Opini

Pendapatan Pajak Meningkat, Prestasi atau Bentuk Kegagalan Kapitalisme?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nana Juwita, S.Si.

wacana-edukasi.com, OPINI-– Ketika pajak dianggap sebagai solusi penopang ekonomi negara, maka pendapatan pajak yang meningkat akan dijadikan sebuah prestasi atau pencapaian yang membanggakan bagi mereka yang menjadikan landasan ekonomi kapitalisme dalam mengatur urusan umat. Di satu sisi umat merasa adanya pungutan pajak yang menjadi kewajiban bagi setiap individu di negeri ini menjadi beban bagi rakyat, terlebih bagi mereka yang termasuk ke dalam masyarakat kelas bawah hingga menengah. Anehnya di negeri ini terkadang kewajiban membayar pajak hanya dikenakan bagi rakyat kecil, sementara para pengusaha dapat bebas dari pungutan pajak. Dengan kata lain ada istilah pengampunan pajak bagi para kapital atau para pengusaha.

Dikutip dari (cnnindonesia, 14/7) Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan menyampaikan kinerja jajarannya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dimana, angka penerimaan pajak terus meningkat signifikan sejak 1983 yang hanya Rp13 triliun. Begitu pula pada era reformasi pada 1998 hingga menjelang 2000, penerimaan pajak RI berada di posisi Rp400 triliun. Jika dibandingkan dengan target penerimaan pajak pada tahun ini, angkanya telah naik hampir 5 kali lipat.

Hal ini ia sampaikan dalam rangka memperingati Hari Pajak Nasional, 14 Juli. Sri Mulyani juga mengatakan pajak adalah tulang punggung sekaligus instrumen yang penting bagi sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita-citanya. Sementara itu Ia menjelaskan bahwa cita-cita yang ingin di capai adalah, ingin menjadi negara maju, ingin menjadi negara yang sejahtera, adil, tidak mungkin bisa dicapai tanpa penerimaan pajak suatu negara,” jelas dia dalam acara Spectaxcular 2024 di Plaza Tenggara GBK, Jakarta Pusat, Minggu (14/7).

Sejatinya peningkatan penerimaan pajak yang dibanggakan menkeu menunjukkan peningkatan pungutan atas rakyat. Seharusnya ini menjadi tamparan bagi penguasa negeri ini, dimana ketika kesejahteraan belum merata dirasakan oleh umat, namun negara lebih fokus terhadap pungutan pajak yang memang nyata-nyata membebani hidup rakyat. Hal ini lumrah karena dalam sisten kapitalis, pajak adalah sumber terbesar pendapatan negara untuk membiayai pembangunan. Besarnya pungutan pajak atas rakyat sejatinya adalah bentuk kedzaliman dan membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator dalam menentukan tata kelola urusan negara, sehingga hubungan yang terjadi antara rakyat dan negara adalah semacam hubungan yang di dasarkan pada sistem untung rugi. Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini.

Sementara di dalam sistem Islam, ada banyak sumber penerimaan negara, dan jumlahnya cukup besar. Hal ini sejalan dengan sistem kepemilikan yang ditetapkan oleh Islam dan pengelolaannya yang sesuai dengan sistem ekonomi islam. Diantara sumber pemasukan negara di dalam sistem Islam yaitu:

Pertama: Pemasukan negara yang di dapat dari harta milik umum (milik kaum Muslim) meliputi adanya potensi kekayaan sumber daya alam seperti adanya tambang emas, nikel, timah, aluminium, biji besi dan lain-lain. Juga termasuk pemasukan dari perairan ,laut,danau juga hutan. Semua ini dikelola oleh negara, karena dalam pengelolaan SDA yang ada rakyat tidak dapat mengelolanya secara individu, oleh karena itu negara yang wajib mengelolanya dan keuntungannya digunakan untuk kepentingan kaum Muslim termasuk dalam hal menjamin kebutuhan pangan,sandang dan papan rakyat, juga untuk kepentingan pendidikan,kesehatan rakyat, begitu pun dalam hal menggaji ASN, para hakim, guru, tenaga medis dan petugas yang melayani kepentingan masyarakat.

Ke-dua: Sumber pemasukan yang di dapat dari jihad fi sabilillah yaitu ghanimah (harta hasil rampasan perang), fai, khumus, kharaj, jizyah, usyur. Di mana besarnya kharaj, jizyah, usyur akan di tetapkan oleh Khalifah sebagai Pemimpin negara.

Ke-tiga: pemasukan yang diperoleh negara dari zakat, di mana ini khusus diperuntukkan bagi delapan asnaf saja (fakir, miskin,amil, mualaf, gharim, fisabilillah dan ibnu sabil). dan negara tidak dibenarkan menggunakan harta dari zakat ini untuk mengurusi urusan kaum Muslim secara umum.

Negara Islam dengan fungsi rain akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan pengelolaaan sumber pemasukan sesuai dengan tuntunan Islam, namun semua ini membutuhkan pemimpin yang bertanggungjawab dalam mengatur urusan rakyatnya hanya berdasarkan aturan Islam, karena pemimpin yang taat terhadap aturan Allah Swt hanya terwujud di dalam sistem yang berasal dari sang Pencipta alam semesta. Pemimpin di dalam sistem Islam juga memahami bahwa setiap kebijakan yang diperuntukkan bagi rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt kelak di akhirat. Hal ini juga telah di sampaikan dalam sebuah hadist yaitu:

Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).

Sudah saatnya umat memahami bahwa pajak adalah kezaliman yang dibungkus dengan peraturan sehingga negara merasa berhak untuk mengambil harta yang sebenarnya bukan menjadi miliknya. Tidak mengherankan jika banyak orang menghindari pajak. Islam telah melarang seluruh bentuk pungutan apapun nama dan alasannya. Pungutan yang tidak ada dasar hukum Islamnya disebut dengan ghulul (kecurangan). Dan hal itu diharamkan. Sebagaimana firman Allah Swt:

Barang siapa berbuat ghulul (curang terhadap harta) maka pada hari kiamat ia akan datang membawa (harta) yang dicuranginya itu. (TQS. Ali Imran: 161)

Islam adalah sistem hidup yang sempurna dalam menyelesaikan persoalan secara tuntas dan mendasar. Islam menjadikan negara sebagai rain dan junnah yang akan memudahkan hidup umat bukan sebaliknya. Masihkah kita berharap pada sistem kapitalisme sekuler ini yang tidak membawa keberkahan bagi penduduk negeri ini??Waulahuaklam bishawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here