Opini

Indonesia Pusat Ekonomi Syariah Global?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia (ibu Peduli Umat)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Dalam sebuah even yang diselenggarakan sebuah kampus nasional di Indonesia, dengan tema : “Membaca Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Pemerintahan Baru Indonesia”. Pada saat itu Wakil Presiden Indonesia menyampaikan akan ada banyak tantangan yang akan dihadapi Indonesia untuk menjadi pusat industri Syariah, dengan memenuhi kebutuhan pasar secara global (www.kumparan.com, Rabu 11 September 2024) (1).

Jika melihat tagline di atas, seakan ekonomi Indonesia telah dijalankan sesuai syariah walaupun tidak kafah, tapi berproses menuju kafah. Dengan berorientasi profit (keuntungan), serta seakan ekonomi syariah bisa diterapkan gradual (secara bertahap) menuju kafahnya (penerapan secara sempurna).

Dalam ekonomi, ada ekonomi makro dan mikro. Ekonomi syariah dalam tataran makro, ada hal bersifat moneter (sistem mata uang) dan fiskal (bagaimana pungutan yang diberlakukan dalam sebuah negara). Jika ekonomi syariah mikro, berarti masalah akad-akadnya yang berlaku saat antar individu melakukan kegiatan ekonomi harus berdasarkan Islam, yaitu syariat yang berdasarkan sumber-sumber hukum Islam yaitu : Al-Qur’an, Al-Hadis, ijma Sahabat dan Qiyas. Begitu pula pada transaksi bisnis yang dilakukan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Bagaimana permodalannya, pengembangannya, dan keuangannya; itu mengacu pada prinsip syariah.

Dengan rincian faktor-faktor pokok indikator sebuah ekonomi dikategorikan ekonomi syariah di atas, ternyata belum satu pun diterapkan sesuai syariah; baik di negeri ini atau pun di negara-negeri Islam lainnya.

Dari sisi moneter, tidak ada satu pun negara di dunia ini menggunakan sistem moneter yang diperintahkan Allah SWT dan digunakan oleh Rasulullah saw, yaitu sistem mata uang emas dan perak yaitu dinar dan dirham. Pencetakan mata uang saat ini, tidak juga didukung oleh aset berupa emas dan perak; atau pun tidak ada satu pun mata uang di dunia saat ini yang mata uangnya berupa emas dan perak. Karena saat ini ekonomi dunia dalam cengkraman hegemoni barat, yaitu Amerika dan Eropa; dengan mata uangnya berbasis kertasnya yang dicetak berapa pun itu mendominasi dunia, bahkan dimanfaatkan untuk mengkooptasi negara. Begitu juga pijakan fiskal, tidak menggunakan prinsip syariah; karena dalam Islam haram hukumnya memungut pajak. Jika tidak boleh memungut pajak, lantas apa yang boleh? Jika dalam makro ekonomi Islam, kita mengenal Baitul Mal. Yaitu pemasukan negara yang berasal dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), pengelolaan harta milik negara dari jihad, pengelolaan zakat mal yang dipungut secara resmi oleh negara (bukan melalui badan independen bentukan pemerintah dan masyarakat).

Sedangkan dari sisi mikro, ada beberapa transaksi yang dijalankan mengacu pada prinsip syariah, namun ketika terjadi problem tidak bisa diselesaikan karena regulasi lainnya masih belum menggunakan konsep syariah. Yaitu dari sisi sistem sanksi (uqubat) belum menggunakan prinsip syariah. Sehingga mikro syariah berjalan tanpa ada payung hukum secara legal formal, karena harus mengubah sistem pidana di negeri tersebut. Belum lagi tuntutan ekonomi syariah yang harus menutup semua praktik ribawi, spekulasi (maisir), penipuan, ghoror (ketidak pastina); karena itu semua membuat ekonomi semakin tersumbat, distribusi kekayaan tidak berjalan secara lancar.

Ketika ada upaya penerapan syariah tapi tidak dibangun secara komprehensif/sekaligus, maka akan banyak tantangan yang tidak terpecahkan. Padahal jika ada tantangan, berarti ada problem di sana sehingga harusnya ada solusinya. Yaitu jika dalam Islam maka harus mengambil Islam secara kafah. Apabila tidak dijalankan, maka fakta yang dihadapi saat ini seperti problem kemiskinan tidak akan bisa diselesaikan, kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin melebar yang tak akan teratasi. Belum lagi jika muncul problem persengketaan, ketidakadilan dari sistem pidana yang diberlakukan saat ini.

Maka penerapan Islam memang tidak bisa setengah-setengah, harus kafah. Sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad saw, yang jika menerapkan syariah berarti harus menerapkan seluruh aturan Allah; dalam seluruh aspek kehidupan. Seperti firman Allah :
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah : 208).
Ber-Islam kafah ini haruslah tumbuh dari dorongan umat Islam yang menyadari bahwa ber-Islam tidak cukup sebatas ibadah ritual, tapi memang harus secara holistik (menyeluruh). Bahwa tidak cukup hanya keyakinan bahwa Allah Sang Pencipta, tapi Allah juga sebagai Sang Pengatur; sebagai satu-satunya yang berhak mengatur kehidupan manusia. Karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk manusia, sedangkan manusia terbatas karena tempat salah dan khilaf. Manusia jika membuat aturan, maka akan menimbulkan problem-problem baru; karena manusia tidak mampu menjangkau apa yang terbaik baginya. Oleh karena itu, ber-Islam kafah menjadi sebuah keniscayaan sesuai tujuan manusia diciptakan. Allah berfirman :
“Tidak kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah padaKu” (Az-Zariyat : 59).

Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah yang menerapkan Islam kafah paska beliau hijrah ke Madinah dalam Negara Islam. Ini juga diteruskan oleh para sahabat sepeninggal beliau dalam Khilafah sebagai kepemimpinan Islam. Maka untuk mendapatkan rahmat dari Allah SWT, di mana rakyat bisa merasakan kesejahteraan dan kemakmuran dampak dari penerapan Syariah; maka syaratnya Islam harus diambil secara kafah. Termasuk dalam sistem politik bernegaranya.

Wallahualam bisawab

Catatan Kaki :
(1) https://kumparan.com/kumparanbisnis/wapres-maruf-amin-minta-pemerintahan-selanjutnya-kembangkan-ekonomi-syariah-23VIa7Nnkwm

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here