Opini

Kolam Retensi, Efektifkah Menangani Banjir?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nia Umma Zhafran

wacana-edukasi.com, OPINI– Pembangunan kolam retensi Andir yang dimulai pada Desember 2020 dan diresmikan langsung oleh Jokowi pada 5 Maret 2023 melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lalu telah memghabiskan biaya sebesar Rp141 miliar.

Dibangunnya kolam retensi ini adalah sebagai infrastruktur penyerap air berlebih yang dibangun untuk mereduksi banjir pada daerah tertentu, khususnya di Kabupaten Bandung yang kerap kali terjadi banjir setiap musim penghujan.

Banjir sering kali timbul terutama pada daerah padat industri yang berdekatan dengan Sungai Citarum seperti Baleendah dan Dayeuhkolot, Bandung, Jawa Barat. Tentunya peristiwa yang kerap terjadi tersebut merugikan masyarakat karena menghalangi mobilitas pada wilayah sekitar. (Ayobandung.com, 19/07/2014)

Namun, keberadaan kolam retensi yang ada selama ini apakah efektif dalam penangkal banjir?
Permasalahan banjir di Jawa Barat sejak dulu seolah tak ada habisnya apalagi bila masuk musim penghujan. Diketahui, pada Januari 2024 lalu daerah Baleendah juga Dayeuhkolot masih saja tergenang banjir yang cukup parah dan selama 6 hari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, Jawa Barat menetapkan status tanggap darurat bencana banjir saat itu. (Antaranews.com)

Penyebab banjir selain faktor alam karena curah hujan lebat yang dapat menyebabkan air sungai, danau, atau saluran drainase meluap yang memicu banjir. Juga karena faktor manusia, di antaranya pembangunan perkotaan yang tidak terencana yang dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, juga pembangunan infrastruktur yang buruk, saluran drainase yang rusak atau tidak memadai sehingga menyebabkan genangan air, terutama saat hujan deras. Belum lagi diperparah dengan budaya konsumtif yang menghasilkan timbunan sampah sehingga banyak yang menjadi penyebab aliran sungai tersumbat.

Salah satu faktor utama penyebab banjir di Bandung menurut Ahli Hidrologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) M Pramono Hadi mengatakan bahwa karakteristik fisiografi Bandung yang berupa cekungan. Disisi lain pemukiman di wilayah tersebut yang terus berkembang, tetapi tidak didukung dengan resapan air yang memadai. Belum lagi Kota Bandung menempati urutan kedua di Jawa Barat dalam menyumbang timbulan sampah pada tahun 2023, yakni sebanyak 1.766 ton/hari.

Banjir berulang ini menunjukkan gagalnya tata kelola ruang yang dilakukan oleh pemerintah. Sudah semestinya pemerintah mampu memilih dan memilah pengelolaan lahan, mana yang bisa dipakai untuk perumahan, industri, termasuk mana area yang diperuntukan sebagai daerah resapan. Namun dengan disahkannya UU cipta kerja jelas bahwa Pemerintah lebih mengedepankan kepentingan investasi, juga lebih berpihak pada para Oligarki. Kebijakan pro-oligarki ini hal lumrah dalam sistem yang diemban saat ini, yakni Kapitalisme. Sistem yang berasas manfaat dan menghalalkan cara apa pun untuk menyejahterakan kepentingan pribadi, meskipun yang menjadi korban adalah rakyat menengah ke bawah.

Kemudian perihal masalah sampah. Meledaknya sampah setiap tahunnya tentu bukan hal aneh dalam sistem Kapitalisme. Pasalnya, sistem yang mengakibatkan tingkat konsumsi yang tinggi karena hedonisme. Tidak menutup kemungkinan produksi pun tinggi. kemasan-kemasan yang menyelimuti makanan yang biasa kita konsumsi banyak mengandung unsur plastik. Kita ketahui sampah jenis plastik sulit terurai. Sampah plastik merupakan salah satu benda yang diproduksi oleh produsen (pabrik). Tanpa ragu-ragu dapat diketahui bahwa sampah tersebut merupakan buatan dari pabrik yan berkaitan erat dengan kepemilikan modal kapital. para pemodal (produsen) sendiri cenderung abai dengan masalah sampah yang mereka hasilkan, untung menjadi hal utama daripada mengurusi hal seperti itu.

Berbeda dengan manajemen tata wilayah, lahan serta kepengurusan sampah di dalam negara yang menerapkan Islam kaffah. Banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik dari hujan, glester, dan lain-lain. Dalam sistem Islam akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya. Contoh bendungan yang dibangun pada masa Islam berjaya dan masih digunakan sampai saat ini yakni bendungan Mizan yang berada di Provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan.

Negara akan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah rendah yang rawan tergenang air. Jika negara memiliki dana yang cukup, maka akan membuat kanal-kanal baru agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan alirannya. Penguasa dalam Islam bahkan memastikan bahwa pembangunan dan tata kelola kota benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan umat.

Terkait permasalahan sampah dalam penerapan Islam akan menciptakan individu yang takwa. Islam sangat mendorong individu untuk peduli terhadap kebersihan dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang diatur dalam syariat Islam. Pemahaman terkait kebersihan yang mendasar menumbuhkan kesadaran individu dalam memilah, mengelola dan mengurangi sampah. Caranya dengan mengkonsumsi sesuatu secukupnya tidak berlebihan. Upaya ini tertanam dalam gaya hidup Islam karena setiap kepemilikan akan ditanya pemanfaatannya, bernilai pahala atau dosa.

Pada kondisi tertentu upaya individu akan terbatas sehingga butuh kerjasama dengan masyarakat sekitar. Karenanya diperlukan pengelolaan sampah secara umum atau komunal, yaitu dengan prinsip ta’awun (tolong menolong) dan bekerja sama dalam kebaikan. Sesuai hadis Rasulullah yang artinya :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik dan meyukai kebaikan, Allah bersih dan menyukai kebersihan, Mulia dan menyukai kemuliaan, Bagus dan menyukai kebagusan. Oleh karena itu, Bersihkanlah lingkunganmu.” (HR. AT-Turmudzi).

Hal yang tidak kalah penting adalah peran negara. Sejarah kekhilafahan mencatat pengelolaan sampah pada masa bani Umayah, jalan-jalan di Cordova bersih dari sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah yang awalnya dilakukan individu diambil alih oleh negara.

Sudah sepatutnya kita sebagai muslim menjadikan bencana yang terjadi di sekitar kita sebagai alat untuk bermuhasabah diri. Banyaknya kerusakan yang terjadi saat ini akibat ulah tangan manusia, disebabkan sistem yang diterapkan bukanlah sistem yang datang dari Sang Pencipta, melainkan buatan manusia. Sudah saatnya kita kembali pada sistem Shahih yang aturannya langsung dari Sang Pencipta, yang sesuai dengan fitrah manusia yang akan memberikan Rahmat bagi seluruh alam, yaitu dengan sistem Islam Kaffah.

Wallahu ‘alam Bishowwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here