Opini

“Legok Stadium” Simbol Kebodohan yang Dipertahankan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Eki Efrilia

wacana-edukasi.com, OPINI– Perjudian seakan mendarah daging di seantero negeri ini, karena judi sudah terjadi sejak jaman nenek moyang dan belum pernah diberantas tuntas sampai sekarang. Ada banyak ragam perjudian, seperti judi adu burung dara, judi sabung ayam, judi adu domba sampai ke judi online yang sedang marak saat ini.

Untuk judi sabung ayam sendiri, dalam bukunya yang terbit pada tahun 1817 “The History of Java”, Thomas Stamford Raffles mencatat bahwa sabung ayam adalah hal umum di masyarakat Jawa.
Juga apa yang ditulis oleh seorang antropolog Barat, Clifford James Geertz dalam bukunya “The Interpretation of Culture: Selected Essaysi” yang menyaksikan sendiri di awal 1958 penggerebekan judi sabung ayam di masyarakat Bali. [INDONESIA.GO.ID, 19 Juli 2019]

Ternyata apa yang disaksikan 2 tokoh Barat di atas tetap ada sampai sekarang, seperti yang terungkap baru-baru ini, di mana kepolisian berhasil melakukan penggerebekan pada arena judi sabung ayam di jalan Legok RT 6 RW 4 Jatimekar, Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat pada hari Minggu, 21 Juli 2024. Tempat perjudian dengan memakai ayam sebagai bahan aduan ini terkenal di kalangan masyarakat sekitar dengan nama Legok Stadium. Agar tidak terendus aparat, tempat tersebut ‘disulap’ seperti kandang kuda, dengan memasang kuda di bagian depannya (padahal di baliknya, ada banyak orang yang sedang menonton dan berjudi sabung ayam). Aparat berhasil menangkap 70 orang pelaku perjudian tersebut dengan barang bukti sekitar 40-an ekor ayam. Warga sekitar yang resah akan tindak perjudian tersebut memberikan kesaksian bahwa perjudian sabung ayam itu sudah berlangsung selama kurang lebih satu bulan. [DetikNews, 22 Juli 2024]

Jelas disebutkan dalam Al Qur’an bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala mengharamkan perjudian, sebagaimana FirmanNya sebagai berikut:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
(QS Al-Maidah: 90)

Sahabat Rasulullah, Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:

اللاعبُ بالفصين قماراً ؛ كآكلِ لحمِ الخنزيرِ ، واللاعبُ بهما غير قمارٍ ، كالغامسِ يدهُ في دمِ خنزيرٍ

“Bermain dengan dua mata dadu ini dalam rangka berjudi seperti orang yang makan daging babi. Dan orang yang bermain dengan kedua mata dadu tapi tanpa taruhan, seperti orang yang mencelupkan tangannya di darah babi.
(HR. Bukhari)

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa Islam samasekali tidak memberikan celah kepada perjudian, apapun bentuknya.

Dalam pandangan Islam, seorang Muslim wajib untuk mengarahkan hidupnya kepada kesalehan yaitu tunduk patuh kepada seluruh aturanNya.

Imam Ali pernah berkata: ”Seandainya tidak ada lima perkara, seluruh manusia tentu menjadi orang saleh. 
Pertama, merasa puas dengan kebodohan. Kedua, terlalu fokus terhadap dunia. Ketiga, bakhil terhadap harta. Keempat, riya dalam beramal. Kelima, membanggakan diri sendiri.”
(Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Nasha’ih al-’Ibad, hlm. 32).

Yang dilakukan oleh para penjudi adalah menjerumuskan dirinya kepada kebodohan seperti yang disampaikan oleh Imam Ali pada poin pertama di atas. Sudah jelas-jelas Al Qur’an melarang, tapi dengan bodohnya mereka terobos aturan agama dengan tetap melakukan hal itu. Banyak alasan dari para penjudi ini saat melakukan aksinya seperti untuk kesenangan, kebutuhan ekonomi, keisengan dan lain-lain. Naudzubillahi mindzalik

Seperti itulah sistem Kapitalis membentuk manusia, yaitu dengan mengajarkan bahwa hal-hal yang berbau materi seperti harta dan kebahagiaan (sesaat) adalah sesuatu yang paling utama untuk dikejar. Sesuatu yang menyangkut moral (akhlak) boleh dikesampingkan, dalam sistem yang merusak ini. Sehingga kita tidak heran lagi apabila kejahatan dan pelanggaran aturan agama marak saat ini, karena aturan Allah dikesampingkan.

Pemimpin negara dalam sistem Kapitalis hanya memikirkan bagaimana memperbesar pembangunan di negaranya sehingga tampak kelihatan kejayaannya, padahal itu hanya ‘mimpi di siang bolong’. Pembangunan wilayahnya ternyata dilakukan dengan memperbesar hutang dan pajak. Hutang, terutama didapat dari pinjaman luar negeri yang berbunga tinggi. Pajak, disedot dari rakyat dengan berbagai macam bentuk, sehingga bukannya memberi kesejahteraan tapi menjadi beban berat yang harus ditanggung rakyat. Padahal tidak semua rakyat (dengan beban pajak berat tersebut) bisa merasakan hasil pembangunan tersebut. Seperti pembangunan jalan tol yang menelan biaya trilyunan dan itu harus ditanggung rakyat, hanya bisa dirasakan oleh para pemilik dan pengguna kendaraan roda empat saja, selain dari mereka akan gigit jari. Ketimpangan sosial di masyarakat dan jauhnya keimanan dalam diri mereka inilah yang membuat banyak orang yang menjadi frustrasi dan akhirnya hidup di jalan yang salah.

Melihat kerusakan sistem tersebut termasuk dengan kegagalannya memberantas perjudian dan membiarkan umat tetap dalam kebodohan (jauh dari ajaran Allah), sudah seyogyanya kaum muslimin untuk kembali kepada kehidupan yang diajarkan Al-Khalik Allah Subhanahu wa ta’ala yaitu kembali kepada kehidupan Islam yang dilaksanakan menyeluruh. Al Qur’an, As Sunah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas yang merupakan sumber hukum Islam yang mampu menyelesaikan semua problematika umat sampai akhir jaman wajib diterapkan sebagai way of life.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here