Opini

Ketika Ekonomi, Mengikis Naluri Keibuan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurfahmi Hidayah Lukman

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27) ditangkap karena menjual bayinya Rp 20 juta melalui perantara di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara. Pelaku menjual bayinya Rp 20 juta dan MT rencananya diupah Rp 3 jutaan. Alasan SS karena kesulitan ekonomi. Sementara si pembeli bayi ini karena memang belum memiliki anak. Hal ini berdasarkan pernyataan Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Medan, AKP Madya Yustadi ketika diwawancarai oleh Kompas.com (14/8/2024) melalui sambungan telpon. Atas kasus ini, tersangka dikenakan Undang–Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Himpitan ekonomi telah mengakibatkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan. Kebutuhan hidup yang terus meningkat, harga barang yang melambung, serta beban kerja yang semakin berat telah memberikan dampak besar pada kehidupan keluarga, khususnya pada peran ibu. Tidak sedikit dari para ibu yang harus bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan keluarga. Akibatnya, waktu yang seharusnya digunakan untuk mendidik dan merawat anak-anak di rumah menjadi semakin terbatas. Fenomena ini tentunya dapat mematikan naluri keibuan yang sejatinya berperan penting dalam membentuk generasi yang berkualitas.

Terlebih bila supporting system juga tidak berjalan, baik karena sama-sama miskin ataupun individualistis. Dalam kondisi seperti ini, ibu-ibu yang berada dalam himpitan ekonomi tidak hanya menghadapi tekanan finansial yang berat, tetapi juga kekurangan dukungan emosional dan praktis dari lingkungan sekitarnya. Ketika komunitas atau keluarga besar tidak mampu memberikan bantuan, baik karena mereka juga sedang berjuang secara finansial atau karena semakin menguatnya budaya individualisme, maka beban yang dipikul oleh seorang ibu menjadi semakin berat.

Abainya negara dalam mewujudkan kesejahteraan juga berperan termasuk dalam penyediaan lapangan kerja bagi suami. Ketika negara gagal menyediakan kesempatan kerja yang layak dan merata, banyak suami yang terjebak dalam pengangguran atau pekerjaan dengan upah rendah yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Ketiadaan lapangan kerja yang memadai ini membuat banyak keluarga jatuh dalam kemiskinan yang semakin parah. Negara yang seharusnya bertanggung jawab untuk memastikan setiap warga negaranya mendapatkan hak dasar berupa pekerjaan yang layak, justru tampak lepas tangan.

Hal ini erat dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini. Sistem ekonomi kapitalis yang mendominasi dunia saat ini menitikberatkan pada keuntungan maksimal dan pertumbuhan ekonomi, sering kali tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat luas.

Dalam sistem ini, pasar bebas dan persaingan ketat menjadi penggerak utama ekonomi, sementara peran negara dalam mengatur dan melindungi warga dari ketidakadilan ekonomi menjadi terbatas. Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin melebar, dengan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang atau korporasi besar, sementara sebagian besar masyarakat berjuang memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sistem ini juga mendorong pola konsumsi yang berlebihan dan individualisme yang kuat, sehingga semakin memperburuk kondisi sosial.

Dalam situasi seperti ini, keluarga-keluarga dengan penghasilan rendah atau tidak stabil menjadi korban utama, karena mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang layak.Di sisi lain, hal ini juga mencerminkan gagalnya sistem pendidikan dalam membentuk pribadi yang bertakwa. Pendidikan seharusnya tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga yang memiliki kepribadian yang kuat, berakhlak mulia, dan memiliki ketakwaan kepada Allah.

Namun, dalam kenyataannya, sistem pendidikan yang ada lebih banyak berfokus pada aspek kognitif dan keterampilan teknis, sementara pembinaan karakter dan spiritualitas sering kali diabaikan atau tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Dalam Islam telah ditetapkan bahwa peran negara yaitu sebagai raa’in (pelindung dan pengurus), di mana kesejahteraan rakyat menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya. Dalam pandangan Islam, negara bukan sekadar institusi politik atau administratif, melainkan sebuah entitas yang bertanggung jawab penuh atas terpenuhinya hak-hak dasar setiap warga negaranya, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun spiritual.

Sebagai raa’in, negara Islam memiliki sistem ekonomi yang mensejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan yang melimpah dan adil. Sistem ekonomi Islam dirancang untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses ke pekerjaan yang layak dan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak ada orang yang terjebak dalam kemiskinan atau ketidakpastian ekonomi.

Islam juga memiliki sistem pendidikan yang bertujuan membentuk kepribadian yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Pendidikan dalam Islam tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pembinaan karakter, akhlak, dan spiritualitas. Tujuan utamanya adalah mencetak individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bertakwa, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif kepada masyarakat. Sistem pendidikan Islam ini mencakup tiga aspek utama yaitu, tarbiyah (pendidikan), ta’lim (pengajaran), dan tazkiyah (penyucian diri).

Media dalam hal ini pun ikut berperan penting dalam mendukung terbentuknya keimanan dan kesadaran akan nilai-nilai Islam di masyarakat. Dalam era digital dan informasi seperti sekarang, media memiliki kekuatan besar untuk membentuk opini publik, mempengaruhi perilaku, dan membentuk pola pikir masyarakat, termasuk dalam hal pemahaman dan pengamalan ajaran Islam.

Ketika media dikelola dan digunakan secara bijak sesuai dengan nilai-nilai Islam, ia dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan, meningkatkan pemahaman agama, dan mendorong masyarakat untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Media dapat menyajikan konten yang mendidik, menginspirasi, dan memperkuat iman, serta memberikan solusi Islami terhadap berbagai tantangan yang dihadapi umat dalam kehidupan sehari-hari.

Sesungguhnya, umat perlu adanya penerapan islam secara kaffah (menyeluruh). Penerapan Islam secara kaffah akan mewujudkan optimalnya fungsi keluarga. Ketika keluarga berfungsi dengan baik, mereka akan melahirkan individu-individu yang bertakwa, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Dengan penerapan Islam yang kaffah, negara akan menyediakan dukungan yang diperlukan untuk memperkuat keluarga, baik melalui kebijakan sosial, ekonomi, pendidikan, maupun media. Ini akan memastikan bahwa setiap keluarga memiliki akses terhadap pendidikan Islam yang baik, lapangan pekerjaan yang layak, serta lingkungan sosial yang kondusif untuk menjalankan kehidupan yang Islami. Pada akhirnya, penerapan Islam secara menyeluruh akan menciptakan masyarakat yang sejahtera dan harmonis, di mana setiap individu dapat hidup dengan penuh keimanan dan kedamaian. Wallahu ‘alam bishowab[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here