Opini

Kerusakan Mental, Hantui Masa Depan Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Syifa, S.E.

Wacana-edukasi.com, OPINI— Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, dijelaskan bahwa kesehatan jiwa atau mental merupakan kondisi dimana individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan dirinya, mampu mengatasi tekanan, mampu bekerja secara produktif dan memberikan kontribusi bagi komunitasnya. Dalam artian, kesehatan mental mampu memberikan pengaruh pada kualitas dan produktivitas fisik seseorang.

Apa Itu Kesehatan Mental?

Mental atau sering disebut juga sebagai jiwa adalah bagian penting dari struktur kehidupan manusia. Apabila struktur ini rusak atau terganggu, maka rusak dan terganggu pula tatanan hidupnya. Percaya atau tidak, kerusakan mental terjadi karena adanya kerusakan dasar (akidah) pada diri manusia. Manusia tanpa akidah yang kokoh ibarat pohon tanpa akar (dasar). Sesuatu tanpa dasar akan mudah tumbang dan hancur kapan saja.

Pada diri seorang pemuda terdapat berbagai hal yang tidak dimiliki oleh anak-anak bahkan orang tua yaitu kondisi fisik dan pikiran yang masih produktif. Secara fisik atau tenaga masih sangat kuat. Sedangkan secara pikiran, pemuda dipenuhi dengan lautan ilmu dan kekuatan nalar yang luas dan mendalam. Alhasil didapati pada diri pemuda akan lahir berbagai perubahan besar yang tidak hanya untuk dirinya tapi juga lingkungan bahkan negara. Namun kenyataannya kondisi mental pemuda hari ini sangat memprihatinkan.

Menurut data Riskesdas (riset kesehatan dasar), menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosianal yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1% dari jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan 11 juta orang. Lebih spesifik lagi, pada usia pemuda (15-24 tahun) memiliki presentase depresi sebesar 6,2%. Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri hingga bunuh diri. Sebesar 80-90% kasus bunus diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan. Kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 10.000 atau setara dengan setiap satu jam terdapat kasus bunuh diri. Menurut ahli suciodologist, sekitar 4,2% siswa di Indonesia pernah berpikir untuk bunuh diri. Pada kalangan mahasiswa sebesar 6,9% mempunyai niatan untuk bunuh diri, sedangkan 3% lainnya pernah melakukan percobaan bunuh diri (hegsa.geo.ugm.ac.id, 20/11/2020).

Faktor depresi di kalangan pemuda bisa diakibatkan oleh beberapa hal, di antaranya:

Pertama, tekanan akademik yang kian sulit dan runyam.

Kedua, kasus perundungan (bullying) yang kian mengkhawatirkan telah memicu depresi yang berujung pada timbulnya luka batin dan balas dendam sampai merenggut nyawa.

Ketiga, kerapuhan perlindungan keluarga yang kian parah telah menjadi sebab para pemuda cepat mengalami depresi.

Keempat, permasalahan ekonomi.

Kelima, gempuran media sosial yang tidak terkendali yang terus menyediakan situs-situs yang merusak seperti judol (judi online), pornografi dan game killer yang makin menambah tingkat depresi di tengah kehidupan pemuda.

Keenam, pergaulan bebas yang telah menjadi life style yang kian mengkhawatirkan. Bahkan munculnya berbagai kerusakan mental salah satunya bermula dari sini.

Itulah gambaran kerusakan pola pikir dan perilaku pemuda yang dididik oleh cara pandang akidah sekuler yang dijaga dan diterapkan oleh negara saat ini. Akidah sekuler yang ditopang oleh ideologi kapitalisme telah berhasil menjungkirbalikkan pemikiran dan perilaku pemuda.

Kerusakan pemuda yang berujung pada depresi secara merata di berbagai lini, seperti pendidikan yang kian mahal sedangkan kualitas yang dihasilkan tidak sebanding, kerapuhan keluarga yang kian parah, munculnya situs-situs di media sosial yang merusak tanpa ada pengawasan ketat dan taken control oleh negara, juga persoalan ekonomi yang kian terpuruk. Semua ini adalah imbas penerapan sistem kapitalisme yang berasaskan akidah sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Kehidupan disuasanakan berdasarkan materi bahkan ibadah pun dijalankan karena asas materi semata. Sehingga potret hancurnya kehidupan nampak jelas seperti hari ini.

Upaya Pencegahan yang Tumpul

Ternyata ada upaya-upaya yang dilakukan pemuda untuk menjaga kesehatan mentalnya. Misalnya dengan berkumpul bersama circle pertemanannya, refreshing, bermain, membaca buku, membuka ruang diskusi, belajar hal-hal baru dan lain sebagainya. Apakah upaya ini dirasa cukup? Melihat data di atas, penulis rasa kita serentak akan menjawab tidak.

Selain itu, ada juga upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah pun tidak tinggal diam. Pemerintah telah menyiapkan puskesmas dengan layanan konsultasi psikologi dengan biaya murah bahkan gratis. Dengan upaya ini apakah kerusakan mental di kalangan pemuda teratasi? Faktanya yang terjadi justru sebaliknya.

Ini memberikan indikasi bahwa selain kurangnya pemahaman akan kesehatan mental, fasilitas rumah sakit yang kurang memadai, tumpulnya pencegahan, juga semakin diperparah dengan hilangnya akidah umat yang shahih yaitu akidah Islam. Padahal akidah inilah yang mampu menjaga dan merawat jiwa setiap manusia. Hilangnya akidah shahih ini telah melahirkan pemerintah yang abai pada keselamatan generasi.

Islamlah Solusinya

Oleh karena itu, tidak ada harapan penyelesaian yang jitu lagi paripurna untuk masalah pemuda selain dengan Islam. Islam adalah agama penuh rahmat, yang dari sana muncul kemuliaan bagi siapapun yang mengambilnya. Sekaligus kehinaan serta kesengsaraan bagi siapapun yang mencampakkannya.

Islam telah menempatkan posisi pemuda sebagai posisi penting dalam perubahan. Posisi penting mereka telah mengantarkan kejayaan Islam menuju gerbang kemuliaan. Tidak hanya di Jazirah Arab, tapi juga merata di seluruh penjuru dunia.

Penyebaran Islam hampir tidak bisa dipisahkan dari peran pemuda. Para pemuda yang memiliki tekad yang kuat akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Islam dan kemuliaan kaum muslimin. Sampai puncak kejayaan Islam memimpin dunia kurang lebih 14 abad lamanya, posisi para pemuda selalu memainkan peran penting itu. Siapa saja mereka? Di antaranya adalah Umar bin Khattab, Salman al-Farishi, Ali bin Abi Thalib, Ja’far, Muhammad al-Fatih, Salahuddin al-Ayyubi dan masih banyak lagi.

Mereka telah menorehkan tinta sejarah emas dalam kemenangan Islam. Mereka telah menunjukkan kualitas diri seorang muslim ada pada perjuangan sejati yaitu perjuangan yang membawa mereka pada posisi kemuliaan, perjuangan menegakkan Islam. Mereka yang ketakutannya hanya tertuju pada Pencipta, punya visi besar, keimanan yang kuat dan kecerdasan yang melampaui rata-rata adalah gambaran diri mereka. Potret seperti itu tidak mungkin lahir pada diri pemuda yang berakidah sekuler, pemuja materi seperti hari ini.

Lantas bagaiman cara Islam melahirkan generasi cerdas, sehat lagi kuat imannya? Berikut penjelasannya:

Pertama, negara akan menanamkan pondasi akidah yang kuat dan benar pada setiap jiwa, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yakni oleh orang tua kepada anak (pendidikan dalam keluarga). Adapun secara tidak langsung berarti lewat pendidikan formal. Daulah akan menyediakan fasilitas pendidikan yang terbaik, baik itu fasilitas utama maupun penunjang.

Harapanya agar setiap individu umat mendapatkan suasana dan akses pendidikan yang memadai sehingga semakin menjadikan mereka manusia yang bertakwa dan bermartabat. Dunia pendidikan inilah yang akan membentuk karakter jiwa para pemuda dengan pondasi keimanan yang kokoh.

Kedua, faktor keimanan yang kokoh dan kuat perlu dijaga dan dirawat. Daulah Islam akan menjaga sekaligus mensterilkan berbagai hal yang mengganggu keimanan umat. Di antaranya adalah pengaturan dan pengontrolan ketat sosial media. Sosial media sudah menjadi lifestyle bagi semua kalangan. Lifestyle ini tidak boleh jadi wadah atau wasilah untuk mengikis keimanan para pemuda. Dengan demikian apabila terdapat konten yang menggerus keimanan mereka, maka daulah langsung bertindak tegas.

Daulah Islam adalah negara pengontrol media yakni negara yang punya kekuatan secara independen terhadap media sehingga sikap pengendali ada di tangannya. Dengan demikian daulah tidak hanya punya kekuatan mengontrol, tapi juga memproduksi berbagai situs-situs terbaik untuk menunjang kondisi keimanan pemuda. Sikap negara seperti ini akan menjaga syu’ur keimanan umat di seluruh ranah kehidupan.

Ketiga, setelah adanya pengontrolan media, maka selanjutnya daulah akan menciptakan iklim kehidupan pemuda yang haus akan ilmu pengetahuan, riset dan pengembangan lainnya. Hal ini akan memicu daya nalar perkembangan ilmu pengetahuan dan riset di tengah pemuda. Untuk menunjang itu, daulah akan menyediakan fasilitas memadai dan lengkap agar pemuda terdorong untuk berkarya demi umat. Pemuda akan berlomba memberikan karya terbaik mereka untuk negara. Semua langkah ini akan terealisasi apabila ideologi yang diterapkan adalah ideologi Islam dalam naungan daulah khilafah. Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here