Opini

Islam, Solusi TPPO Berulang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Khodijah Ummu Hannan

Wacana-edukasi.com, OPINI– Jengah rasanya hampir setiap saat kita disajikan dengan berita yang menyedihkan. Karena banyak orang melakukan berbagai cara untuk memenuhi keinginan duniawi mereka. Berbagai tindak kejahatan terus terjadi tanpa solusi yang jelas.

Seperti kasus TPPO (tindak pidana perdagangan orang) yang terus terulang. Dilansir dari Antaranews.com (11/9/2024), Serikat buruh migran Indonesia (SBMI) melaporkan bahwa 11 warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat diduga menjadi korban TPPO dan disandera di Myanmar. Menurut ketua SBMI Kabupaten Sukabumi, Jejen Nurjanah, awalnya mereka diiming-imingi untuk bekerja sebagai tenaga administrasi atau pelayan investasi dalam bentuk mata uang kripto di Thailand. Namun, akhirnya mereka dibawa ke Myawaddy, Myanmar dan terlibat dalam penipuan daring sebagai pelaku penipuan (scammer).

Jejen juga menyampaikan dari video yang beredar selain disekap juga mengalami penyiksaan. Bahkan tidak diberi makan dan minum. Ketika pun mendapatkan, hanya makanan sisa dari orang yang menyekap mereka. Lalu mengapa kasus demikian terus berulang?

Faktor Pemicu

Tidak ada asap kalau tidak ada api. Peribahasa tersebut seolah memberikan penjelasan bahwa terdapat banyak indikasi yang mendorong kembali kasus TPPO.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mengungkapkan kekagetan dan kesedihannya atas terbongkarnya jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dave yakin bahwa kejadian ini disebabkan oleh kurangnya upaya pemerintah dalam melakukan edukasi. Serta kurangnya pembelaan terhadap para WNI di Myanmar. Selain itu, Dave juga menduga adanya keterlibatan aparat tertentu (sulsel.inilah.com, 15/9/2024). Apabila ditelisik lebih lanjut, terdapat banyak faktor pemicu di balik kasus TPPO yang berulang.

Kurangnya Lapangan pekerjaan

Tingkat pengangguran yang tinggi seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang. dibandingkan dengan bulan Februari 2023 yang mencapai 7,99 juta orang. Jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Februari terakhir mencapai level terendah sejak era reformasi pada tahun 1997, yaitu sebesar 4,69 juta (CNBC19, Juli 2024).
Berdasarkan data dari IMF, Indonesia memiliki tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara yang termasuk dalam ASEAN pada bulan April 2024. Indonesia mencatatkan tingkat pengangguran sebesar 5,2 persen pada bulan April 2024. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka pengangguran ini hanya mengalami penurunan 0,1 persen dari 5,3 persen pada tahun 2023.(kompas.com, 23/7/2024).

Hal ini menjadikan alasan bagi individu untuk dengan mudah menerima tawaran pekerjaan. Dengan iming-iming gaji yang besar tanpa melakukan riset terlebih dahulu. Karena berbagai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.

Minimnya Edukasi

Penduduk negeri ini juga memiliki tingkat literasi yang masih rendah. berdampak dari kurangnya edukasi. Alhasil menjadi sasaran empuk para penipu. Banyak korban akhirnya yang terperangkap.

Menurut UNESCO, Indonesia peringkat kedua terendah literasi dunia, menunjukkan minat baca rendah. Data UNESCO menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Studi Central Connecticut State University 2016, Indonesia peringkat ke-60 dari 61 negara dalam minat baca. Survei BPS 2020: hanya sekitar 10% penduduk Indonesia rutin membaca buku.(kallainstitute, 1/2/24).

Lemahnya Penegakan Hukum

Meskipun negeri ini memiliki payung hukum untuk pelaku TPPO. Namun kenyataannya belum membuat efek jera bagi para pelaku. Mengapa bisa terjadi?

Dalam Undang-Undang No 21/2007 tentang pemberantasan TPPO. Setiap pelaku tindak kekerasan terhadap orang lain untuk tujuan eksploitasi di Indonesia dipidana paling sedikit 3 tahun dan paling lama 15 tahun. Denda minimal Rp. 120.000.000,00 dan maksimal Rp. 600.000.000,00.

Pasal 2: Pelaku yang memasukkan orang ke Indonesia untuk dieksploitasi akan dipidana. Denda minimal Rp. 120.000.000,00 dan maksimal Rp. 600.000.000,00. Pasal 3: Orang yang membawa warga Indonesia ke luar Indonesia untuk dieksploitasi akan dipidana. Denda minimal Rp. 120.000.000,00 dan maksimal Rp. 600.000.000,00.

Pasal 4: Pelaku pengangkatan anak untuk dieksploitasi akan dipidana. Denda minimal Rp. 120.000.000,00 dan maksimal Rp. 600.000.000,00. Pasal 5: Orang yang mengirim anak ke luar negeri untuk dieksploitasi dipidana. Denda minimal Rp. 120.000.000,00 dan maksimal Rp. 600.000.000,00. (Pasal 6) (sbmi.or.id tahun 2018).

Semua faktor pemicu di atas bermula dari implementasi sistem kapitalisme sekuler di negeri ini. Hingga menyebabkan kehidupan rakyat menjadi sempit. Diperburuk dengan kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat.

Berbagai permasalahan yang didasari kerusakan sistem kehidupan akhirnya mendorong masyarakat untuk mengambil jalan pintas. Di satu sisi, mereka rentan terpengaruh oleh imbalan materi yang dijanjikan oleh para pelaku perdagangan manusia. Di sisi lain, para pelaku perdagangan manusia memilih untuk meraih keuntungan dengan cara yang mudah. Tanpa mempertimbangkan apakah tindakan mereka merugikan orang lain atau tidak. Apakah tindakan mereka sesuai dengan prinsip syariat? Secara nyata, semua ini dilakukan semata-mata untuk memperoleh sebanyak mungkin materi guna hidup dalam kemewahan.

Solusi Penawar

Ketika sistem kapitalisme tidak mampu menyelesaikan masalah TTPO, Islam menawarkan alternatif yang lebih baik. Sebagaimana firman Allah Swt,
“Jika penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pasti Kami akan memberi mereka berkah dari langit dan bumi, namun mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka karena perbuatan mereka.” (QS: Al-A’raf [7]: 96).

Islam telah memiliki sistem yang terperinci untuk mengatur segala aspek kehidupan guna mencapai keberkahan. Islam mengharamkan perdagangan manusia, sehingga negara Islam akan menerapkan mekanisme untuk mencegah TTPO dan memberikan sanksi tegas kepada pelakunya. Pemimpin dalam Islam memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan memberikan perlindungan agar keamanan dirasakan oleh semua.

Rasulullah saw bersabda, “Seorang pemimpin adalah perisai di belakang yang orang-orang berperang dan berlindung dengan kekuasaannya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud). Mereka melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Karena sadar bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban.

Negara Islam akan terus mendidik rakyatnya agar memahami syariat Islam dengan benar. Kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari melalui sistem pendidikan Islam. Hal ini akan mengurangi tingkat kejahatan di masyarakat.

Untuk mengatasi minimnya lapangan kerja yang menjadi alasan korban terjebak. Negara Islam akan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin dan memberikan pelatihan agar para pencari nafkah dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Dengan sistem ekonomi Islam, negara ini akan berupaya mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Negara Islam juga akan memberikan sanksi tegas bagi sindikat perdagangan manusia. Abdurrahman al-Maliky dalam kitab Nizhamul ‘Uqubat menjelaskan bahwa orang yang membawa atau melarikan orang lain dengan tipu muslihat, paksaan, dan tidak mengembalikannya dalam waktu 3 hari, akan dihukum penjara selama 5 tahun. Jika melakukan penyiksaan, hukumannya akan diperberat menjadi 15 tahun penjara ditambah hukuman jilid dan pengasingan.

Pelaku yang memperdaya perempuan atau laki-laki dengan pekerjaan fiktif, kekerasan, ancaman, atau suap akan dihukum penjara 3 tahun dan dijilid. Siapapun yang memudahkan orang lain untuk berzina dengan cara apapun, akan dijatuhi hukuman penjara 5 tahun dan dijilid. Jika pelakunya suami atau mahramnya, hukumannya akan lebih berat, yaitu penjara 10 tahun. Mari kita jadikan sistem ini sebagai solusi atas kegagalan sistem kapitalisme.

Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here