Oleh : Aisha El-Mahira
Wacana-edukasi.com, OPINI– Akhir-akhir ini, beberapa wilayah di Indonesia mulai mengalami musim kemarau. Dampaknya area persawahan dibeberapa daerah pun mengering karena berkurangnya pasokan air disaluran irigasi. Daerah-daerah tersebut meliputi sawah di Kertasari dan Cigembor, Kecamatan Ciamis dan juga Handapherang, Kecamatan Cijeungjing. Keadaan tanah didaerah-daerah tersebut sudah mengalami retak-retak juga padi yang telah tumbuh besar menjadi kering dan dibiarkan begitu saja oleh petani.
Hal ini seperti yang dialami oleh Didi Kardi, seorang petani yang menggarap lahan sawah seluas 300 bata, mengalami kekeringan. Dari lahan seluas itu, sebagian telah ditanami oleh padi yang berusia 2 bulan, namun kini dibiarkan begitu saja. Adapun sebagian lain ditanami oleh palawija juga beberapa sayuran.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman palawija, Didi menggali sumur secara manual sedalam 5 meter. Didi menjelaskan bahwa air dalam sumur tersebut meskipun ditarik manual menggunakan ember, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan air palawija saja. Air dalam sumur tidak cukup untuk mengairi sawah yang ditanami padi. Hal inilah yang membuat Didi pasrah membiarkan tanaman padinya tak terawat.
Menurut Didi sendiri, penyebab berkurangnya pasokan air didaerahnya adalah karena terganggunya saluran air oleh pembangunan dan tidak adanya alternatif lain setelahnya. Akhirnya jika hujan tidak turun sebentar saja, maka pasokan air akan menghilang.
Hal yang sama juga dialami oleh para petani di Handapherang, Cijeungjing, yakni Daryono. 400 bata lahan sawahnya telah ditanami benih padi. Pada saat penanaman bibit padi, air masih mengalir. Namun ketika padi mulai tumbuh, sedikit demi sedikit pasokan air mulai menipis dan menghilang.
Menurut data dari Dinas Pertanian dan ketahanan pangan Kabupaten Ciamis, dari total luas lahan 2.184 hektar, yang terancam gagal panen ada sebanyak 207 hektare yang tersebar di 5 kecamatan.
Sekdis pertanian dan ketahanan pangan Kabupaten Ciamis mengatakan bahwa berbagai upaya dilakukan baik oleh para petani maupun pemerintah untuk menanggulangi dampak negatif yang dihasilkan dari kekeringan ini. Seperti melakukan pompanisasi diwilayah yang masih memiliki potensi air sungai dan sumur bor. (detikjabar, Senin 19/8/2024)
Perlu diteliti kembali, apa saja penyebab dari gagalnya panen saat ini. Bukan hanya sekedar faktor alamiah dan kondisi cuaca saja yang menyebabkan persawahan mengering, namun faktor sistem juga turut serta mempertanggung jawabkan bancana ini, penyebab itu tak lain adalah salahnya pengelolaan alam dan lingkungan. Dalam sistem ekonomi kapitalisme negara dituntut untuk terus meningkatkan produksi dan konsumsi. Maka tak heran apabila eksploitasi sumber daya alam terjadi secara besar-besaran.
Selain itu banyaknya pembangunan juga dapat mengganggu mengalirnya air ke persawahan. Dan untuk melancarkan pembangunan tersebut, pemerintah meningkatkan deforestasi. Pohon-pohon ditebang, hutan menjadi gundul, sehingga tempat penyerapan air berkurang dan berpotensi terhadap bencana alam.
Banyaknya industrialisasi yang dilakukan oleh korporasi pun dapat mempengaruhi timbulnya bencana alam. Ironisnya, pemerintah dalam sistem ini justru membiarkan bahkan mendukung kerusakan tersebut. Karena dalam sistem sekulerisme masyarakat diberi kebebasan berekspresi dan berperilaku tanpa ada halangan.
Disisi lain, penggunaan barang-barang yang menghasilkan polusi seperti motor, mobil, mesin-mesin industri bisa menjadi penyebab bencana kekeringan juga, sebab polusi yang dihasilkan mengandung zat-zat kimia yang mengikis lapisan ozon.
Adapun fungsi lapisan ozon adalah sebagai pembatas jumlah sinar ultraviolet yang mengenai bumi. Semakin tipis lapisan ozon, maka semakin tak terkendali pula jumlah sinar ultraviolet yang mengenai bumi. Maka terjadilah ‘global warming’. Pemanasan global yang berdampak pada kekeringan dan gagal panen seperti keadaan saat ini. Akhirnya air menjadi langka.
Kekeringan ini pun tak luput dari sistem sekulerisme yang tidak dapat menuntaskan bencana tersebut. Sistem ini memberikan peluang kepada koorporasi untuk melakukan apapun sesuka hati tanpa mempedulikan lingkungan dan bumi yang sudah tua ini.
Kemudian sistem apakah yang dapat memberikan solusi tuntas terhadap masalah kekeringan ini? Sudah psti jawabannya adalah sistem yang peraturannya berasal dari sang pencipta, yakni sistem Islam dibawah naungan daulah Islam.
Dalam negara Islam, keberadaan hutan dan lahan akan terjaga kelestariannya. Tidak akan ada individu atau kelompok yang menguasai hutan atau sumber daya air. Karena Islam memandang hutan dan sumber daya air adalah bagian dari kepemilikan umum. Pengelolaan sumber daya kepemilikan umum harus dilakukan sepenuhnya oleh negara. Seperti dalam sabda Rasulullah Saw, “Imam ibarat penggembala dan hanya ia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.”
Negara Islam tidak akan membiarkan masyarakatnya kekurangan air akibat kekeringan. Maka untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat, negara wajib mengatur pendistribusian air, yang salah satu caranya adalah dengan mendirikan industri air perpipaan, membangun bendungan, ataupun dengan membuat saluran irigasi dengan infrastruktur penyediaan air. Sehingga rakyat dapat mengakses kebutuhan air dengan mudah. Namun perlu diingat bahwa pembangunan- pembangunan tersebut tidak boleh ada bisnis didalamnya. Karena pada hakikatnya pemimpin negara adalah pelayan bagi rakyatnya.
Maka sudah sepatutnya kita sebagai umat muslim untuk menegakkan negara Islam supaya kesejahteraan dan ketentraman dapat terwujud kembali. Wallahu a’lam bi ash-showwab.[]
Views: 1
Comment here