wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Baru-baru ini viral di media sosial Abdul Gani Kasuba eks Gubernur Maluku Utara dengan kasusnya ‘ngamar’ dengan “ani-ani” cantik. Parahnya lagi, bukan hanya saru atau dua wanita tapi ada 34 wanita yang pernah ‘ngamar’ dengannya. Para wanita tersebut ada yang pegawai bank, pramugari, hingga mantan Puteri Indonesia perwakilan Maluku Utara dan dokter spesialis, Dilansir Kompas.com (3/08/2024).
Seyogiyanya pemimpin merupakan adalah ia yang memiliki integritas yang tinggi dalam memimpin. Pemimpin haruslah sosok yang bertakwa agar rakyatnya menjadi masyarakat yang lebih baik dan bermartabat. Pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik yang bisa diikuti oleh masyarakatnya. Ia wajib mencontohkan sikap tanggung jawab serta ketaatan terhadap Allah. Mampu memberikan teladan, bukan malah memberikan gambaran yang negatif terhadap umat.
Sayangnya, sosok gubernur tersebut adalah salah satu dari wajah kepemimpinan ala sistem sekularisme. Sistem ini tidak peduli soal keteladanan dan ketakwaan karena ide yang lahir dari sekularisme bekerja dengan cara mencampakkan agama dari kehidupan. Sistem dari Barat ini meniscayakan orang-orang memiliki kekuasaan menjadi lupa diri. Sebab orientasi kebahagiaan dari ide ini adalah mencapai kepuasan jasadiyah. Selama ada kesempatan untuk bersenang-senang maka akan dilakukan meskipun itu adalah perbuatan maksiat. Perbuatannya tidak lagi pada landasan halal-haram.
Pun, pemimpin dalam sistem sekuler tidak mewajibkan ciri-ciri pemimpin yang taat dan mampu dalam kempimpinan Islam. Pemilihan dalam sistem sekuler terpilih dari suara terbanyak dari rakyat. Bukan dari bagaimana ia memiliki kemampuan dalam memberikan perlindungan, penjaminan, dan pengayoman terhadap umat. Karena itu, janji mereka bisa dibilang bullshit. Hanya sekedar pemanis, bantuan kenyataan yang umat rasakan adalah kepahitan hidup berada dalam jurang kemiskinan dan kemerosotan moral. Persis seperti yang kita rasakan hari ini.
Berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam. Tentunya, pemimpin ideal dalam sejarah Islam adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan untuk menakar kepemimpinan yang ideal ada tiga dari empat sifat wajib bagi para Nabi dan Rasul berupa siddiq (jujur), amanah (dipercaya), fathanah (cerdas) dapat menjadi landasan kriteria pemimpin yang baik.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَـتَّخِذُوا الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَكُمْ هُزُوًا وَّلَعِبًا مِّنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَا لْـكُفَّا رَ اَوْلِيَآءَ ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 57)
Seorang pemimpin harus bertanggung jawab, bisa berpikir dengan tenang, sabar dan inovatif. Selain itu, pemimpin juga harus kreatif dan penuh dengan energi positif. Ditambah dengan kejujuran, kemampuan komunikasi dan pengambilan keputusan yang baik, setiap orang bisa menjadi pemimpin yang bisa menjadi teladan. Sungguh, kita rindu pemimpin yang taat yang mengajak umat kepada kebaikan, mendorong umat taat, demi meraih rahmat bagi sekalian alam. Wallahu’alam!
Oleh. Eva Ariska Mansur (Anggota Ngaji Diksi Aceh)
Views: 9
Comment here