Opini

Keadilan, hanya Ilusi Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nana Juwita, S.Si.

wacana-edukasi.com, OPINI-– Sulitnya mencari keadilan di Indonesia memang bukan isapan jempol belaka, namun ketidakadilan di negeri ini memang benar-benar terjadi, Berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di negeri ini tidak mendapatkan sanksi tegas yang mengoyak nurani keadilan masyarakat, yaitu kasus asusila yang dilakukan oleh ketua KPU Hasyim asyari dan kasus Ronald tannur.

Masyarakat dikejutkan dengan berita dibebaskannya Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti yang merupakan kekasih dari Ronald Tannur, majelis hakim menilai Edward Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Menurut Agus Suprianto perwakilan dari LBH FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) menyampaikan bahwa, dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menghadirkan barang bukti berupa rekaman CCTV dan hasil visum korban. Bahwa bukti-bukti yang mengarah pada tindak penganiayaan atau unsur tidak sengaja yang mengakibatkan orang kehilangan nyawa itu sudah dibuktikan. Namun, dalam pertimbangan hakim tidak dipakai sama sekali. Kami menyimpulkan terindikasi ada permainan karena ini anak pejabat senayan di DPR RI.( www.jpnn.com, 28/07/24)

Selain kasus Ronald Tannur yang lebih mengejutkan lagi adalah kasus yang tengah menimpa Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, di mana menurut DKPP menyampaikan bahwa Hasyim memaksa berhubungan badan dengan anggota PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) Den Haag. Tak hanya itu, Hasyim juga menjanjikan akan menikahi dan membiayai hidup korban sebesar Rp 30 juta per bulan. Selain itu berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang terakhir disetorkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Maret 2024 untuk pelaporan periodik 2023, Hasyim Asy’ari tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp9,5 miliar. Dalam LHKPN itu, Hasyim mengaku memiliki sebelas bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Semarang, Kudus, Rembang, dan Pati. Luasan tanahnya bervariasi mulai dari 120 meter persegi di Kudus hingga 5.600 meter persegi di Pati. Secara total, belasan tanah dan bangunan Hasyim tersebut ditaksir senilai Rp 7,3 miliar. Selain tanah dan bangunan, Hasyim Asy’ari juga mengaku memiliki motor Vespa PX150, Honda Spacy, mobil Toyota Prado, dan mobol Nissan New Series. Seluruh kendaraan Hasyim itu senilai Rp 324 juta. (www.jpnn.com, 05/07/24)

Adanya kasus-kasus tersebut menggambarkan sistem hukum saat ini jauh dari keadilan, dan tidak memberikan efek jera. Bahkan hukum dikatakan tajam ke bawah tumpul ke atas, hal ini merupakan sesuatu yang lumrah terjadi di negeri yang menerapkan Demokrasi sebagai dasar dalam mengatur urusan umat. Berharap keadilan di dalam sistem Demokrasi tidak akan pernah terjadi, karena Demokrasi merupakan anak kandung dari sistem kapitalisme-sekulerisme. Demokrasi lahir dari akidah sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan, yang menjadi asas ideologi Kapitalisme. Akidah sekulerisme merupakan jalan tengan yang tidak tegas. Akidah ini lahir karena pergolakan atau konflik yang terjadi di antara para raja dan kaisar di Eropa dan Rusia dengan para filosof dan pemikir. Saat itu para raja dan kaisar telah memanfaatkan agama sebagai alat untuk mengeksploitasi, menzalimi, dan menghisap darah rakyat. Tindakan demikian lebih disebabkan karena adanya suatu anggapan bahwa raja dan kaisar adalah wakil Tuhan di muka bumi. Mereka beranggapan bahwa Tuhan telah memberi mereka kewenangan untuk membuat hukum sekaligus menerapkannya.

Posisi para raja dan kaisar yang memanfaatkan para rohaniawan sebagai tunggangan untuk menzalami rakyat. Akibatnya berkobarlah pergolakkan sengit antara para penguasa tersebut dengan rakyatnya sendiri. Pada saat itulah para filosof dan pemikir bangkit. Sebagian dari mereka mengingkari keberadaan agama secara mutlak. Sebagian lagi mengakui keberadaan agama, tetapi memprasyaratkan adanya pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme), yang pada gilirannya melahirkan pemisahan agama dari negara dan pemerintahan.

Dari pemaparan di atas terkait dengan Demokrasi nampak jelas bahwa Demokrasi meniscaayakan menusia untuk membuat aturan sendiri dalam mengatur urusan kehidupannya, hal inilah yang menyebabkan tidak mungkin tercapai sebuah keadilan terlebih hukum atau aturan yang dibuat di dalam Demokrasi cenderung dipengaruhi oleh kepentingan pribadi ataupun golongan, karena sifat akal manusia yag terbatas mustahil manusia akan dapat melahirkan aturan yang paripurna dalam hal mengatur masalah kehidupan manusia. Ini menjadi bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada koflik kepentingan, yang bahkan juga membuka celah terjadinya kejahatan.

Sungguh berbeda dengan sistem islam. Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah SWT, Dzat yang Maha mengetahui dan Maha adil sehingga seorang hakim dalam sistem Islam tidak pandang bulu dalam menyelesaikan suatu kasus tertentu, sistem Islam akan melahirkan pemimpin dan pejabat-pejabat negara yang takut kepada Allah SWT sehingga menjadikan mereka taat terhadap aturan-Nya, menjauhkan mereka dari korupsi dan nepotisme. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, yang berfungsi jawabir dan zawajir. Islam juga memiliki definisi kejahatan dan sanksi yang jelas, juga Upaya pencegahan yang menyeluruh, dan penegak hukum adalah orang yang Amanah dan bertakwa pada Allah SWT yang menjalankan amanahnya hanya dengan berpegang teguh pada aturan Allah SWT.

Rusaknya Demokrasi dengan memberikan kebebasan manusia dalam hal beragama, berpendapat, berkepemilikan dan kebebasan berprilaku membuat masyarakat negeri ini semakin jauh dari aturan syariat secara totalitas, akibat pengaruh ide-ide kebebasan yang dipasarkan di negeri-negeri Muslim oleh Barat. Terlebih hukum di dalam Demokrasi dapat di ubah sesuai dengan keinginan dan kepentingan pihak-pihak tertentu yang malah merugikan rakyat. Apakah umat masih berharap dengan Demokrasi, yang merupakan sumber kerusakan negeri ini? akibat Demokrasi yang memberikan kebebasan kepada penguasa, pejabat juga wakil rakyat untuk membuat undang-undang (aturan atau hukum) juga kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, di karenakan aturan dan hukum yang di buat dalam sistem Demokrasi bukan berdasarkan hukum Allah SWT, yang merujuk pada Alquran dan as-sunah yang merupakan sumber hukum Islam. Padahal Allah SWT telah menyampaikan di dalam (QS:al-An’am:57), yang artinya:

’’Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah’’.

Allah SWT juga telah menyampaikan seruannya di dalam (QS:an-Nisa’:65). Yang artinya:

’’Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus atas apa saja yang mereka perselisihkan.’’

Saatnya umat memahami dan menyadari bahwa keadialan hanya terwujud ketika umat menerapkan islam secara kaffah untuk mengatur seluruh aspek kehidupannya, karena hukum Islam bersifat tetap dan tidak dapat di ubah sesuai dengan kepentingan tertentu, dan Islam lah yang akan membawa rahmat bagi seluruh manusia di dunia. Waulahu a’klam bisshawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here