wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Penggunaan gadget ataupun sosmed ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi memberikan dampak positif, di sisi lain juga terdapat dampak negatifnya. Kemudahan akses yang ditawarkan membuat banyak orang terlena dan disalahgunakan. Salah satunya adalah untuk prostitusi, pornografi dan lain sebagainya.
Baru-baru ini Bareskrim Polri mengungkap kasus prostitusi online yang melibatkan anak-anak dibawah umur. Pelaku menawarkan sekitar 1.962 perempuan dewasa dan 19 anak di bawah umur. Mereka ini dijajakan via aplikasi telegram dan X (twitter). Bahkan lebih mirisnya ada orang tua anak yang ikut menjajakan atau mengetahui anaknya terlibat prostitusi online tersebut (nasional kompas, 23/7/2024).
Sedih sekali mengetahui fakta ini. Seseorang menghalalkan segala cara untuk menghasilkan uang, tanpa peduli haram atau halal. Seolah tanpa memikirkan dampak yang didapatkan kedepannya. Terlebih lagi generasi muda, yang harusnya menjadi tonggak perubahan harus terjerat kasus ini. Rusaknya generasi sangat berpengaruh pada masa depan bangsa. Mau jadi apa bangsa kedepannya jika tidak segera berbenah?.
Di sistem kapitalisme liberalisme, hal ini sangat lumrah terjadi. Seseorang bebas melakukan apapun, serta segala hal dipandang hanya dari segi materi. Masyarakat juga terkesan abai terhadap perilaku sekitarnya. Kebanyakan mereka berpikir bahwa hal tersebut bukanlah tanggung jawab dan urusannya. Biasanya hanya sibuk berkomentar tanpa menunjukkan sikap ataupun kepedulian yang lebih. Bahkan keluarga yang harusnya jadi tempat teraman, madrasah pertama bagi anak, ternyata menjadi sumber utama rusaknya anak-anak. Hal ini sering terjadi pada kondisi keluarga yang kurang harmonis, entah karena perceraian, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) serta didukung dengan kurangnya pemahaman agama dan lemahnya iman anggota keluarga.
Postingan-postingan medsos saat ini pun tidak ada filter sama sekali, sehingga anak-anak bebas mengakses konten-konten yang berbau pornografi. Selain itu, bertebaran konten saling memamerkan harta dan popularitas. Mereka yang berada pada fase penasaran dan tanpa dibarengi dengan ilmu yang mumpuni menyebabkan gampang terpengaruh dan ikut arus yang tidak baik. Contohnya dengan ikut prostitusi, menyebarkan foto-foto bugil dan lain sebagainya, untuk memperoleh uang.
Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak bijak mengatur dan mendidik masyarakat dalam bermedsos. Pesatnya dunia digitalisasi harusnya dibarengi dengan aturan-aturan ataupun pencegahan supaya arus digitalisasi ini tidak menimbulkan efek negatif bagi masyarakat. Negara juga tidak bisa menjalankan perannya dalam melindungi serta memastikan kesejahteraan rakyatnya. Karena alasan kebanyakan mereka yang terjerat prostitusi online adalah karena masalah terhimpitnya ekonomi.
Berbeda apabila sistem Islam diterapkan. Negara berfungsi sebagai raa’in yaitu bertanggung jawab atas segala urusan umatnya. Negara wajib memberikan rasa aman terhadap rakyatnya, termasuk kepada anak-anak. Seluruh tayangan ataupun postingan pada media sosial akan di saring oleh negara. Hanya tayangan atau postingan yang tidak melanggar hukum syara yang bisa diakses oleh semua orang.
Selain itu dalam sistem pendidikan anak -anak akan dibina dengan sistem pendidikan Islam sejak kecil, supaya memiliki kepribadian islami. Sehingga mereka tidak akan terjerumus kedalam lembah kemaksiatan. Anak-anak akan menjadi generasi yang kuat dan taat syariat.
Tak hanya itu, negara juga wajib memastikan kesejahteraan rakyatnya, laki-laki yang memiliki tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan keluarganya pasti mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan bisa fokus untuk menjadi madrasah pertama bagi anak. Bahkan apabila tidak ada laki-laki yang bisa menafkahi, akan menjadi tanggung jawab negara. Negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku kemaksiatan sehingga bisa dijadikan pelajaran dan efek jera bagi rakyat yang lainnya. Maka, hanya dengan sistem Islamlah segala permasalahan bisa teratasi. Wallahualam bii showab.
Unix Yulia
Ngawi, Jawa Timur
Views: 2
Comment here