Opini

Paradigma Pertumbuhan Ekonomi dan Akar Masalah Polusi Udara

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Nur Rahmawati, S.H. (Pegiat Literasi dan Pendidik di Kotim)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tujuan utama yang dikejar oleh negara-negara di seluruh dunia. Dalam paradigma kapitalisme, ekonomi yang berkembang dianggap sebagai indikator keberhasilan dan kesejahteraan. Namun, di balik narasi kemajuan ekonomi, ada dampak serius yang sering kali diabaikan, salah satunya adalah kerusakan lingkungan, termasuk polusi udara yang semakin mengkhawatirkan.

Di berbagai belahan dunia, tingkat polusi udara terus meningkat, dan ini bukan lagi sekadar isu lingkungan, melainkan masalah kesehatan global. Menurut data dari WHO (World Health Organization), sekitar 7 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang berkaitan dengan polusi udara. Lantas, apakah masalah ini hanya sekadar soal teknologi atau ada sistem yang melandasi?

Permasalahan polusi udara di Indonesia menjadi fokus Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC) Merak 3 di Jakarta. Sesi tematik mengenai kualitas udara berkonsultasi dengan pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk mencari solusi terhadap masalah polusi udara yang semakin mengkhawatirkan. Salah satu masalah utama adalah kurangnya integrasi data dan inventarisasi sumber yang menjadi dasar pedoman pengendalian polusi udara. Survei sumber emisi baru saat ini sedang dilakukan di Jakarta (Jawapos.com, 12-9-2024).

Untuk memahami akar dari polusi udara, kita harus mengkaji kembali paradigma pertumbuhan ekonomi yang dominan saat ini, yakni kapitalisme. Kapitalisme, sebagai sistem ekonomi, berfokus pada akumulasi modal dan keuntungan sebesar-besarnya, sering kali tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan atau sosial dari proses tersebut. Ketidakpedulian terhadap lingkungan sering kali dianggap sebagai “harga” yang harus dibayar demi pertumbuhan ekonomi. Tetapi, apakah itu benar? Ataukah ada alternatif lain yang bisa diambil yang lebih berkelanjutan?

Kapitalisme dan Polusi Udara: Akar Permasalahan

Kapitalisme modern sering kali menekankan pentingnya produksi massal dan konsumsi yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara, yang merupakan salah satu sumber utama polusi udara. Selain itu, sistem kapitalis mendorong eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, baik melalui industri manufaktur, pertanian intensif, maupun urbanisasi yang tidak terencana dengan baik. Dalam sistem ini, lingkungan sering kali dianggap sebagai sumber daya tak terbatas yang bisa dieksploitasi, dan kerusakan yang terjadi dianggap sebagai “eksternalitas” yang dapat diabaikan.

Dalam konteks bisnis, banyak perusahaan yang fokus utamanya adalah pada keuntungan jangka pendek, sehingga mereka cenderung mengabaikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan. Contohnya, banyak perusahaan energi yang terus mengandalkan bahan bakar fosil meskipun ada alternatif energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Perusahaan-perusahaan ini sering kali berargumen bahwa beralih ke energi hijau membutuhkan biaya besar dan mengorbankan keuntungan. Hal ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa banyak negara memiliki regulasi lingkungan yang lemah atau tidak ditegakkan dengan baik, yang memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk terus mencemari tanpa sanksi yang berarti.

Kapitalisme juga menumbuhkan budaya konsumsi berlebihan. Dalam sistem ini, keberhasilan ekonomi sering kali diukur dari seberapa banyak barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi. Semakin banyak konsumsi, semakin tinggi produksi, dan semakin tinggi pula polusi yang dihasilkan dari proses produksi tersebut. Dari produksi kendaraan bermotor hingga produk-produk elektronik, setiap tahapan dalam siklus hidup produk memiliki potensi untuk menghasilkan polusi udara, baik itu dari pabrik-pabrik yang menghasilkan bahan-bahan mentah maupun dari limbah yang dihasilkan setelah produk-produk tersebut digunakan dan dibuang.

Solusi Islam: Kepemimpinan yang Berbasis Keseimbangan dan Kebaikan

Dalam Islam, ada pandangan yang berbeda terkait bagaimana seharusnya manusia memperlakukan alam. Al-Qur’an memberikan panduan jelas mengenai tugas manusia sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. Sebagai khalifah, manusia diberikan amanah untuk menjaga, bukan merusak, ciptaan Allah. Al-Qur’an menyatakan dalam (Surah Al-A’raf :31):

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”

Ayat ini menekankan pentingnya moderasi, termasuk dalam hal konsumsi. Polusi udara yang diakibatkan oleh konsumsi berlebihan dan produksi massal adalah contoh nyata dari ketidakpatuhan terhadap prinsip ini.

Islam juga mengajarkan prinsip tawazun (keseimbangan) dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan manusia dengan alam. Dalam Surah (Ar-Rum :41), Allah berfirman yang artinya:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi, termasuk polusi udara, adalah akibat dari ulah manusia sendiri, dan hal ini seharusnya menjadi pelajaran agar manusia kembali pada jalan yang benar, yaitu menjaga keseimbangan alam dan tidak berbuat kerusakan.

Paradigma Kepemimpinan Islam: Solusi Berkelanjutan untuk Polusi Udara

Dalam konteks ini, kepemimpinan Islam menawarkan paradigma yang sangat berbeda dari kapitalisme. Kepemimpinan dalam Islam bertumpu pada tanggung jawab moral, yang mengutamakan kemaslahatan umat dan alam. Kepemimpinan bukan sekadar soal kekuasaan atau pertumbuhan ekonomi semata, melainkan tanggung jawab untuk memastikan keadilan dan keseimbangan. Dalam Al-Qur’an, prinsip keadilan disebutkan berulang kali, termasuk dalam konteks menjaga keseimbangan ekosistem.

Sebagai contoh, dalam Islam terdapat konsep maqasid syariah (tujuan syariah), yaitu tujuan-tujuan utama syariah Islam yang mencakup lima hal: perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Perlindungan jiwa jelas mencakup perlindungan lingkungan, termasuk udara bersih yang diperlukan untuk kesehatan manusia. Sistem yang Islami akan menghindari polusi karena mencemari lingkungan dan merusak jiwa, yang pada gilirannya melanggar maqasid syariah.

Kepemimpinan Islam juga menekankan pada konsep amanah (kepercayaan). Alam ini adalah amanah dari Allah SWT, dan manusia sebagai khalifah bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara amanah ini. Pemimpin dalam Islam tidak boleh mengejar keuntungan pribadi atau golongan di atas kemaslahatan umum. Justru sebaliknya, seorang pemimpin harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil membawa kebaikan bagi semua makhluk, baik manusia maupun lingkungan. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan keadilan dan tanggung jawab terhadap semua aspek kehidupan, termasuk alam.

Implementasi Solusi Islam untuk Mengatasi Polusi Udara

Islam memberikan solusi yang lebih berkelanjutan untuk mengatasi masalah polusi udara dengan mengintegrasikan etika, tanggung jawab sosial, dan spiritualitas. Beberapa langkah yang bisa diambil dari perspektif Islam meliputi:

Pertama, Pengaturan Konsumsi: Sistem ekonomi Islam mengajarkan pentingnya moderasi dan keseimbangan dalam konsumsi. Polusi yang timbul akibat produksi massal bisa dikurangi jika pola konsumsi manusia tidak berlebihan. Allah SWT berfirman dalam Surah (Al-Isra :27):

“Sesungguhnya orang-orang yang boros adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Polusi yang berlebihan adalah hasil dari keborosan manusia, dan Islam menganjurkan untuk hidup secukupnya.

Kedua, Penghargaan Terhadap Alam: Kepemimpinan Islam menekankan pentingnya penghormatan terhadap alam sebagai ciptaan Allah. Polusi udara adalah bukti dari ketidakhormatan terhadap alam. Dalam sistem Islam, segala bentuk perusakan terhadap alam dianggap sebagai pelanggaran terhadap amanah dari Allah. Pemimpin Islam harus memastikan bahwa segala kebijakan yang diambil tidak merusak keseimbangan alam.

Ketiga, Penerapan Hukum dan Sanksi yang Tegas: Dalam Islam, terdapat aturan yang tegas terkait perusakan lingkungan. Hukum Islam menetapkan sanksi bagi siapa saja yang merusak alam, termasuk pencemaran udara. Negara yang menerapkan syariah secara menyeluruh akan memiliki mekanisme hukum yang kuat untuk menghukum pelaku pencemaran, baik individu maupun korporasi.

Keempat, Peralihan ke Energi Terbarukan: Dalam sejarah Islam, kita melihat contoh-contoh penggunaan sumber daya alam secara bijaksana. Islam mendorong pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, seperti angin, matahari, dan air. Di zaman modern ini, penerapan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin adalah solusi konkret untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang menjadi penyebab utama polusi udara.

Kelima, Edukasi dan Kesadaran Lingkungan: Islam mengajarkan pentingnya ilmu pengetahuan dan kesadaran dalam setiap aspek kehidupan. Pemimpin Islam harus memprioritaskan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan dampak buruk polusi udara. Melalui pendidikan, umat akan lebih memahami tanggung jawab mereka sebagai penjaga bumi dan akan lebih berhati-hati dalam tindakan yang berdampak pada alam.

Khatimah

Akar masalah polusi udara tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang mendorong eksploitasi sumber daya alam demi keuntungan ekonomi. Sistem ini telah menciptakan budaya konsumsi berlebihan, eksploitasi alam yang tidak terkontrol, dan ketidakpedulian terhadap kesejahteraan lingkungan.

Islam menawarkan solusi alternatif yang lebih holistik dan berkelanjutan, berdasarkan pada prinsip tanggung jawab, keadilan, dan keseimbangan. Dalam Islam, manusia bertindak sebagai khalifah di bumi, yang berarti mereka memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga alam dan mengelola sumber daya secara bijaksana.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 30

Comment here