Oleh: Reni Safira (Aktivis Muslimah dan Mahasiswi)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Presiden, ia adalah sosok penyelenggara Pemerintahan Negara tertinggi. Presiden memegang dan melaksanakan kekuasaan (eksekutif) pemerintahan. Jabatan setiap pemangku kepentingan pastinya memiliki masa masing-masing. Akan ada masa ia selesai dalam memimpin negara tersebut, sama hal nya dengan negara Iran. Kini negara tersebut telah berganti masa kepemimpinan, yaitu bergantinya seorang presiden. Dan saat ini Iran dipimpin oleh seorang kepala negara yang bernama Masoud Pezeshkian. Ia adalah mantan seorang dokter ahli bedah jantung dan menteri kesehatan.
Masoud Pezeshkian, telah memenangkan Pilpres putaran kedua usai melawan capres ultrakonservatif, Saeed Jalili. Pemungutan suara dilaksanakan pada Jumat (5-7-2024) waktu setempat. Hasil penghitungan suara yang dilakukan pada Sabtu (6-7-2024) waktu setempat menunjukkan bahwa Pezeshkian mendapatkan lebih dari 16 juta suara (tepatnya 16.384.403 suara) dari 30.530.157 suara yang dihitung, sedangkan Jalili mendapatkan lebih dari 13 juta suara (13.538.179 suara), menurut Mohsen Eslami, juru bicara kantor pusat Pemilu Iran di bawah Kementerian Dalam Negeri Iran. *(detikNews, Sabtu, 06 Juli 2024)*
Seperti yang banyak diinformasikan bahwa dalam kemenangan Pezeshkian di pilpres Iran bertujuan ingin menjalin hubungan baik dengan barat. Selama ini memang Iran selalu dalam tekanan barat terutama US. Dalam kampanyenya, ia berjanji untuk memoderasi perspektif konservatif Iran dan memperkuat hubungan dengan Barat.
Apakah Iran Akan Melunak pada Zionis Yahudi Israel?
Masoud Pezeshkian menuntut “hubungan konstruktif” dengan negara-negara Barat dan pemulihan perjanjian nuklir untuk mengeluarkan Iran dari isolasi. Ia menyatakan bahwa sanksi yang saat ini dikenakan terhadap Iran membuat perekonomian Iran tidak dapat berjalan baik. Selain mendorong pemulihan perjanjian nuklir dan keringanan sanksi, Pezeshkian berjanji bahwa Iran akan bergabung dengan konvensi perbankan internasional. Selain itu, ia berkomitmen untuk meningkatkan kemungkinan liberalisasi sosial dan pluralisme politik. Bahkan ia menambahkan bahwa kemajuan apa pun hanya dapat dicapai melalui negosiasi dengan Amerika Serikat mengenai keringanan sanksi tersebut. Hal inilah yang dikhawatirkan akan menimbulkan kemungkinan melunaknya Iran terhadap Israel (Zionis Yahudi). Ditambah lagi Iran pernah menjalin hubungan baik dengan Zionis Yahudi di bawah kepemimpinan Reza Pahlevi sebelumnya.
*Peran Sentral AS di Balik Gimik Iran Vs Zionis Yahudi Israel*
Sanksi-sanksi AS terhadap Iran telah melarang hampir semua perdagangan AS dengan negara tersebut, memblokir aset-aset pemerintah Iran di AS, dan melarang bantuan luar negeri dan penjualan senjata AS, menurut Congressional Research Service (CRS). Dan yang paling menonjol adalah sanksi nuklir dan pergantian rezim yang berkuasa di Iran saat ini.
Namun jika diteliti lagi, itu semua hanyalah sandiwara semata. Selama ini Iran dan AS sebenarnya menjalin hubungan secara diam-diam. Bahkan AS memiliki peran penuh atas Iran dalam mengambil keputusan dalam bidang militer. Contohnya, ketika melakukan serangan balasan terhadap Zionis Yahudi, Iran tetap mengajukan rencana tersebut terhadap AS terlebih dahulu. Sanksi-sanksi yang diberikan AS kepada Iran hanyalah sandiwara saja. Hal tersebut hanya sebuah permainan politik yang mereka rangkai dan jalankan.
*Peran Negara Islam Terhadap Zionis Yahudi Israel*
Sikap Iran bahkan negeri-negeri muslim lainnya terhadap Zionis Yahudi merupakan akibat dari paham nasionalisme yang sudah menyebar keseluruh dunia. Seharusnya sebagai seorang muslim kita tidak boleh menganut paham ini, sebab paham tersebut bukanlah berasal dari Islam. Seharusnya yang menjadi tolak ukur setiap muslim dalam melakukan perbuatan adalah hukum syarak.
Menolong saudara sesama muslim merupakan salah satu hukum syarak, dan Allah telah memerintahkan kita di dalam Al-Qur’an untuk senantiasa menolong saudara sesama muslim. Oleh karena itu, seluruh pemimpin negara-negara Muslim harusnya bersatu, menyatukan kekuatan untuk membela serta membebaskan tanah Palestina dan memutuskan hubungan dengan Zionis Yahudi dalam segala aspek.
Palestina adalah bagian dari negeri Syam. Syam tidak bisa dipisahkan dari ajaran Islam. Syam adalah negeri yang terdiri dari Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina (termasuk yang diduduki Zionis Yahudi Israel) saat ini. Kemudian, hukum bermuamalah dengan kafir harbi fi’l[an] (de facto), yaitu orang kafir yang sedang berperang secara langsung dengan kaum Muslim seperti AS, Zionis Yahudi Israel dan sekutunya adalah haram, baik hubungan dagang, hubungan diplomatik dll. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan:
Adapun jika negara tersebut adalah negara kafir harbi fi’l[an] (seperti Israel) maka tidak boleh berdagang dengan negara tersebut, baik barang dagangannya itu senjata, bahan makanan maupun barang yang lainnya. Ini karena perdagangan dengan negara tersebut bisa memperkuat negara itu untuk terus bertahan melawan kaum Muslim. Dengan itu perdagangan dengan negara (semacam Israel) tersebut merupakan bentuk pertolongan untuk melakukan dosa dan permusuhan. Ini jelas dilarang (An-Nabhani, An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, hlm. 300).
Berdasarkan penjelasan di atas, negeri-negeri muslim tidak boleh bermanis muka atau bekerja sama dengan mereka dalam upaya perdamaian atau atas nama hubungan apa pun. Karena fakta bahwa sampai saat ini, kaum Yahudi/Israel belum menghentikan tindakan kejam mereka terhadap rakyat Palestina. Mereka bahkan makin brutal dan bengis. Termasuk terhadap anak-anak Palestina.
Maka sudah kewajiban seluruh umat muslim untuk mendukung jihad di Palestina, sehingga saudara muslim di Palestina dapat merasakan kemerdekaan kembali seperti sediakala.
Wallahua’lam Bisshawab.
Views: 6
Comment here