Opini

Wakil Rakyat Gadaikan SK, Bukti Rusaknya Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Dyan Shalihah

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Fenomena menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatan anggota DPRD kembali muncul di berbagai daerah. Hal itu mereka lakukan tidak lain untuk menutupi biaya pencalonan selama kampanye.

Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, profesor Hotman Siahaan mengatakan bahwa hal seperti itu merupakan demokrasi transaksional. Menurutnya, dalam demokrasi transaksional tidak mungkin para calon legislatif itu tidak berjuang mati-matian dengan biaya yang besar hingga terpilih dan dilantik.

” Inilah problem demokrasi kita, ketika sistem pemilu prosedural, orang tidak melihat program dari para calon, yang terpenting kan, isi tas piro? Entek ( isi tas berapa? Habis sudah). Jadi begitu terpilih, dilantik, apalagi yang bisa dilakukan? Kan SK itu. Apalagi bank juga mau terima,” ujar prof. Hotman kepada detik.com (13/9).

Akibat Mahalnya Demokrasi

Mungkin sebagian orang berfikir setelah para wakil rakyat terpilih, mereka akan menyusun agenda selama lima tahun ke depan untuk mengurusi masalah yang ada di daerah pemilihannya, atau mendatangi para konstituen yang telah mendukung dan memberikan suara padanya, mungkin ada.

Namun, jika wakil rakyat tersebut mempunyai sejumlah utang untuk biaya selama kampanye, maka yang mereka lakukan adalah bagaimana caranya mengembalikan utang tersebut. Maka dari itu munculah tren menggadaikan SK ke bank sebagai jaminan untuk pinjaman.

Tren menggadaikan SK ke bank hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia dan sudah lazim dilakukan setelah masa pemilihan dan pelantikan. Karena, itu adalah cara tercepat dan termudah untuk mendapatkan dana sebagai penutup utang sebelumnya.

Disinyalir tradisi menggadaikan SK adalah terkait mahalnya ongkos politik untuk mendapatkan kursi kekuasaan dan maraknya gaya hidup hedonis dari para wakil rakyat dalam sistem sekular kapitalisme. Alhasil, alih alih bekerja untuk kepentingan rakyat, yang terjadi adalah budaya korupsi yang semakin parah dan penyalah gunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr. Ihsan Hamid menyebut ada tiga penyebab anggota DPRD menggadaikan SK setelah dilantik menjadi wakil rakyat. Pertama, karena faktor biaya politik yang mahal sehingga bisa jadi mereka masih punya utang yang harus segera dilunasi. Kedua, karena faktor gengsi. Jabatan anggota DPRD mempunyai prestise yang tinggi maka harus ditopang dengan gaya hidup. Ketiga, anggota DPRD yang menggadaikan SK bisa jadi untuk membayar janji kepada para konstituen dan harus segera ditunaikan maka harus mendapatkan dana segar.

Politik uang dalam sistem demokrasi laksana lingkaran setan yang saling berkelindan, tidak ada perolehan suara jika tidak ada uang, maka yang ada adalah praktik politik transaksional yaitu membeli suara rakyat. Jadi, tidak heran setelah mereka menjabat memakan uang rakyat pun menjadi santapan wajib bagi pejabat publik termasuk wakil rakyat.

Jabatan Dalam Islam

Islam memandang jabatan sebagai amanah yang kelak akan dipertanggung jawabkan di akhirat, maka tidak sembarangan orang mampu memikul beban berat itu. Pun, dengan wakil rakyat, jika di dalam sistem demokrasi ada DPR/D maka Islam mempunyai Majelis Syura’ atau Majelis Umat tetapi memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda dengan wakil rakyat yang ada di dalam sistem demokrasi.

Di lansir dari Muslimah News, Majelis Syura’ adalah majelis atau dewan yang terdiri dari orang orang yang telah dipilih oleh umat dan perwakilan umat untuk meminta pertanggung jawaban penguasa dalam menerapkan syari’at Islam, serta memberikan masukan kepada penguasa dari apa yang dianggap baik bagi umat, tentunya berdasarkan akidah Islam dan standarnya adalah hukum syara’.

Adapun beberapa wewenang utama majelis Syura’, antara lain:

1. Memberikan pendapat ( usulan) kepada Khalifah dalam setiap urusan dalam negeri seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi sebagaimana juga usulan mendirikan sekolah, membuat Jalan, dan mendirikan rumah sakit. Dalam hal ini pendapat majelis umat bersifat mengikat.

2. Muhasabah Khalifah dan para penguasa tentang berbagai hal yang dianggap oleh mereka sebagai sebuah kekeliruan. Pendapat majelis ini bersifat mengikat jika pendapat mayoritasnya bersifat mengikat pula. Bila terjadi perbedaan dengan Khalifah maka masalah tersebut diserahkan kepada Mahkamah Madzalim.

3. Jika mereka menyampaikan pengaduan atau ketidak setujuan terhadap para wali atau para mu’awin, Khalifah hendaklah memberhentikan mereka yang diadukan itu.

4. Memberikan pandangan terhadap undang undang yang akan ditetapkan dan membatalkan calon Khalifah.

Dalil yang berkaitan dengan Syura’ ini antara lain:
وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.“ (TMQ Asy-Syura: 38)

Rasulullah SAW bersabda pada Umar dan Abu Bakar, “Bila kalian berdua telah bersepakat dalam suatu urusan yang dimusyawarahkan, maka aku tidak akan menyalahi (menentang) kalian berdua.”

Maka, fungsi majelis Syura’ adalah sebagai perpanjangan aspirasi umat yang dipilih karena kepercayaan bukan berdasarkan pencitraan dan tipu daya yang berbiaya mahal.

Khatimah

Tidak salah lagi, jabatan adalah perkara amanah yang sangat berat. Ia akan mendatang kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambil amanah itu dengan Haq dan menunaikannya dengan sebaik baiknya.

Wallahua’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here