Oleh Yuke Octavianty (Anggota Forum Literasi Muslimah Bogor)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Ibu adalah sosok utama yang menjaga anak-anaknya. Dekapan kasih sayangnya terus terasa hingga anak-anak beranjak dewasa. Namun ungkapan ini seolah menguap ditelan masa. Saat ini begitu banyak sosok ibu yang justru menjerumuskan anaknya ke dalam kubangan dosa.
Fakta ini terjadi di Sumenep, Jawa Timur. Seorang ibu dengan sukarela “menyerahkan” anak kandungnya yang berusia 14 tahun untuk dizinai seorang kepala sekolah, yang notabene selingkuhan sang ibu. Gegara sang anak meminta motor kepada sang ibu, kemudian ibu pun memintanya kepada selingkuhannya. Alih-alih untuk prosesi penyucian diri, anaknya pun dibawa dan disetubuhi oleh oknum kepala sekolah tersebut demi mendapatkan sepeda motor (kumparan.com, 1-9-2024). Mengerikan. Kasus tersebut tengah dalam proses penyidikan kepolisian setempat. Kepala sekolah dan ibu korban telah diamankan pihak kepolisian terkait kasus cabul terhadap anak.
Dampak Sistem Rusak
Miris, ibu yang semestinya menjadi penjaga utama keluarga sekaligus sumber kasih sayang bagi anak-anaknya justru melakukan hal senonoh di luar nalar. Sungguh tidak masuk akal. Orientasi perbuatannya hanya disandarkan pada keuntungan materi. Parahnya lagi, kehormatan sang anak pun dibiarkan tidak terjaga.
Ibu yang mestinya menjadi madrasatul ula, sekolah dan pendidik yang utama dan pertama bagi anak-anak dan keluarganya, justru tercabik dengan melakukan perbuatan keji. Hal ini menunjukkan naluri ibu kian membeku. Fakta ini pun menambah deretan panjang buruknya peran ibu di tengah kerusakan pola perilaku masyarakat yang terus mengancam.
Jelas, fakta ini tidak tiba-tiba ada. Potret tersebut sebagai dampak masalah sistematis dan bentuk gagalnya sistem mengatur kehidupan. Khususnya pada sistem pendidikan yang menyandarkan kurikulum pada basis sekularisme, paradigma yang memisahkan antara nilai agama dengan norma kehidupan. Agama dianggap sebagai batu sandungan yang menghalang proses pendidikan. Alhasil, lembaga-lembaga pendidikan pun lebih mengutamakan nilai kuantitatif ketimbang nilai kualitatif yang mengedepankan adab, akhlak dan standar halal haram. Wajar saja, pola pikir dan perilaku individu yang kini tercipta, gagal membentuk pola benar salah dalam proses berpikirnya.
Tidak hanya itu, sistem sanksi yang kini diadopsi pun sangat lemah dalam penerapannya. Laporan-laporan terkait kasus pencabulan anak yang dilakukan ibu, hanya ditangani setengah hati tanpa tindakan hukum tegas dan jelas. Alhasil, para pelaku pun tidak jera atas perbuatan kejahatan yang telah dilakukannya. Rantai masalah ini pun kian berkepanjangan dan terus menelan banyak korban.
Inilah dampak diterapakannya kapitalisme sekularistik yang jauh dari nilai dan fitrah manusia. Segala bentuk nilai disandarkan pada nilai materi dan asas manfaat. Konsep ini secara sistematis mematikan naluri keibuan. Keadaan ini pun bertambah buruk saat konsep sekularisme dijadikan sandaran. Pemisahan nilai agama dan penerapannya dalam kehidupan, telah menjerumuskan individu pada konsep yang tidak sesuai fitrah manusia. Wajar saja, setiap perbuatannya niscaya melahirkan kerusakan dan kezaliman.
Fenomena buruk yang kini terus mengancam, butuh diselesaikan dengan jalan cerdas melalui solusi dan mekanisme yang komprehensif. Peran negara memiliki posisi penting dalam membereskan segala masalah yang kini terjadi. Dengan adanya peran negara yang mumpuni, peran ibu sebagai ummu wa rabbatul bait, ibu dan pengurus rumah tangga dapat dikembalikan ke posisi yang semestinya. Tentu saja, konsep tersebut hanya mampu terwujud dalam dukungan tatanan tangguh yang memiliki kemampuan mengatur kehidupan.
Posisi Ibu dalam Kacamata Islam
Islam memiliki sistem penjagaan yang kokoh melindungi setiap individu agar mampu menepatkan perannya sesuai kadar dan fitrah. Islam pun memiliki mekanisme unggul yang mampu memgoptimalkan fungsi ibu dalam mendidik dan menjaga kemuliaan diri dan keluarganya. Paradigma ini hanya mampu berdiri dalam kekuatan iman dan takwa yang terus terjaga kontinuitasnya.
Negara menjadi wadah utama yang efektif menetapkan kebijakan terkait hal tersebut. Mekanisme dan strategi khusus terkait sistem pendidikan menjadi dasar utama dalam penjagaan. Sistem Islam menyajikan solusi yang mumpuni terkait masalah tersebut. Menyoal sistem pendidikan, Islam menetapkan sistem berbasis akidah Islam yang menempatkan standar halal haram sebagai poros utama. Edukasi dengan pondasi akidah Islam mengutamakan pola sikap dan pola pikir yang sesuai dengan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah). Dengan demikian, setiap individu akan menjaga kehormatan diri, keluarga dan lingkungannya sebagai bentuk ketundukan pada hukum syarak yang ditetapkan Allah SWT. untuk setiap individu. Dengan demikian, peran ibu pun akan terjaga sempurna, mampu sempurna melindungi anaknya sebagai bentuk eksistensi ketakwaannya kepada Allah SWT.
Mekanisme ini hanya mampu tersaji dalam institusi khilafah, satu-satunya institusi yang menjalankan syariat Islam yang utuh dan menyeluruh sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Dalam sistem Islam, negara pun mampu mengoptimalkan perannya sebagai penjaga setiap rakyat. Karena dalam Islam, negara dan pemimpin di dalamnya adalah ra’in (pengurus) sekaligus junnah (perisai) bagi setiap rakyat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”
(HR. Al Bukhori).
Sistem Islam pun menyediakan terselenggaranya supporting sistem di tempat kerja. Pemisahan pergaulan dan minimalisasi interaksi antara laki-laki dan perempuan non mahram, dapat diterapkan secara sempurna. Alhasil, pergaulan pun mampu terlindungi dari segala bentuk tindakan yang melanggar syariah.
Pengaturan sistem Islam yang amanah akan melahirkan berkah yang melimpah. Peran ibu sebagai pelindung keluarga dan anak-anaknya dapat sempurna terjaga dalam dekapan Islam yang bijaksana.
Wallahu’alam bisshowwab.
Views: 15
Comment here