Oleh: Ummu Kembar (Komunitas Setajam Pena)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Beberapa waktu lalu Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan, agar skema pemberian Liquefied Petroleum Gas (LPG) di ubah dari subsidi pada produk, menjadi subsidi langsung berupa uang tunai kepada masyarakat yang berhak. Nantinya masyarakat yang termasuk dalam kategori penerima subsidi LPG 3 kilogram akan menerima bantuan sebesar Rp 100.000 per bulan.
Menurut Wakil ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, usulan tersebut tak lain agar penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran. Selama ini penjualan LPG 3 kilogram yang masif terbuka luas, membuat siapapun bisa menikmati LPG bersubsidi (cnbc.Indonesia, 12/ 7/ 2024)
Namun, menurut pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah, beliau menyampaikan di dalam implementasinya akan rumit. Karena antara penerima BLT dengan LPG ini kaitannya dengan produktivitas perekonomian. (Beritasatu.com 17/ 7/ 2024)
Harga gas LPG 3 kilogram akan naik tinggi jika di pasarkan tanpa subsidi dari pemerintah. Komisi VII DPR RI mengungkapkan, harga asli atau harga keekonomian di setiap tabung tersebut, dalam setiap tabung LPG 3 kilogram ada subsidi pemerintah 33 ribu, jadi kalo harga sekarang sekitar 20 ribu harga keekonomiannya 53 ribu.
Subsidi dalam bentuk BLT dianggap sebagai solusi agar subsidi tepat sasaran, sehingga mengurangi beban anggaran negara dalam menyediakan subsidi dan akan diterapkan pada tahun 2026. Perubahan ini berpotensi menimbulkan masalah baru, seperti naiknya harga barang, turunnya daya beli, juga potensi korupsi dan kerumitan implementasi.
Pengurangan subsidi menjadi salah satu konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya sebagai regulator. Sistem ini telah menghilangkan fungsi negara sebagai ra’in (pengurus umat). Penguasa hanya berfungsi sebagai pembuat regulator untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu, ataupun pemilik modal. Jadi kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak memihak kepada rakyat.
Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa mahalnya harga gas LPG di negeri ini karena akibat swastanisasi Sumber Daya Alam Migas. Negara hanya memberikan subsidi pada aspek distribusi sehingga harga di pasaran tidak mahal. Inilah watak asli negara kapitalisme mengurangi subsidi energi untuk rakyat. Seharusnya gas elpiji bisa didapat dengan harga murah. Harga elpiji 53 ribu sudah dapat untung berkali -kali lipat oleh perusahaan migas. Gas murah tidak akan pernah didapat selama sistem kapitalis liberalisme masih bercokol di negeri ini. Perubahan apapun tidak akan memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap sumber daya alam (SDA) seperti halnya migas yang sejatinya milik umat.
Berbeda dengan Islam yang memiliki berbagai mekanisme pemenuhan kebutuhan masyarakat. Negara dalam Islam adalah sebagai ra’in dengan pelayanan yang sama pada semua individu. Negara berkewajiban menyediakan Bahan pokok yang tentu tidak dengan harga yang mahal. Negara juga akan memudahkan masyarakat untuk mengakses berbagai pelayanan publik, berbagi fasilitas umum dan SDA yang munguasai hajat hidup termasuk minyak dan gas.
Sistem ekonomi Islam mengharuskan pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Sebab, minyak dan gas merupakan jenis harta milik umum yang pendapatannya menjadi milik seluruh rakyat. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” ( H.R Abudawud).
Maka dari itu, negara akan menyediakan migas dengan harga murah bahkan gratis. Setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta milik umum serta pendapatannya. Tidak ada perbedaan baik laki- laki atau perempuan, kaya ataupun miskin, muslim atau non muslim.
Sistem Islam yang sederhana akan cepat terealisasi dengan hadirnya petugas yang amana. Lalu mewujudkan layanan pada rakyat yang membuat hidup rakyat nyaman dan sejahtera. Semua hanya akan terwujud dalam naungan negara yang menerapkan Islam kaffah. Wallahua’lam bisawab.
Views: 21
Comment here