya hari pembalasan di mana manusia akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Swt untuk setiap perbuatan yang dilakukan di dunia. Sehingga mereka akan takut melanggar hukum Allah Swt dalam mengatur urusan umatnya. Pejabat yang baik akan lahir dari sistem yang baik pula, dan itu hanya ada pada sistem Islam saja. Wallahualam Bissawab.
Views: 11
Comment here