Surat Pembaca

Wajah Asli Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sari Ramadani, S.Pd (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Tidak ada teman sejati ataupun musuh abadi, yang ada hanyalah orang-orang yang punya kepentingan. Begitulah kiranya wajah asli dari sistem demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan untuk berbuat apa saja termasuk dalam bidang politik.

Sebab, kenyataannya sistem demokrasi bukan hanya mempraktikkan politik yang memperlihatkan kebohongan di tengah-tengah publik, tetapi juga menciptakan industri politik yang hanya sekadar mengambil manfaat dari suara rakyat.

Alih-alih bergerak demi kemaslahatan rakyat. Politik dalam sistem demokrasi malah membuat kehidupan rakyat makin sulit. Karena, sistem demokrasi hanya mengukuhkan posisinya sebagai sebuah sistem yang berjalan untuk menguntungkan kaum elite.

Dominasi elite partai politik menentukan calon kepala daerah membuat ruang partisipasi publik makin sempit. Konsensus petinggi parpol di tingkat pusat dikhawatirkan mengabaikan suara kader-kader di level daerah.

Hegemoni parpol mengawinkan paslon harus menyerap partisipasi publik bermakna agar esensi pilkada langsung betul-betul terlaksana. Misalnya saja, dalam pilkada Jakarta 2024, gerbong parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM) sering mengatakan bahwa penentuan calon kepala daerah akan ditetapkan oleh para ketua umum.

KIM sendiri adalah gerbong parpol yang mengusung presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, ada wacana mereka mengajak parpol lain di luar pendukung Prabowo-Gibran dengan membentuk KIM Plus di daerah pilkada strategis (tirto.id, 10/08/2024).

Adi Prayitno selaku pengamat politik meyakini, bahwa prinsip utama dari politik ialah untuk mendapat keuntungan pribadi dan kelompok. Tujuannya, tidak lain adalah mendapat kekuasaan dengan cara apa pun. Bukan itu saja, beliau pun mempertanyakan tentang di mana letak idealisme berpolitik.

Menurutnya hal itu tempatnya hanyalah di ruang kelas dan keranjang sampah. Selain itu, apa yang terjadi di Pilkada hari ini adalah fenomena demokrasi elite. Sebab, yang dapat menentukan seseorang dapat maju atau tidak adalah murni kehendak elite partai (liputan6.com, 11/08/2024).

Bukan rahasia lagi jika dalam sistem demokrasi, kekuasaan merupakan sebuah tujuan. Maka sungguh tidak heran jika segala macam cara akan dilakukan. Tidak peduli cara yang ditempuh halal atau haram. Berbagai macam cara dihukumi halal demi meraih kekuasaan. Idealisme pun dapat dikalahkan demi mendapatkan kemenangan.

Koalisi yang dibentuk berdasarkan pertimbangan adanya peluang kemenangan, walaupun berbeda visi misi atau bahkan ideologi. Demikian pula pemilihan figur, hal ini semata dengan perhitungan kemenangan bukan pada kemampuan, apalagi integritas calon kepala daerah. Sebab itulah politik uang menjadi keniscayaan.

Islam menetapkan kekuasaan adalah sebuah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Kekuasaan juga hanya untuk menerapkan aturan Allah di muka bumi yang dicontohkan oleh Rasulullah. Penguasa harus memiliki kapabilitas dan integritas dalam mengelola negara yang lahir dari keimanan kepada Allah, bukan karena faktor keuntungan semata.

Sebab, penguasa yang akan menjadi pengurus rakyat dan bertanggungjawab penuh atas terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat dan juga wajib memiliki kemampuan dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan yang berlandaskan syariat Islam.

Jadi, pada intinya politik dalam sistem Islam yang bersumber dari Pencipta manusia sangat berbeda dengan sistem demokrasi yang lahir dari kecerdasan manusia. Makna politik dalam sistem Islam tidak sempit seperti saat ini. Politik dalam Islam bertujuan untuk mengurus urusan umat.

Maka, dari sini penguasa memiliki peran sebagai pelayan dan pengurus rakyatnya dan ini semua dilakukan bukan hanya sekadar karena kemampuan yang dimiliki penguasa tersebut sebagai seorang politisi, tetapi berdasarkan keimanannya kepada Allah.

Beginilah tingginya peradaban Islam untuk mendatangkan rahmat Allah di muka bumi. Lantas, masihkah kita meletakkan harapan pada sistem demokrasi?

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 50).

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here