Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dengan mengkaji ilmu Islam, akan mengantarkan pelakunya memahami jalan menuju surga dan itu tidak bisa dilakukan dengan alakadarnya saja, tetapi butuh niat yang tulus, kesungguhan, dan perjuangan dalam mendalami, menyelami, hingga Islam menancap sebagai metode berpikir seorang mukmin. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang mujtahid besar abad ini pernah memberikan sebuah komentar tentang ilmu. Beliau berkata:
“Ilmu tidak dapat digapai dengan mengistirahatkan pikiran dan badan.”
Pernyataan tersebut merupakan gambaran, bagaimana teladan seorang ulama yang sangat memahami pentingnya menuntut ilmu dengan penuh kesungguhan. Ketika Islam telah menjadi metode berpikirnya, tingkah lakunya akan selalu berjalan di jalan kebenaran. Oleh karena itu, menuntut ilmu Islam butuh perjuangan bahkan pengorbanan.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani telah memberi teladan terbaik bagi umat hari ini, bagaimana perjalanan beliau di dalam menuntut ilmu Islam. Beliau menggunakan waktu-waktu terbaiknya untuk mengikuti halqah-halqah para masyaikh di kampusnya. Bahkan beliau mengisi waktunya dengan membaca berbagai kitab ulama di maktabah (perpustakaan) kampus beliau menuntut ilmu.
Beliau memaksimalkan kesempatan menuntut ilmu hingga batas maksimal. Tidak terlihat beliau melakukan korupsi waktu meski sangat sedikit untuk kegiatan lain, jika sudah waktunya menuntut ilmu. Beliau pantang meninggalkan menuntut ilmu karena urusan lain. Bahkan, untuk sisa waktu pun beliau maksimalkan untuk memenuhi jadwal belajar Islam. Semua itulah yang membuat beliau akhirnya mampu mendefinisikan ilmu itu ke dalam amal perbuatan. Ilmu yang beliau pelajari, semuanya di dalam rangka untuk menyempurnakan amal. Maka, kita ketahui bersama bahwa beliau mampu memetakan metode dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sangat cemerlang, kemudian beliau juga melaksanakan metode tersebut dalam menjalankan dakwah bersama kelompok dakwah Islam ideologis yang beliau bentuk.
Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memanfaatkan waktu, tenaga, dan pikiran terbaik kita untuk menuntut ilmu Islam? Kemudian beramal dengan ilmu tersebut? Atau justru ketika memasuki jadwal menuntut ilmu kita masih mengambil toleransi untuk melakukan urusan lain? Atau mungkin istirahat masih menjadi alasan vulgar untuk menutupi kemalasan di dalam menuntut ilmu?
Jika kita sebagai pengemban dakwah saja malas dalam menuntut ilmu, bagaimana dengan mengamalkan ilmu tersebut?
Tentu saja hal tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang pengemban dakwah. Dalam menjalankan kewajiban kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik menurut ilmu, salat, hingga berdakwah tidak boleh diiringi dengan rasa malas. Pengemban dakwah seharusnya menghilangkan penyakit malas dalam dirinya. Hidup adalah untuk beribadah dan meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala serta tidak boleh ada kata malas dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh sebab itu, patut direnungkan oleh pengemban dakwah, “Mungkinkah kemenangan akan diberikan kepada kaum yang malas di dalam menuntut ilmu dan malas beramal dakwah?”
Sudah saatnya para pengemban dakwah membuang jauh-jauh rasa malas yang selalu menghampirinya agar kemenangan Islam segera terwujud.
Wallahu a’lam bishshawab
Oleh: Sumariya (Aktivis Muslimah)
Views: 4
Comment here