Oleh: Nana Juwita, S.Si.
Wacana-edukasi.com, OPINI– Allah Swt menciptakan manusia dengan menyertakan naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani (Hajatul udhowiyah) kepada setiap manusia, adanya naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani tersebut menuntut manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya, terlebih hal yang berhubungan dengan kebutuhan jasmani seperti rasa lapar dan haus yang menjadi keharusan bagi manusia untuk memenuhinya, karena jika lapar dan haus tidak dipenuhi dengan aktivitas makan dan minum maka akan dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Ada hal yang menarik di negeri ini bahwa air bersih seperti menjadi barang langka yang sulit di dapat oleh rakyat kelas menengah ke bawah, kekurangan pasokan air bersih di negeri ini diantaranya dapat di sebabkan oleh kekeringan atau karena kualitas air kurang. Kekeringan memaksa mereka mengkonsumsi air gallon, yang berdampak pada penambahan pengeluaran, dan menjadikan kelompok menengah menjadi miskin. Benarkah akibat masyarakat mengkomsumsi air galon merupakan faktor penyebab masyarakat Indonesia menjadi miskin?Bahkan masyarakat kelas menengah menjadi turun kelas menjadi kelas ekonomi rendah?
Mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Melainkan juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon. Bambang Brodjonegoro juga menyampaikan bahwa di negara maju warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum. Namun menurut Bambang Brodjonegoro ada juga faktor lain yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi miskin yaitu tingkat suku bunga yang tinggi,harga beras yang mahal, judi online. Kombinasi inilah yang membuat sebagian kelas menengah itu turun ke aspiring middle class (www.cnbcindonesia.com, 31/08/24).
Berbeda halnya dengan apa yang disampaikan oleh Anthony Budiawan, selaku Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) yang menanggapi pernyataan Bambang jelas sebagai upaya mencari kambing hitam atas ketidakmampuan dan kegagalan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan, tetapi menyalahkan masyarakat karena kebiasaan konsumsi air kemasan tegas Anthony Budiawan. Hal ini malah mengungkap fakta dan sekaligus validasi, bahwa negara telah gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah bawah, tetapi juga telah gagal dalam penyediaan air siap minum di tempat-tempat umum (moneytalk.id, 01/09/24).
Fakta tersebut di atas menjelaskan kepada masyarakat bahwa sesungguhnya sumber masalah dari tidak adanya jaminan terhadap kebutuhan air bersih pada masyarakat disebabkan oleh masalah yang sistemik yaitu akibat penerapan ekonomi kapitalisme, rakyat yang seharusnya dijamin kebutuhan akan air bersih, sementara air hari ini justru banyak dikemas oleh perusahaan dan dijual. Inilah bentuk dari kapitalisasi sumber daya air. Bahwa adanya sumber daya air di negeri ini tidak bisa dinikmati oleh masyarakat namun lebih banyak dijadikan lahan bisnis bagi mereka yang berduit dan berdasi.
Pada akhirnya air yang seharusnya menjadi milik umum berubah statusnya menjadi milik pribadi ataupun golongan. Ini sangat berbeda dengan sistem Islam (Khilafah) yang menjadikan SDA termasuk air sebagai kepemilikan umum yang hanya memberikan hak kepada negara untuk mengelolanya dan digunakan untuk memenuhi hajat hidup rakyat.
Islam menetapkan Air yang merupakan kebutuhan primer menjadi tanggung jawab negara, dan diberikan dengan harga murah atau bahkan gratis, karena termasuk jenis kepemilikan umum. Dimana Imam Ahmad bin Hanbal telah menuturkan riwayat dari salah seorang Muhajirin yang mengatakan bahwa Nabi saw. Pernah bersabda, yang artinya:
Kaum Muslimin bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang gembalaan dan api (HR Ahmad).
Negara juga wajib mengatur dengan seksama agar air yang tersedia adalah air yang layak untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan layak dikonsumsi. Khilafah mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi bagi rakyat. Negara juga tidak akan memberikan hak kepada individu tertentu untuk memiliki perusahaan sumber air bersih yang tersedia, namun negara secara mandiri akan mengelola keberadaan sumber air bersih tersebut semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan umat, tidak untuk diperjualbelikan kepada rakyat apalagi dengan harga yang mahal. Bahkan negara akan membeli sumber air yang ada jika memang sumber air tersebut ada di atas tanah pribadi milik rakyat dengan ganti rugi yang sepadan dari negara. Dimana kelangkaan air juga sempat terjadi di masa kepemimpinan Rasulullah SAW di Madinah ketika itu. Namun, Ustman bin Affan berinisiatif membeli sumur milik seorang yahudi yang kemudian Ustman mewakafkannya kepada penduduk Madinah pada saat itu, dan mengumumkan kepada penduduk Madinah untuk mengambil air pada sumur tersebut, bahkan hingga saat ini sumur tersebut masih beroperasi. Inilah gambaran kedermawanan seorang Ustman bin Affan yang hidup di dalam naungan Islam yang tidak hanya berorientasi pada materi semata.
Oleh karena itu umat harus memahami bahwa kemiskinan, harga sembako yang mahal, PHK juga pengangguran, dll merupakan masalah yang muncul akibat umat tidak menjadikan Islam sebagai solusi untuk mengatasi segala bentuk permasalahan yang sedang terjadi pada saat ini. Wallahu A’lam Bisshawab
Views: 16
Comment here